Preview only show first 10 pages with watermark. For full document please download

F12agu

aa

   EMBED

  • Rating

  • Date

    June 2018
  • Size

    3.9MB
  • Views

    1,439
  • Categories


Share

Transcript

PEMBUATAN ARANG AKTIF TEMPURUNG KELAPA SAWIT SEBAGAI ADSORBEN DALAM PEMURNIAN BIODIESEL SKRIPSI ABI GUSTAMA F34080071 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 THE PRODUCT PRODUCTII ON OF OF ACTI VATED CH ARCOAL ARCOAL F ROM PALM SHE SHE LL  AS  A S AD SOR B E NT I N TH E PUR I F I CA TI ON PR OCE SS OF B I ODI E SE L 1) 1) 2) Endang Gumbira Sa’id , Abi Gustama , Gustan Pari , 1) Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agriculture Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia 2) Development and Research Center Of Forest Products, Bogor, West Java, Indonesia  AB ST R AC T  Palm shell is one of solid waste from palm oil industries. To increase the added value and to reduce  solid waste palm shell can be converted as activated charcoal. Application of activated charcoal could be done for purification process of biodiesel. Production of activated charcoal could be made through carbonization process at temperature of 450 oC for five hours. The charcoal was soaked for 24 hours with the activator agent such as phosphoric acid activated with concentration of 15% and charcoal which was not soaked soaked with phosphoric acid. Both of the charcoals were were activated at temperature of 800 oC with the variation time of 60, 90, and 120 minutes. The best quality of activated charcoal was the activation charcoal which were not soaked and activation time. The best quality of activated charcoal was the activation charcoal which were not soaked and activation time for 120 minutes with yield value of 56.5%, water content of 2.45%, volatile matter of 10.66%, ash content of 6.83%, fix carbon of 82.51%, adsorptive capacity of iodine 878.31mg/g, adsorptive capacity of benzene of 20,14%, and pH of 9.42. Crystalinity of activated charcoal of 39.89 %. Activated charcoal had been the standard of Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995. The ability of the best activated charcoal would be applicated for purification of biodiesel. Adding 3% of activated charcoal was better for purification of biodiesel biodiesel so that was earned acid value of 0.22 mg KOH/g, pureness of 65.43%, pH of biodiesel of 7.29 .  Key words : palm shell, activated charcoal, purification, biodiesel biodiesel THE PRODUCT PRODUCTII ON OF OF ACTI VATED CH ARCOAL ARCOAL F ROM PALM SHE SHE LL  AS  A S AD SOR B E NT I N TH E PUR I F I CA TI ON PR OCE SS OF B I ODI E SE L 1) 1) 2) Endang Gumbira Sa’id , Abi Gustama , Gustan Pari , 1) Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agriculture Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia 2) Development and Research Center Of Forest Products, Bogor, West Java, Indonesia  AB ST R AC T  Palm shell is one of solid waste from palm oil industries. To increase the added value and to reduce  solid waste palm shell can be converted as activated charcoal. Application of activated charcoal could be done for purification process of biodiesel. Production of activated charcoal could be made through carbonization process at temperature of 450 oC for five hours. The charcoal was soaked for 24 hours with the activator agent such as phosphoric acid activated with concentration of 15% and charcoal which was not soaked soaked with phosphoric acid. Both of the charcoals were were activated at temperature of 800 oC with the variation time of 60, 90, and 120 minutes. The best quality of activated charcoal was the activation charcoal which were not soaked and activation time. The best quality of activated charcoal was the activation charcoal which were not soaked and activation time for 120 minutes with yield value of 56.5%, water content of 2.45%, volatile matter of 10.66%, ash content of 6.83%, fix carbon of 82.51%, adsorptive capacity of iodine 878.31mg/g, adsorptive capacity of benzene of 20,14%, and pH of 9.42. Crystalinity of activated charcoal of 39.89 %. Activated charcoal had been the standard of Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995. The ability of the best activated charcoal would be applicated for purification of biodiesel. Adding 3% of activated charcoal was better for purification of biodiesel biodiesel so that was earned acid value of 0.22 mg KOH/g, pureness of 65.43%, pH of biodiesel of 7.29 .  Key words : palm shell, activated charcoal, purification, biodiesel biodiesel Abi Gustama. F34080071. Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kelapa Sawit Sebagai Adsorben Dalam Pemurnian Biodiesel . Dibawah bimbingan Endang Gumbira Sa’id dan Gustan Pari RINGKASAN Arang aktif merupakan arang yang telah diaktifasi oleh suatu zat pada suhu tinggi sehingga memiliki kemampuan daya serap tiga hingga tujuh kali daya serap arang. Arang aktif d apat dibuat dari  bahan yang mengandung unsur karbon. Salah satu bahan tersebut adalah tempurung kelapa sawit. Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri kelapa sawit. Konversi tempurung kelapa sawit menjadi arang aktif dapat mengurangi jumlah limbah pada industri kelapa sawit dan meningkatkan manfaat produk yang berasal dari limbah biomassa. Bahan bakar fosil merupakan bahan yang yang sering digunakan oleh masyarakat masyarakat luas sebagai sumber energi. Akan tetapi ketersediannya semakin menurun yang dapat dirasakan dengan meningkatnya harga minyak mentah dunia di pasar dunia. Biodiesel menjadi salah satu bahan bakar alternatif masa depan yang berasal dari minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar fosil. Dalam  pembuatan biodiesel terdapat tahapan pencucian. Tahapan tersebut sering menggunakan air yang memiliki kelemahan yaitu penggunaan air yang besar, waktu proses lama, dan menghasilkan limbah sabun, gliserol, sisa metanol, serta sisa katalis yang tidak dapat dibuang ke lingkungan (Widyanagari, 2008). Pemanfaatan arang aktif tempurung kelapa sawit sebagai adsorben biodiesel diharapkan menjadi pengganti kelemahan yang ditimbulkan dengan pencucian air. Tujuan penelitian ini adalah : (1) Memanfaatkan limbah biomassa industri kelapa sawit  berupa tempurung kelapa sawit menjadi arang aktif. (2) Mengetahui pengaruh perendaman asam fosfat dan dan waktu aktifasi terhadap mutu arang aktif. (3) Mengetahui arang aktif terbaik sebagai adsorben dalam pemurnian biodiesel. Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisis sifat fisiko kimia tempurung kelapa sawit. Hasil analisis menunjukan bahwa tempurung kelapa sawit memiliki kadar air 8.79%, kadar zat terbang 78.26%, kadar abu 5.38%, dan kadar karbon terikat 16.35%. Tempurung kelapa sawit dikarbonisasi  pada suhu 450oC selama lima jam. Arang tempurung kelapa sawit menghasilkan rendemen 36.38%. Mutu arang yang dihasilkan memiliki kadar air 3.34%, kadar zat terbang 23.87%, kadar abu 4.65% kadar karbon terikat 71.48%, daya serap iod 171.97 mg/g, dan daya serap benzena 9.66%. Pembuatan arang aktif dilakukan dengan merendam arang dengan konsentrasi asam fosfat 5, 10, dan 15% selama 24 jam. Kemudian arang ditiriskan dan diaktivasi pada suhu 700 dan 800 oC selama satu jam yang dialiri uap air. Hasil menunjukkan bahwa pada konsentrasi 15% dan suhu 800 oC arang aktif memiliki kemampuan daya serap iod sebesar 610.36 mg/g. Pada penelitian utama dilakukan dilakukan perlakuan dengan membandingkan membandingkan arang aktif yang yang dihasilkan dengan direndam dan tidak direndam dalam dalam larutan asam fosfat. Konsentrasi dan suhu aktivasi didapat dari penelitian pendahuluan yaitu 15% dan 800 oC. Variasi waktu aktivasi adalah 60, 90, dan 120 menit. Rancangan percobaan yang yang digunakan adalah Rancangan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah pengaruh perendaman dengan taraf perlakuan tidak direndam (A1) dan direndam asam fosfat (A2). Faktor kedua adalah waktu aktifasi dengan taraf  perlakuan 60 (B1), 90 (B2), dan 120 (B3) menit. Analisis yang dilakukan terhadap arang aktif meliputi kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, daya serap iod, daya serap  benzena, dan derajat keasaman keasaman (pH). Mutu arang aktif disesuaikan dengan SNI arang aktif teknis (SNI 06-3730-1995). Arang aktif terbaik diuji penampakan pori menggunakan Scanning Electro Microscop (SEM) dan derajat kristalinitas menggunakan X-Ray Difractometer (XRD) dengan membandingkan  bahan baku, arang tempurung kelapa sawit. Pada penelitian utama, arang aktif yang dihasilkan memiliki nilai rendemen 56.25-72.5% kadar air sekitar 2.53 –   3.58%, kadar zat terbang 8.83  –  10.66%, kadar abu 5.54-7.63%, kadar karbon terikat 82.51-84.21%, daya serap iod 587.25  –   878.31%, daya serap benzena 12.76-20.14%, dan derajat keasaman (pH) 5.70  –   9.42. Mutu arang aktif pada penelitian ini lebih baik apabila dibandingkan dengan arang aktif yang dijual di pasaran. Arang aktif yang memiliki mutu terbaik adalah arang aktif yang diproses tanpa direndam asam fosfat dan waktu aktifasi selama 120 menit dengan nilai rendemen 56.25%, kadar air 2.45 %, kadar zat terbang 10.66%, kadar abu 6.83%, kadar karbon terikat 82.51%, daya serap iod 878.31 mg/g, daya serap benzena 20.14%, dan derajat keasaman (pH) 9.42. Hasil SEM terlihat perbedaan pori-pori arang dengan arang aktif. Pada arang aktif terbaik terlihat pengotor yang diduga merupakan kandungan abu yang lebih banyak dibandingkan dengan arang yang disebabkan oleh proses pemanasan pada suhu tinggi. Derajat kristalinitas arang aktif sebesar 39.89%. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan bahan baku dan arang tempurung kelapa sawit. Arang aktif terbaik diaplikasikan dalam pemurnian biodiesel dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3% dengan parameter uji yaitu bilangan asam, kejernihan, dan derajat keasaman (pH) biodiesel. Arang aktif terbaik mampu menurunkan bilangan asam, derajat keasaman (pH) biodiesel dan meningkatkan kejerniahan biodiesel. Penambahan arang aktif sebanyak 3% lebih baik untuk memurnikan biodiesel sehingga diperoleh bilangan asam se besar 0.22 mg KOH/g, kejernihan 65.43%, dan derajat keasaman (pH) biodiesel 7.29. PEMBUATAN ARANG AKTIF TEMPURUNG KELAPA SAWIT SEBAGAI ADSORBEN DALAM PEMURNIAN BIODIESEL SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh ABI GUSTAMA F34080071 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 Judul Skripsi : Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kelapa Sawit Sebagai Adsorben Dalam Pemurnian Biodiesel Nama : Abi Gustama NIM : F34080071 Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, (Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MA.Dev) NIP. 19550521 197903 1002 (Prof (R). Dr. Gustan Pari, M.Si) NIP. 19620802 198603 1003 Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian (Prof.Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP. 19621009 198903 2 001 Tanggal lulus : PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kelapa Sawit Sebagai Adsorben Dalam Pemurnian Biodiesel  merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun  pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini Bogor, September 2012 Yang membuat pernyataan Abi Gustama F34080071 ©Hak cipta milik Abi Gustama, tahun 2012 Hak cipta dilindungi  Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya BIODATA PENULIS Abi Gustama, Lahir di Bogor, 1 Agustus 1990 dari bapak Basri dan ibu Lilis Suryani, sebagai putra pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMA) pada tahun 2008 di SMA Negeri 5 Bogor. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan yaitu menjadi asisten mata kuliah Penerapan Komputer pada tahun 2010-2011, asisten mata kuliah Teknologi Pati, Gula, dan Sukrokimia pada tahun 2012, dan asisten mata kuliah Teknik Optimasi pada tahun 2012. Penulis aktif dalam berorganisasi selama masa  perkuliahan sebagai Pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) selama dua tahun yaitu pada tahun 2010 penulis menjabat sebagai staf Departemen Kewirausahaan dan pada tahun 2011 penulis menjabat sebagai ketua Departemen  Human Resources Development (HRD). Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian seperti  Agroindustry Days  2009, Atsiri Fair 2010, dan Hagatri 2010. Penulis juga telah melaksanakan praktik lapangan di PT. Sinar Meadow International Indonesia, Jakarta dengan judul “Mempelajari Teknologi Proses Produksi dan Penerapan  Hazard Analytical Crtical Control Points (HACCP) Pada Produk Margarin”. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia yang diberikan, sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan baik. Penelitian dengan judul “Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kelapa Sawit Sebagai Adsorben Dalam Pemurnian Biodiesel”  yang dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengelolaan Hasil Hutan, Bogor dan Laboratorium TIN FATETA IPB sejak bulan Maret hingga Juli 2012. Selama penelitian hingga terselesaikan penulisan skripsi, penulis banyak mendapatkan  bantuan, baik moral maupun material dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada para personalia di bawah ini : 1. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MA. Dev selaku dosen pembi mbing akademik utama yang telah memberikan dorongan, arahan, dan bimbingan yang sangat bermanfaat selama  penelitian. 2. Prof (R). Dr. Gustan Pari, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah memberikan dorongan moril dan material selama penulis melakukan penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengelolaan Hasil Hutan, Bogor. 3. Dr.Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis untuk penyempurnaan skripsi. 4. Keluarga besar, terutama kedua orang tua dan adik yang telah memberikan dukungan  baik moral, materi maupun doa selama menjalani masa studi dan penelitian. 5. Bapak Mahfudin, Bapak Ahmad, Bapak Dikdik, dan Bapak Saptadi Darmawan yang telah memberikan bantuan dan ilmu selama penulis melaksanakan penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengelolaan Hasil Hutan, Bogor 6. Rekan – rekan satu bimbingan: Fahmi, Luthfa Jamilah, Sabila Ramadhani dan Amelia Aswad atas dukungan dan doa yang telah diberikan kepada penulis. 7. Ibu Egnawati, Bapak Sugi, Bapak Dicky, dan Ibu Sri selaku teknisi yang telah membantu  penulis selama penelitian berlangsung. 8. Seluruh teman-teman TIN 45 yang selalu memberikan motivasi dan dorongan selama  penulis melaksanakan penelitian. 9. Semua pihak yang telah membantu dan mendorong terselesaikanya penelitian serta kerja sama dalam penyusunan skripsi selama ini yang tidak bisa penulis s ebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini kemungkinan masih memiliki keterbatasan yang  penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat berharap kritik dan saran yang membangun bagi  perbaikan tulisan ini ke depannya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam menambah pengetahuan. Bogor, September 2012 Abi Gustama i DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ......................................................... .................................................... i DAFTAR ISI ............................................................. ............................................................... ii DAFTAR GAMBAR ........................................................... .................................................... iv DAFTAR TABEL ..................................................... ............................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ........................................................ .................................................... vi I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ........................................................ ......................................... 1 B. TUJUAN ....................................................... ............................................................... 2 C. RUANG LINGKUP ............................................................ ......................................... 2 D. MANFAAT PENELITIAN ........................................................... ............................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. KELAPA SAWIT ............................................................... ......................................... 3 B. ARANG......................................................... ............................................................... 4 C. ARANG AKTIF ................................................................. .......................................... 4 D. PEMBUATAN ARANG AKTIF ............................................................. .................... 6 1. Aktifasi secara fisik ................................................................. ............................... 6 2. Aktifasi secara kimia ............................................................... ............................... 7 E. KEGUNAAN ARANG AKTIF ................................................................ .................... 7 F. ADSORPSI ............................................................... .................................................... 8 G. BIODIESEL ............................................................. .................................................... 8 III.METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ........................................................... ......... 10 B. BAHAN DAN ALAT ......................................................... ......................................... 10 C. TATA LAKSANA PENELITIAN ........................................................... .................... 11 1. Penelitian Pendahuluan ........................................................... ............................... 11 2. Penelitian Utama ........................................................... ......................................... 12 D. RANCANGAN PERCOBAAN ............................................................... .................... 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN .......................................................... .................... 15 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit. ......................................... 15 2. Analisis Sifat Fisiko Kimia Arang Tempurung Kelapa Sawit................................ 15 3. Penentuan Suhu dan Konsentrasi Asam Fosfat ...................................................... 16 B. PENELITIAN UTAMA ................................................................ ............................... 18 1. Pengaruh Perendaman Fosfat dan Waktu Aktifasi ................................................. 18 1.1. Rendemen................................................................ ......................................... 18 1.2. Kadar Air. ................................................................ ......................................... 19 1.3. Kadar Zat Terbang. ........................................................... ............................... 20 1.4. Kadar Abu. .............................................................. ......................................... 21 1.5. Kadar Karbon Terikat. ....................................................... ............................... 23 1.6. Daya Serap Iod. ................................................................. ............................... 23 1.7. Daya Serap Benzena.......................................................... ............................... 24 ii Halaman 1.8. Derajat Keasaman (pH) ................................................................ .................... 25 1.9. Arang Aktif Terbaik. ......................................................... ............................... 26 2. Aplikasi Arang Aktif Sebagai Adsorben Dalam Pemurnian Biodiesel .................. 30 2.1. Bilangan Asam ........................................................ ......................................... 30 2.2. Kejernihan. .............................................................. ......................................... 32 2.3. Derajat Keasaman (pH). ............................................................... .................... 33 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ........................................................ .................................................... 34 B. SARAN ......................................................... ............................................................... 34 DAFTAR PUSTAKA .......................................................... .................................................... 35 LAMPIRAN .............................................................. ............................................................... 38 iii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pohon kelapa sawit ........................................................ ......................................... 3 Gambar 2. Struktur graphit heksagonal ................................................................ .................... 5 Gambar 3. Mekanisme pembuatan arang aktif ................................................................ ......... 6 Gambar 4. Reaksi transesterfikasi ............................................................. ............................... 9 Gambar 5. (a) Tungku pengarangan (b) Tungku aktifasi ......................................................... 10 Gambar 6. Diagram alir pembuatan arang ........................................................... .................... 11 Gambar 7. Diagram alir pembuatan arang aktif .............................................................. ......... 12 Gambar 8. Diagram alir pemurnian biodiesel kasar ........................................................ ......... 13 Gambar 9. Histogram hubungan antara konsentrasi asam fosfat dan suhu aktifasi terhadap daya serap arang aktif tempurung kelapa sawit ....................................................... 17 Gambar 10. Histogram hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktifasi terhadap rendemen arang aktif tempurung kelapa sawit ......................................... 18 Gambar 11. Histogram hubungan antara pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktifasi terhadap kadar air ......................................................... .................... 20 Gambar 12. Histogram hubungan antara pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktifasi terhadap kadar zat terbang ............................................................... 21 Gambar 13. Histogram hubungan antara pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktifasi terhadap kadar abu ....................................................... .................... 22 Gambar 14. Histogram hubungan antara pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktifasi terhadap daya serap iod ........................................................... ......... 24 Gambar 15. Histogram hubungan antara pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktifasi terhadap daya serap benzena ............................................................ 25 Gambar 16. Histogram hubungan antara pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktifasi terhadap derajat keasaman (pH) ....................................................... 26 Gambar 17. (a) arang tempurung kelapa sawit dan (b) arang aktif tempurung kelapa sawit  pada pembesaran 1000 kali ................................................................. .................... 27 Gambar 18.Grafik kristalinitas bahan baku, arang dan arang aktif terbaik .............................. 28 Gambar 19. Histogram bilangan asam berdasarkan proses pemurnian biodiesel ..................... 31 Gambar 20.Histogram kejernihan berdasarkan proses pemurnian biodiesel ............................ 32 Gambar 21.Histogram nilai pH biodiesel berdasarkan proses pemurnian biodiesel ............... 33 iv DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Standar Mutu Arang Aktif Teknis .......................................................... .................... 5 Tabel 2. Hasil Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit ..................................... 15 Tabel 3. Hasil Analisis Sifat Fisiko Kimia Arang Tempurung Kelapa Sawit .......................... 16 Tabel 4. Perbandingan Mutu Arang Aktif Terbaik Dengan Standar Nasional Indonesia ......... 26 Tabel 5. Struktur kristalin dan lapisan aromatik pada bahan baku, arang, dan arang aktif terbaik tempurung kelapa sawit.............................................................. .................... 29 v DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur Analisis Arang dan Arang Aktif ........................................................... 39 Lampiran 2. Prosedur Analisis Pemurnian Biodiesel ............................................................... 42 Lampiran 3. Data Penelitian Pendahuluan ........................................................... .................... 43 Lampiran 4. Data Penelitian Utama Pembuatan Arang Aktif .................................................. 44 Lampiran 5. Aplikasi Arang Aktif Terbaik Sebagai Adsorben Pemurnian Biodiesel .............. 45 Lampiran 6. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kadar Air Arang Aktif (α=0.05) .......... 46 Lampiran 7. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kadar Zat Terbang Arang Aktif (α=0.05) ............................................................ .................................................... 47 Lampiran 8. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Ka dar Abu Arang Aktif (α=0.05) ........ 48 Lampiran 9. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kadar Karbon Terikat Arang Aktif (α=0.05) ............................................................ .................................................... 49 Lampiran 10. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Daya Serap Iod Arang Aktif (α=0.05) ........................................................... .................................................... 50 Lampiran 11. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Daya Serap Benzena Arang Aktif (α=0.05) ........................................................... .................................................... 51 Lampiran 12. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Derajat Keasaman (pH) Arang Aktif (α=0.05) ........................................................... .................................................... 52 Lampiran 13. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Bila ngan Asam Biodiesel (α=0.05).... 53 Lampiran 14. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk K ejernihan Biodiesel (α=0.05) .......... 54 Lampiran 15. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Derajat Keasaman Biodiesel (α=0.05) ............................................................ .................................................... 55 Lampiran 16. Data Derajat Kristalisasi Tempurung Kelapa Sawit, Arang Dan Arang Aktif Terbaik ............................................................ ......................................... 56 Lampiran 17. Perhitungan nilai d, Lc, La, dan N pada Tempurung Kelapa Sawit, Arang dan Arang Aktif Terbaik ........................................................... ............................... 57 vi I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Arang aktif merupakan arang yang telah diaktivasi oleh suatu zat pada suhu tinggi sehingga dapat meningkatkan daya serap mencapai tiga hingga tujuh kali daya serap arangnya. Arang aktif  banyak digunakan sebagai adsorben pemurnian gas, pemurnian pulp, penjernihan air, penjernihan minyak, dan katalis. Kemampuan arang aktif tersebut merupakan penyebab banyak industri yang menggunakan arang aktif baik dari industri pangan maupun non pangan. Arang aktif dapat dibuat dari  bahan yang mengandung unsur karbon. Bahan yang sering digunakan sebagai arang aktif berasal dari hasil samping proses produksi yang tidak digunakan kembali. Salah satu bahan tersebut adalah tempurung kelapa sawit. Tempurung kelapa sawit merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa yang tersusun atas unsur karbon. Keberadaan tempurung kelapa sawit semakin meningkat seiring dengan meningkatnya luas areal tanaman kelapa sawit setiap tahunnya. Menurut data Direktorat Jendral Perkebunan (2010), luas lahan tanaman kelapa sawit tahun 2008 mencapai 7.36 juta pada tahun 2009 meningkat hingga mencapai 8.24 juta hektar dan pada tahun 2010 luas areal menjadi 8.43 juta hektar. Rata-rata produksi tandan buah segar (TBS) pada perkebunan rakyat sekitar 16 ton per hektar (Husna, 2011). TBS yang diolah pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 134 juta ton. Tanaman kelapa sawit yang diolah akan menghasilkan produk berupa minyak sawit kasar atau crude palm oil   (CPO) serta hasil samping berupa limbah biomassa seperti tandan kosong kelapa sawit (TKKS), serabut kelapa sawit dan tempurung kelapa sawit yang sangat mencemari lingkungan industri. Menurut Tim PT. SP dalam Ditjen PPHP (2006), setiap pengolahan TBS dapat menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong kelapa sawit (23%), tempurung kelapa sawit (6.5%), dan serabut kelapa sawit (13%). Jumlah limbah padat biomassa industri kelapa sawit pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 56.9 juta ton. Masing-masing limbah padat yang dihasilkan adalah untuk TKKS 30.8 juta ton, cangkang kelapa sawit 8.7 juta ton, dan serabut kelapa sawit 17.4 juta ton. Untuk meningkatkan nilai tambah dan mengurangi volume limbah biomassa berupa tempurung kelapa sawit pada industri kelapa sawit maka dapat dilakukan proses konversi menjadi produk arang aktif. Bahan bakar fosil merupakan bahan yang sering digunakan oleh masyarakat luas sebagai sumber energi. Akan tetapi pemakaian bahan bakar tersebut berdampak pada meningkatnya kerusakan lingkungan dan menurunnya pola kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan karena bahan bakar fosil menghasilkan gas-gas beracun yang berasal dari proses pembakaran. Selain itu keberadaan bahan  bakar fosil jumlahnya semakin menurun. Hal tersebut dapat dirasakan dengan meningkatnya harga minyak mentah di pasar dunia. Salah satu bahan bakar pengganti bahan bakar fosil adalah dengan memproduksi biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar yang berasal dari minyak nabati yang ramah lingkungan. Menurut Hambali et al., (2007), biodiesel sebagai bioenergi digunakan sebagai  bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil pada motor diesel. Pada pembuatan biodiesel terdapat tahap pencucian untuk memurnikan biodiesel. Pencucian biodiesel yang selama ini dilakukan adalah dengan menggunakan air ( wet washing ). Penggunaan air pada proses pencucian biodiesel memiliki kelemahan yaitu waktu proses yang lebih lama, membutuhkan air dalam jumlah besar, menghasilkan limbah berupa sabun, gliserol dan metanol yang tidak bereaksi serta katalis yang tidak dapat dibuang ke lingkungan (Widyanagari, 2008). 1 Pemanfaatan material padat (adsorben) berupa arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa sawit dapat mengurangi kelemahan yang ditimbulkan ketika menggunakan air. Penggunaan adsorben secara umum digunakan untuk menyerap komponen-komponen pengotor dalam minyak atau senyawa trigliserida. Berdasarkan pertimbangan di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa sawit dan aplikasinya sebagai adsorben dalam proses pemurnian  biodiesel. B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memanfaatkan limbah biomassa industri kelapa sawit berupa tempurung kelapa sawit sebagai arang aktif 2. Mengetahui pengaruh perendaman asam fosfat dan lama aktivasi terhadap mutu arang aktif tempurung kelapa sawit 3. Mengetahui kemampuan arang aktif terbaik sebagai adsorben dalam pemurnian  biodiesel. C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada produksi arang aktif melalui pengaruh  perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi pada suhu 800oC, menganalisis mutu arang aktif yang dihasilkan kemudian membandingkan dengan arang aktif komersial dan Standar Nasional Indonesia. Selain itu juga dilakukan pengujian kemampuan arang aktif terbaik untuk memurnikan biodiesel dan membandingkan dengan pencucian air. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah tempurung kelapa sawit dan  berpartisipasi dalam rangka mengurangi limbah biomassa industri kelapa sawit serta menginformasikan mengenai pemanfaatan arang aktif tempurung kelapa sawit sebagai adsorben dalam pemurnian biodiesel sehingga menjadi produk alternatif bagi industri bioenergi. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. KELAPA SAWIT Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki peranan penting di Indonesia sebagai penyumbang devisa non minyak dan gas bumi terbesar. Tanaman tersebut menghasilkan minyak nabati. Potensi produksi minyak nabati yang berasal dari tanaman kelapa sawit menghasilkan enam ton per tahun dalam satu hektar tanaman tersebut (Sastrosayono, 2003). Asal tanaman kelapa sawit belum diketahui secara pasti. Menurut Pahan (2008), dugaan kuat tanaman kelapa sawit berasal dari dua tempat yaitu Afrika dan Amerika Selatan tepatnya Brasilia. Akan tetapi saat ini kelapa sawit sudah menyebar ke seluruh Negara beriklim tropis termasuk Negara Indonesia. Perkebunan kelapa sawit telah berkembang lebih jauh seiring dengan kebutuhan manusia terhadap minyak nabati dan produk industri oleokimia (Pahan, 2008) Perluasan perkebunan komoditas kelapa sawit dilaksanakan melalui perusahaan perkebunan swasta, perkebunan besar Negara (PTP/PTPN), dan perkebunan rakyat. Menurut Setyamidjaja (2006), daerah perkebuan kelapa sawit telah menyebar luas di seluruh Indonesia seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya. Tanaman kelapa sawit (Gambar 1) merupakan tanaman monokotil yang secara taksonomi dapat diuraikan sebagai berikut : Divisi : Embryophyta Siphonagama Subdivisi : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili : Palmae Sub-Famili : Cocoidae Genus : Elaeis Spesies : Elaeis guineensis  Elaeis oleifera  Elaeis odora (Pahan, 2008) Gambar 1. Pohon Kelapa Sawit (Green Assembly, 2008) Varietas atau tipe kelapa sawit berdasarkan pada tebal dan tipisnya cangkang ( endocarp) terdiri dari Dura, Pisifera, dan Tenera (Setyamidjaja, 2006). Tipe  Dura memiliki ciri-ciri daging buah 3 (mesocarp) tipis, cangkang ( endocarp) tebal (2-8 mm), inti ( endosperm) besar, dan tidak terdapat cincin serabut. Persentase daging buah 35-60% dengan rendemen minyak 17-18%. Untuk tipe  Pisifera memiliki ciri-ciri daging buah tebal, tidak memiliki cangkang tetapi terdapat cincin serabut yang mengelilingi inti. Pada tipe Tenera  merupakan hasil silang antara tipe  Dura  dan  Pisifera. Tipe ini memiliki tebal cangkang sekitar 0.5-4 mm, memiliki cincin serabut, sedangkan intinya kecil (Setyamidjaja, 2006). Berdasarkan penelitian Daud et al ., (2004), Tempurung kelapa sawit terdiri dari selulosa 29.7%, holoselulosa 47.7%, dan lignin 53.4%. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada suhu 20-28 oC. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik dengan curah hujan di atas 2000 mm dan merata sepanjang tahun. Selain itu,  penyinaran matahari mempengaruhi terhadap perkembangan buah kelapa sawit. Panjang penyinaran kelapa sawit yaitu 5-12 jam dengan kondisi kelembapan udara 80% (Pahan, 2008). B. ARANG Arang adalah produk hasil proses karbonisasi atau dekomposisi kayu pada suhu tinggi dengan keadaan tanpa oksigen atau oksigen terbatas (Pari, 2007). Karbonisasi merupakan proses  pembakaran biomassa menggunakan alat pirolisis dengan oksigen terbatas (Compete, 2009 dalam Ramhan, 2011). Bahan baku yang dapat dibuat menjadi arang adalah semua bahan yang mengandung karbon seperti kayu, daun, tulang, sekam, tempurung kelapa, tempurung biji kemiri, dan tempurung  biji-bijian lainnya. Arang yang dihasilkan selain digunakan sebagai sumber energi, dapat juga digunakan sebagai bahan baku penghasil adsorben berupa arang aktif (Pari, 2007). Pada proses karbonisasi atau pengarangan terjadi beberapa perubahan komponen kimia yang terjadi pada suhu 200-1000 oC. Perubahan yang cukup signifikan terjadi pada suhu 200-500 oC. Reaksi pada proses karbonisasi adalah eksotermis yaitu jumlah panas yang dikeluarkan lebih besar dari pada diperlukan. Reaksi eksotermis ini terlihat nyata pada suhu 300 oC-400oC, dimana suhu meningkat dengan cepat meskipun jumlah panas yang diberikan tetap (Pari, 2007). Menurut Sudrajat et al . (2011), proses karbonisasi dibagi menjadi empat tahap yaitu sebagai berikut : (1) Pada permulaan terjadi pemanasan kayu dimana komponen air menguap, kemudian terjadi penguraian selulosa hingga suhu 260 oC. Destilat yang terjadi sebagian besar mengandung komponen asam dan sedikit metanol. (2) Pada suhu 260oC-310oC, sebagian besar selulosa terurai secara intensif. Pada tingkatan ini banyak dihasilkan ligneous, gas, dan sedikit ter. (3) Pada suhu 310oC-500oC, lignin terurai dan dihasilkan lebih banyak ter, sedangkan  piroligneous liquor dan gas menurun. Ter tersebut sebagian besar berasal dari  pemurnian lignin. Dengan meningkatnya suhu dan lamanya waktu, maka gas CO 2 semakin berkurang, sedangkan gas CO, CH4, dan N2 semakin bertambah. (4) Pada suhu 500oC –  1000oC diperoleh gas kayu yang tidak dapat diembunkan, terutama terdiri dari gas hidrogen. Tahap ini merupakan proses pemurnian arang. Hampir 80% unsur karbon diperoleh pada pemanasan 400-600 oC. Selama proses karbonisasi, bahan sumber karbon mengalami fragmentasi yang akhirnya membentuk struktur heksagonal awal yang termostabil (Pari, 2007). Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan pada  proses karbonisasi atau pirolisis adalah bahan baku (jenis biomassa, ukuran, kadar air, permeabilitas, dan kapasitas panas), suhu dan laju pemanasan, serta sumber energi panas dan jenis tungku yang digunakan. C. ARANG AKTIF Arang aktif merupakan arang yang memiliki permukaan area yang tinggi yang digunakan oleh berbagai industri pada proses pemurnian cairan atau gas, menghilangkan senyawa beracun, dan 4  juga sebagai katalis (Fuente et al ., (2001) dalam Kunbin et al.,  2010). Arang aktif memiliki  permukaan luas volume pori, ukuran pori yang tersebar dipermukaan arang yang aktif (Sircar et al . 1996). Arang aktif adalah arang yang diproses lebih lanjut sehingga pori-porinya terbuka dan luas  permukaan bertambah dengan kadar karbon dan keaktifan yang bervariasi tergantung pada suhu aktivasi dan lamanya waktu aktivasi yang diberikan (Pari, 2007). Menurut Roy (1985), arang aktif berbentuk kristal mikro dan karbon non grafit yang pori porinya telah mengalami pengembangan kemampuannya untuk menjerap gas dan zat-zat yang tidak terlarut atau terdispersi dalam cairan melalui aktivasi. Menurut Hassler (1974), arang aktif bersifat higroskopis, tidak berbau, tidak berasa, tidak larut dalam air, basa, asam, dan pelarut organik serta tidak rusak karena perubahan pH, suhu dan komposisi limbah. Menurut Djatmiko et al ., (1985), Arang aktif merupakan padatan amorf yang terdiri dari pelat-pelat datar yang disusun oleh atom-atom karbon yang terikat secara kovalen dalam suatu graphit heksagonal. Pelat-pelat yang membentuk suatu kisi heksagonal bertumpuk satu dengan lain membentuk kristal-kristal dengan susunan tidak beraturan dan  jarak antar pelatnya acak. Struktur graphit heksagonal arang aktif dengan pelat-pelat bertumpuk dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur graphit heksagonal (Marsh et al ., 2006) Arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon. Adinata et al . (2007) menjelaskan bahwa arang aktif dapat dibuat dari limbah pertanian (tempurung kelapa), kayu, dan tempurung kenari. Hal yang sama dikemukakan oleh Pari (2007) bahwa arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung unsur karbon seperti tulang, resin, kayu, serbuk gergaji, sekam padi, gambut, batu bara, tempurung kelapa, dan tempurung biji-bijian. Arang aktif yang dihasilkan disesuaikan dengan standar mutu Indonesia (SNI). Mutu arang aktif menurut SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Standar Mutu Arang Aktif Teknis Uraian Kadar zat terbang (%) Kadar air Kadar abu Bagian tidak mengarang Daya serap terhadap I2 (mg/g) Karbon aktif murni (%) Daya serap terhadap benzena (%) Daya serap terhadap biru metilen (mg/g) Bobot jenis curah Lolos mesh Jarak mesh (%) Kekerasan (%) Syarat Mutu Butiran Serbuk Mak. 15 Mak. 25 Mak 4.5 Mak 15 Mak 2.5 Mak 10 0 0 Min 750 Min 750 Min 80 Min 65 Min 25 Min 60 Min 120 0.45-0.55 0.3-0.35 Min 90 90 80 - (Sumber : SNI 06-3730-1995) 5 Menurut Marsh et al (2006), ukuran pori-pori yang terbentuk terbagi menjadi tiga yaitu mikropori (diameter <2 nm), mesopori (diameter 2-50 nm), dan makropori (diameter > 50 nm). Luas  permukaan, dimensi dan distribusi arang aktif tergantung dari bahan baku, kondisi karbonisasi, dan  proses aktivasi. D. PEMBUATAN ARANG AKTIF Pembuatan arang aktif terdiri dari dua tahap yaitu proses karbonisasi dan proses aktivasi. Karbonisasi merupakan proses pembakaran biomassa menggunakan alat pirolisis dengan oksigen terbatas (Compete, 2009 dalam Rahman 2011). Proses aktivasi adalah proses peningkatan pori-pori  permukaan arang sehingga dapat meningkat daya adsorpsi terhadap cairan dan gas. Pada prinsipnya  proses aktivasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara kimia dan cara fisika (Pari, 2007). Pada  pembuatan arang aktif, mutu arang aktif yang dihasilkan tergantung dari bahan baku yang digunakan,  bahan pengaktif, suhu, dan cara pengaktifannya (Har toyo et al ., 1990). 1. Aktivasi secara fisika (gas) Prinsip pada proses aktivasi secara fisika adalah dengan cara mengalirkan gas CO2 atau uap air. Arang yang dihasilkan pada proses karbonisasi masih dilapisi oleh senyawa hidrokarbon sehingga menutupi pori arang aktif yang terbentuk. Untuk membersihkan permukaan arang dari senyawa-senyawa hidrokarbon dapat dilakukan dengan jalan mengalirkan gas pada suhu 8001000oC. Reaksi pengaktifan dengan gas seperti H2O dan CO2  reaksinya berjalan secara endotermis sehingga proses aktivasinya kurang efektif. Untuk mengatasi hal tersebut salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memanaskan permukaan luar dari unit aktivasinya sehingga distribusi panas merata. Tahapan mekanisme yang terjadi dalam pembuatan arang aktif menurut Smisek et al . (1970) dalam Pari (2007) digambarkan sebagai berikut : C + H 2O C(H2O) C(H2O) H2 + C(O) C(O) CO C + H2 C(H2) 2C + H2O CH + C(OH) CO + H2O CO + C(O) C(H) + C(OH) C(H2) + C(O) CO2 + H2 CO2 + C Gambar 3. Mekanisme pembuatan arang aktif (Smisek et al ., (1970) dalam Pari, 2007) Selama aktivasi dengan gas, pelat-pelat karbon kristalit atau celah menjadi tidak teratur dan mengalami pergeseran sehingga permukaan kristalit atau celah-celah menjadi terbuka, karena gas pengaktif mendorong residu hidrokarbon seperti ter, fenol, metanol, dan senyawa lain 6 yang menempel pada permukaan arang. Pergeseran pelat-pelat karbon kristalit selain membentuk  pori baru, juga untuk mengembangkan pori-pori yang sudah ada, sehingga dari mikropori  berubah menjadi makropori (Pari, 2007). 2. Aktivasi secara kimia Pada proses ini dilakukan perendaman arang dengan bahan kimia sebelum dipanaskan. Perendaman dilakukan selama 24 jam sehingga bahan kimia akan meresap dan membuka  permukaan arang yang semula tertutup oleh senyawa-senyawa ter. Menurut Pari (2007)  perendaman arang dilakukan selama 24 jam dan kemudian arang hasil perendaman dipanaskan  pada suhu tinggi sehingga diharapkan aktivator dapat masuk diantara pelat heksagonal dari kristalit arang sehingga dapat terjadi pengikisan pada permukaan kristalit dan membuka  permukaan arang yang tertutup sehingga menjadi aktif. Bahan kimia yang sering digunakan adalah ZnCl 2, H3PO4, KOH, dan NaOH (Guo et al ., 2003; Lua et al ., 2004; Raymundo et al ., 2005). Adinata et al., (2007) menggunakan K 2CO3 untuk mengaktifkan arang tempurung kelapa sawit. Kwadrati (2008) melakukan pengaktifan terhadap arang dari limbah kelapa sawit menggunakan HCl. Aktivasi kimia dengan menggunakan ZnCl2 dan H3PO4 digunakan karena dapat meningkatkan porositas dan rendemen. Akan tetapi penggunaan ZnCl 2  bersifat korosif dan berbahaya karena dapat mengeluarkan gas klor yang bersifat racun (Garcia et al., 2002). Aktivasi menggunakan kombinasi H 3PO4 dan uap air sangat dianjurkan (Kienle et al., 1986 dan Baker et al., 1997). Aktivasi yang dilakukan secara kimia dapat meningkatkan rendemen arang aktif dibandingkan dengan menggunakan aktivasi secara fisik (Dabrowski et al .,2005; Li et al ., 2008). E. KEGUNAAN ARANG AKTIF Sekitar 70% industri menggunakan produk arang aktif sebagai salah satu bahan yang digunakan pada proses pengolahannya seperti industri gula, sirup, minyak, air, farmasi dan kimia. Saat ini penggunaan arang aktif juga dilakukan pada keperluan rumah tangga yaitu sebagai penjerap  bau tidak sedap dilingkungan rumah (Pari, 2007). Dalam proses penjernihan air, arang aktif selain mengadsorpsi logam-logam seperti besi, tembaga, nikel, juga dapat menghilangkan bau, warna, dan rasa yang terdapat dalam larutan atau  buangan air (Beukens et al ., 1985). Di bidang farmasi, arang aktif juga digunakan untuk menyerap kotoran yang berupa koloid serta dapat berfungsi sebagai filter sehingga proses kristalisasi dapat dipercepat. Pada Industri rokok, arang aktif dimasukkan ke dalam filter rokok untuk mencegah atau mengurangi zat beracun yang dikeluarkan bersama asap rokok. Arang juga dapat menyerap emisi gas formaldehid dari formalin (Asano et al.,(1999) dalam Pari, 2007). Arang aktif juga dapat dicampurkan ke dalam makanan domba sehingga dapat mencegah domba keracunan  Hymenoxys odorata  yang mengandung  sesquiterpen lakton hymenoxon  (George et al ,, 2000 dalam Pari, 2007). Menurut Marsh et al.,  (2006) arang aktif dapat diaplikasikan pada fase gas yaitu sebagai pemurnian gas pada effluen, menghilangkan gas (SO 2, H2S, CS2), adosorpsi radionuklir, dan mengontrol bau. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengadsorpsi cairan yang tercemar yaitu mengadsorpsi iodin dan asam asetat, mengadsorpsi senyawa anorganik (kromium, uranium, nikel, kobalt, arsenik, dan merkuri) (Marsh et al., 2006). Fadhil et al ., (2012) telah melakukan pemurnian biodiesel dengan menggunakan arang aktif berbahan baku dari bekas limbah teh yang dapat mengurangi bilangan asam biodiesel. 7 F. ADSORPSI Adsorpsi merupakan peristiwa fisik atau kimia pada permukaan yang dipengaruhi oleh suatu reaksi kimia antara adsorben dan adsorbat. Adsorben merupakan bahan padatan yang mempu mengadsorpsi sedangkan adsorbat adalah padatan, cairan, atau gas yang diadsorpsi. Dengan demikian, proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan dengan padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan, cairan dengan cairan, dan cairan dengan padatan (Ketaren, 1989). Adsorpsi merupakan proses terjadinya perpindahan massa adsorbat dari fase gerak (fluida  pembawa adsorbat) ke permukaan adsorben (Setyaningsih, 1995). Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik-menarik antara molekul adsorbat dengan permukaan adsorben yang aktif. Partikel yang terperangkap ke dalam adsorben seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan adsorben tersebut. Terdapat dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi secara fisik ( physiosorption ) dan adsorpsi secara kimia (chemisorptions). Kedua metode terjadi jika molekul-molekul dalam fasa cair diikat pada  permukaan suatu fasa padat akibat gaya tarik menarik pada permukaan padatan adsorben, mengatasi energi kinetik dari molekul-molekul kontaminan dalam adsorbat (Grim, (1968) dalam Puspaningrum, 2007). Meknisme peristiwa adsorpsi adalah sebagai berikut: (a) Molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (b) Sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar (c) Sebagian besar terdifusi lanjut ke dalam pori-pori adsorben (d) Jika kapasitas adsorpsi masih sangat besar, sebagian akan teradsorpsi dan terikat di  permukaan. Jika permukaan adsorben sudah jenuh atau mendekati jenuh dengan adsorbat maka dapat terjadi terbentuknya lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya diatas adsorbat yang telah terikat di permukaan (adsorpsi multi layer). Tidak terbentuknya lapisan kedua dan seterusnya sehingga adsorbat belum teradsorpsi berdifusi keluar pori dan kembali ke adsorbat. Menurut Azah dan Rudyanto (1984), daya adsorpsi arang aktif dapat terjadi karena adanya  pori-pori mikro yang sangat banyak sehingga menimbulkan gejala kapiler yang menyebabkan timbulnya daya serap, permukaan yang luas dari arang aktif, pada kondisi bervariasi hanya sebagian  permukaan yang memiliki daya serap, hal ini karena permukaan arang aktif bersifat heterogen,  penyerapannya hanya terjadi pada permukaan yang aktif saja. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya serap arang aktif adalah sebagai berikut: (1) Sifat fisiko kimia adsorben seperti ukuran pori, kehalusan, dan komposisi kimia  permukaan arang aktif. (2) Sifat fisikokimia adsorbat seperti ukuran dan polaritas molekul (3) Sifat fase cair seperti pH dan suhu (4) Lamanya proses adsorpsi berlangsung. E. BIODIESEL Biodiesel merupakan cairan bahan bakar yang dibentuk dari reaksi kimia (esterifikasi, transesterifikasi, esterifikasi dan transesterifikasi) antara minyak nabati atau hewani dengan alkohol yang digunakan sebagai bahan bakar diesel (Romano et al ., 2011). Biodiesel merupakan energi alternatif terbarukan yang diproses melalui transesterifikasi trigliserida hasil dari metil asam lemak atau alkil ester (Knothe et al., 2005). Secara kimiawi biodiesel merupakan turunan trigliserida dari golongan ester sehingga dikenal dengan istilah-istilah RME ( rapeseed methyl ester ), SME ( soybean methyl  ester ) dan PME ( palm methyl esters ), untuk yang berbahan baku biji lobak, kedelai, dan minyak sawit. Biodiesel masih memiliki sifat-sifat turunan asam lemak pada umumnya, baik dari segi fisik, kimia maupun  biologi (Puspaningrum, 2007). 8 Biodiesel dari minyak sawit dapat dihasilkan melalui proses transesterifikasi. Transesterfikasi merupakan reaksi antara trigliserida dengan alkohol yang dibantu dengan adanya katalis sehingga membentuk gliserol dan metil ester (Leung et al ., 2010). Reaksi transesterfikasi dalam produksi  biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4. CH2-O-CO-R 1 CH-O-CO-R 2 Katalis + 3ROH CH2-O-CO-R 3 Trigliserida CH2-OH R-O-CO-R 1 CH-OH R-O-CO-R 2 CH2-OH Alkohol Gliserol R-O-CO-R 3 Metil ester Gambar 4. Reaksi Transesterfikasi (Leung et al ., 2010) Proses pembuatan biodiesel pada dasarnya adalah merubah minyak ke dalam bentuk ester. Minyak dapat dikonversi menjadi biodiesel ketika kandungan asam lemak bebasnya rendah. Menurut Leung et al .,(2010) Minyak dapat dikonversi menjadi biodiesel melalui proses transesterfikasi ketika kandungan asam lemak bebas dibawah 2.5%. Ketika minyak tersebut memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi maka minyak dilakukan pretreatment. Menurut Zhang et al ., (2008) dalam Leung et al .,(2010) pretreatment yang dilakukan ketika asam lemak bebas tinggi dapat dilakukan dengan cara esterifikasi dengan menggunakan katalis asam. Proses pemurnian biodiesel sangatlah  penting untuk meningkatkan mutu biodiesel. Biodiesel sebelum dimurnikan merupakan biodiesel kasar (crude biodiesel ). Biodiesel kasar memiliki kandungan sisa katalis, air, alkohol yang tidak  bereaksi, gliserol bebas, dan sabun yang dihasilkan dar i reaksi transesterifikasi. 9 III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengelolaan Hasil Hutan, Bogor dan di Laboratorium Dasar Ilmu Terapan Teknologi Industri Pertanian IPB Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012. B. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempurung kelapa sawit ( Elaeis  guineensis) yang diperoleh di Pabrik Minyak Kelapa Sawit PTPN VIII Kertajaya Malingping, Banten. Bahan yang digunakan untuk aktivasi adalah asam fosfat (H 3PO4) dan akuades. Bahan untuk aplikasi adalah biodiesel kasar yang berasal dari minyak olein kelapa sawit yang diperoleh di Surfactant and  Bioenergi Research Center  (SBRC) Institut Pertanian Bogor. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis mutu arang aktif adalah natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0.1 N, benzena, larutan iod 0.1 N, kertas saring, akuades, larutan kanji 1% dan arang aktif komersial. Bahan untuk aplikasi arang aktif adalah biodiesel, sedangkan bahan yang digunakan untuk menguji mutu biodiesel adalah larutan KOH 0.1 N, alkohol netral, indikator  phenolpftalein, Alat-alat yang digunakan untuk membuat arang aktif adalah tungku pengarangan, tungku aktivasi (retort) yang dilengkapi ketel uap, labu takar, pipet volumetrik, gelas piala, erlemneyer, saringan, dan nercara analitik. Alat-alat yang digunakan untuk analisis mutu arang aktif adalah, cawan alumunium, cawan petri, cawan porselin, oven, tanur, desikator, gegep, pengaduk, erlenmeyer, kertas saring. Alat-alat yang digunakan untuk analisis mutu biodiesel adalah erlenmeyer, buret, pH meter, dan spektrofotometer. (a) (b) Gambar 5 (a). Tungku pengarangan dan (b). Tungku aktivasi 10 C. TATA LAKSANA PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN a. Analisis Tempurung Kelapa Sawit Sebelum dikarbonisasi, tempurung kelapa sawit dianalisis sifat fisiko kimia yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, dan kadar karbon terikat. Analisis dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang akan digunakan sebagai arang aktif. Sifat fisiko kimia bahan baku berpengaruh terhadap proses karbonisasi. b. Pembuatan dan Analisis Arang Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit yang telah dianalisis kemudian dikarbonisasi atau diarangkan. Proses karbonisasi dilakukan dengan menggunakan tungku pengarangan listrik. Tempurung tersebut ditempatkan di dalam tabung (wadah) yang berbentuk silinder dan kemudian dipasang di tengah tungku pengarangan. Kemudian labu leher tiga dipasang pada pipa pembuangan gas dan alat destilasi untuk menampung senyawa hidrokarbon, tar dan cuka tempurung. Kemudian listrik dihidupkan dan proses karbonisasi dilakukan hingga suhu mencapai 450 oC. Hasil arang kemudian dianalisis rendemen, kadar air, zat terbang, kadar abu, kadar karbon terikat, daya serap iod, dan daya serap benzena. Diagram alir pembuatan arang dapat dilihat pada Gambar 6. Tempurung kelapa sawit Pengarangan(Karbonisasi) (±450 oC, 5 jam) Arang Dianalisis mutu arang Gambar 6. Diagram alir pembuatan arang c. Penentuan Suhu dan Konsentrasi Asam Fosfat Untuk membuat arang aktif, arang yang dihasilkan dari proses karbonisasi ditimbang sebanyak 200 gram kemudian direndam menggunakan asam fosfat teknis (85%) dengan konsentrasi 5, 10, dan 15 % (v/v) selama 24 jam. Rasio arang dengan asam fosfat yang digunakan adalah 1:2 (b/v). Setelah direndam, arang ditiriskan hingga permukaan arang kering. Proses aktivasi dilakukan dengan menggunakan tungku aktivasi pada suhu 700 dan 800 oC selama 60 menit yang dialiri uap air. Setelah proses aktivasi dilakukan, arang didinginkan selama 15-24 jam di dalam tungku aktivasi kemudian arang aktif dikeluarkan dari tungku aktivasi. Arang aktif yang dihasilkan kemudian digiling dan dianalisis mengenai kemampuan daya serap iod. 11 2. PENELITIAN UTAMA a. Pengaruh Perendaman Asam Fosfat dan Waktu Aktivasi Konsentrasi asam fosfat dan suhu yang baik pada penelitian pendahuluan digunakan  pada penelitian utama. Sebanyak 200 gram arang direndam direnda m dengan asam fosfat teknis dengan denga n konsentrasi 15% selama 24 jam. Perbandingan arang dengan larutan asam fosfat adalah 1:2 (b/v). Setelah direndam, arang ditiriskan hingga permukaan arang kering. Proses aktivasi dilakukan pada suhu 800 oC dengan variasi waktu aktivasi 60, 90, dan 120 menit yang dialiri uap air. Untuk melihat pengaruh perendaman asam fosfat maka dibuat arang tanpa direndam asam fosfat. Setelah proses aktivasi dilakukan, arang didinginkan selama 15-24 jam di dalam tungku aktivasi kemudian arang aktif dikeluarkan dari tungku aktivasi. Arang aktif digiling dan dianalisis sifat fisiko kimia arang aktif yang meliputi kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, kadar karbon terikat, daya serap iod, daya serap benzene dan derajat keasaman (pH). Diagram alir pembuatan arang aktif dapat dilihat pada Gambar 7. Arang Tidak direndam asam fosfat Direndam asam fosfat (15%) 24 jam Ditiriskan (hingga bahan kering) Uap air ± 125oC 0.025 mbar Diaktivasi pada suhu 800 oC selama 60, 90, dan 120 menit Arang Aktif Digiling (lolos ayakan 100 mesh) Dilakukan analisis mutu arang aktif Gambar 7. Diagram alir pembuatan arang aktif b. Aplikasi Arang Aktif Terbaik Untuk Proses Pemurnian Biodiesel Arang aktif yang memiliki mutu terbaik kemudian diuji untuk memurnikan biodiesel. Arang aktif terlebih dahulu dicuci dengan air suling hingga pH air cucian netral, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC. Arang aktif yang sudah kering kemudian digiling (lolos ayakan 100 mesh) untuk memperluas permukaan arang aktif. 12 Pemurnian biodiesel dilakukan dengan mencampur arang aktif dengan konsentrasi 0, 1, 2, dan 3% (b/b) ke dalam 50 gram biodiesel kemudian diaduk selama 20 menit. Biodiesel hasil pencampuran kemudian didiamkan selama dua jam dan disaring dengan menggunakan kertas saring. Pemurnian biodiesel diadaptasi dari Puspaningrum (2007). Biodiesel dianalisis sebelum dan sesudah pencampuran dengan arang aktif. Sebagai pembanding dilakukan  pemurnian biodiesel dengan menggunakan air. Pengujian mutu biodiesel meliputi bilangan asam, kejernihan dan derajat keasaman pH biodiesel. Diagram alir pemurnian biodiesel dapat dilihat pada Gambar 8. Arang aktif terbaik Biodiesel kasar Dicuci (Hingga filtrat pH netral) Dikeringkan Suhu 105oC selama tiga jam Digiling (lolos ayakan 100 mesh) Arang aktif serbuk Ditambahkan arang aktif (1, 2, 3% b/b) Diaduk 20 menit Didiamkan 2 jam Disaring Biodiesel Gambar 8. Diagram alir pemurnian biodiesel kasar 13 D. RANCANGAN PERCOBAAN 1. Pembuatan Arang Aktif Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor. Model percobaan dilakukan dengan dua kali ulangan. Faktor pertama adalah pengaruh  perendaman asam fosfat dengan taraf perlakuan tidak direndam dan direndam asam fosfat. Faktor kedua adalah waktu aktivasi dengan taraf perlakuan 60, 90, dan 120 menit. Model matematis Rancangan Acak Lengkap dua faktorial adalah sebagai berikut (Walpole, 1993) : Yijk = µ + Ai + B j + (AB)ij + εijk  Keterangan : = Mutu arang aktif ke-j terhadap perlakuan ke-i Yijk µ Ai B j ABij εijk = Nilai tengah pengamatan = Nilai pengaruh faktor perendaman asam fosfat pada taraf ke-i = Nilai pengaruh faktor waktu aktivasi pada taraf ke-j = Nilai pengaruh interaksi faktor perendaman asam fosfat pada taraf ke-i dengan faktor waktu aktivasi pada taraf ke-j = Nilai galat percobaan yang mendapat taraf ke-I faktor perendaman dan taraf ke-j faktor waktu aktivasi pada ulangan ke-k Matriks Rancangan Percobaan Pembuatan Arang Aktif A Pengaruh fosfat 2. B perendaman asam Tanpa perendaman Perendaman Waktu aktivasi (menit) 60 90 120 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 Aplikasi Arang Aktif Terbaik Untuk Pemurnian Biodiesel Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan satu faktor yaitu dengan menambahkan arang aktif ke dalam biodiesel kasar sebesar 1%, 2%, dan 3% serta membandingkan dengan biodiesel kasar dan biodiesel dengan proses pencucian Model matematis Rancangan Acak Lengkap satu faktorial adalah sebagai berikut (Walpole, 1993) : xij= µ + Ci + εij Xij = Mutu biodiesel ke-j terhadap perlakukan ke-i (i = 1%, 2%, 3%) µ = Nilai tengah pengamatan Ci = Nilai pengaruh konsentrasi rata-rata arang aktif pada taraf ke-i εij = Nilai galat percobaan ke-i pada ulangan ke-j Matriks Rancangan Percobaan Pemurnian Biodiesel Biodiesel kasar (C1) Pemurnian (C) Biodiesel Arang aktif cuci (C2) 1% (C3) Arang aktif 2% (C4) Arang aktif 3% (C5) 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan dari kegiatan industri minyak kelapa sawit. Tempurung kelapa sawit yang digunakan merupakan tempurung kelapa sawit yang diperoleh dari PTPN VIII, Malingping, Banten. Tempurung kelapa sawit berpotensi sebagai arang aktif karena memiliki kandungan karbon pada  bahan yang tinggi. Untuk mengetahui mutu tempurung kelapa sawit yang akan digunakan untuk  pembuatan arang aktif, maka dilakukan pengujian sifat fisiko kimia. Hasil analisis sifat fisiko kimia tempurung kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Komponen Satuan Nilai Kadar Air Kadar Abu Kadar Zat Terbang Kadar Karbon Terikat %bb %bk %bk %bk 8.79 5.38 78.26 16.35 Berdasarkan hasil analisis sifat fisiko kimia tempurung kelapa sawit pada Tabel 2 diketahui  bahwa tempurung kelapa sawit memiliki kadar air 8.79 % (bb). Kadar air bahan dapat mempengaruhi proses karbonisasi dan jumlah arang yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar air  bahan maka bobot arang yang dihasilkan semakin rendah. Menurut Sudrajat et al ., (2011), adanya air pada bahan mengurangi rendemen arang dan proses karbonisasi akan berlangsung lebih lama. Tempurung kelapa sawit memiliki kadar karbon terikat sebesar 16.35% (bk). Rendahnya kadar karbon terikat pada tempurung kelapa sawit disebabkan karena kadar abu dan kadar zat terbang yang tinggi. Nilai kadar abu dan kadar zat terbang berturut-turut adalah sebesar 5.38% (bk) dan 78.26% (bk). Nilai kadar abu dan kadar zat terbang pada bahan dapat mempengaruhi rendemen arang yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai kadar abu dan kadar zat terbang maka rendemen arang semakin rendah. Tempurung kelapa sawit memiliki nilai kalor. Dalam hasil penelitian, besar kalori tempurung kelapa sawit mencapai 20000 kjoule/kg (Ma et.al ., 2004). Oleh sebab itu selain dapat dikonversi menjadi arang aktif, tempurung kelapa sawit juga dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan. 2. Analisis Sifat Fisiko Kimia Arang Tempurung Kelapa Sawit Analisis sifat fisiko kimia arang dilakukan untuk mengetahui karakteristik arang sebelum diaktifkan menjadi arang aktif. Hasil sifat fisiko kimia arang dapat dilihat pada Tabel 3. Rendemen arang yang dihasilkan melalui proses karbonisasi adalah 36.38% (bb). Rendemen yang cukup tinggi ini disebabkan karena proses karbonisasi dilakukan dengan menggunakan retort listrik secara vakum. Apabila pengarangan tidak dilakukan secara vakum, maka arang yang dihasilkan akan rendah yang disebabkan oleh pengaruh udara. Udara yang cukup besar menyebabkan bahan mengalami oksidasi secara berlebih sehingga menyebabkan terbentuknya abu yang cukup banyak 15 dibandingkan dengan arang. Hasil samping proses karbonisasi bahan dengan sistem vakum adalah terbentuknya asap cair. Asap cair tersebut terbentuk karena proses pendinginan asap dengan kondensor. Menurut Sudrajat et al ., (2011) proses karbonisasi menggunakan retort dapat memperoleh kandungan ter dan cuka kayu (asam asetat dan metanol) pada bahan baku mentah sehingga dapat mengimbangi biaya energi ekstra pada proses karbonisasi. Menurut Pari (2010), rendemen arang kecil disebabkan karena komponen bahan terbuang dalam bentuk CO 2, CO, dan CH4 yang sangat berperan pada peningkatan gas rumah kaca. Kandungan kadar air, kadar abu dan kadar zat terbang arang yang dihasilkan berturut-turut adalah 3.34% (bb), 4.65%(bk), 23.87% (bk). Apabila dibandingkan dengan bahan sebelum proses karbonisasi, kandungan kadar air, kadar abu, dan kadar zat terbang arang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pada saat proses karbonisasi terjadi penguapan air, komponen asam, metanol, ter, dan penguraian selulosa. Akan tetapi kadar karbon terikat meningkat signifikan jika dibandingkan dengan kadar karbon terikat sebelum dikarbonisasi. Kadar karbon terikat arang adalah 71.58% (bk). Hal ini disebabkan karena rendahnya nilai kadar abu dan kadar zat terbang arang yang disebabkan proses karbonisasi. Arang tempurung kelapa sawit berpotensi untuk dijadikan arang aktif. Menurut Djatmiko et al., (1985) dalam Irham (2006), arang dapat diproses menjadi arang aktif jika nilai kadar karbon terikat berada pada kisaran 70-80%. Kadar karbon terikat yang terlalu rendah disebabkan arang tersebut masih memiliki kandungan kadar abu dan kadar zat terbang yang masih tinggi sehingga perlu waktu proses karbonisasi yang lebih lama. Kemampuan arang tempurung kelapa sawit untuk menyerap iod dan benzena berturut-turut adalah 171.97 mg/g dan 9.66%. Nilai tersebut menunjukan bahwa arang yang dihasilkan memiliki kemampuan menyerap cairan dan gas akan tetapi nilai tersebut masih rendah. Kemampuan arang dalam menyerap larutan dan gas mengindikasikan bahwa arang tersebut telah membentuk pori pori sehingga terjadi proses adsorpsi. Kemampuan arang untuk menyerap cairan dan gas dapat ditingkatkan melalui proses aktivasi dengan menggunakan suhu tinggi dan perendaman asam fosfat. Tabel 3. Hasil Analisis Sifat Fisiko Kimia Arang Tempurung Kelapa Sawit Komponen Satuan Nilai Rendemen Kadar Air Kadar Abu Kadar Zat Terbang Kadar Karbon Terikat Daya Serap Iod Daya Serap Benzena %bb %bb %bk %bk %bk mg/g %bk 36.38 3.34 4.65 23.87 71.48 171.97 9.66 Daya listrik pada tungku karbonisasi adalah sebesar 2 kwatt per jam. Daya listrik yang digunakan untuk proses karbonisasi selama lima jam diperkirakan sebesar 10 kwatt atau setara dengan 36000 kjoule. Tingginya energi yang dikeluarkan terutama energi panas mampu mengkonversi tempurung kelapa sawit menjadi arang. 3. Penentuan Suhu dan Konsentrasi Asam Fosfat Arang dapat menjadi arang aktif melalui proses aktivasi menggunakan suhu tinggi dan aktivator kimia. Proses aktivasi dapat menghilangkan hidrokarbon yang melapisi permukaan arang sehingga dapat meningkatkan porositas arang. Penentuan suhu aktivasi dan konsentrasi asam 16 fosfat dilakukan untuk mengetahui kondisi yang tepat untuk memproduksi arang aktif yang sesuai dengan SNI arang aktif teknis. Pada penelitian ini aktivator kimia yang digunakan adalah asam fosfat dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 15% yang direndam selama 24 jam dengan suhu aktivasi 700 dan 800 oC yang dialiri uap air selama satu jam. Hasil menunjukan bahwa daya serap terhadap iod berkisar 396.66 610.36 mg/g. Daya serap iodium pada suhu 800 oC memiliki kemampuan dalam menyerap larutan lebih tinggi dibandingkan suhu 700 oC (Lampiran 3). Semakin tinggi konsentrasi asam fosfat maka kemampuan menyerap larutan akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena asam fosfat mampu membentuk pori-pori permukaan arang yang lebih banyak. Konsentrasi asam fosfat 15% memiliki kemampuan dalam menyerap cairan sebesar 610.36 mg/g pada suhu 800 oC. Semakin tinggi suhu aktivasi menyebabkan arang aktif memiliki kemampuan yang semakin meningkat dalam menyerap larutan. Hal ini berhubungan dengan kinetika reaksi yang menyebabkan semakin tinggi suhu aktivasi maka kecepatan reaksi akan semakin cepat sehingga pembentukan pori-pori akan semakin banyak. Menurut Hendra et al   (1999), ikatan C dan H pada arang terlepas dengan sempurna sehingga terjadi pergeseran pelat karbon kristalit membentuk pori yang baru dan mengembangkan pori yang telah terbentuk. Daya serap terhadap iod menggambarkan banyaknya  pori atau luas permukaan arang aktif. Besarnya daya serap iod mengindikasikan bahwa arang aktif memiliki banyak pori atau luas permukaan arang aktif. Besarnya daya serap aktif terhadap iodium  juga menggambarkan banyak struktur mikropori yang terbentuk. Kemampuan arang aktif pada tingkat konsentrasi dan suhu dapat dilihat pada Gambar 9. 700.00    ) 600.00   g    /   g   m500.00    (    d   o400.00    I   p   a 300.00   r   e    S   a200.00   y   a    D100.00 610.36 600.83 493.13 425.96 402.30 396.66 0.00 5 10 15 Konsentrasi Asam Fosfat 700°C 800°C Gambar 9. Histogram hubungan antara konsentrasi asam fosfat dan suhu aktivasi terhadap daya serap iod arang aktif tempurung kelapa sawit Menurut Sudrajat et al ., (2011) asam fosfat yang biasa digunakan untuk mengaktifkan arang aktif adalah sebesar 10-15% yang direndam selama 12-24 jam. Saptadi (2008), telah menggunakan asam fosfat sebesar 10% untuk mengaktivasi arang yang berasal dari tempurung kemiri. Pada penelitian ini, konsentrasi asam fosfat yang digunakan adalah 15% pada suhu 800 oC. Arang aktif yang dihasilkan belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI arang aktif teknis menetapkan bahwa kemampuan dalam menyerap larutan iod minimum 750 mg/g. Untuk mengetahui  pengaruh perendaman terhadap mutu arang aktif maka dilakukan penelitian dengan membandingkan arang yang tidak direndam dan direndam asam fosfat dengan variasi waktu aktivasi. 17 B. PENELITIAN UTAMA 1. Pengaruh Perendaman Asam Fosfat dan Waktu Aktivasi Pada penelitian utama dilakukan perbandingan arang aktif yang direndam dan tidak direndam dengan aktivator asam fosfat. Konsentrasi asam fosfat dan suhu yang digunakan adalah sebesar 15% suhu 800 oC. Konsentrasi asam fosfat dan suhu aktivasi diperoleh dari penelitian pendahuluan. Menurut Sudrajat et al., (2011), konsentrasi asam fosfat yang digunakan untuk aktivasi adalah sebesar 10-15 % yang direndam selama 24 jam. Asam fosfat dipilih sebagai aktivator karena bahan tersebut mampu meningkatkan rendemen arang aktif dan membuka pori-pori arang (Marsh et al ., 2006). Karaktersitik arang aktif meliputi rendemen, kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, kadar karbon terikat, daya serap iod, daya serap benzena, dan nilai pH. 1.1 Rendemen Penetapan rendemen arang aktif dilakukan untuk mengetahui jumlah arang aktif yang dihasilkan setelah proses aktivasi. Semakin lama waktu aktivasi menyebabkan rendemen arang aktif akan semakin rendah (Pari et al., 2008). Pada penelitian ini diperoleh bahwa nilai rendemen arang aktif berkisar antara 56.25  –  75.48 %. Rendemen arang aktif tertinggi terdapat pada perlakuan arang yang direndam asam fosfat dengan waktu aktivasi selama 60 menit, sedangkan rendemen arang aktif terendah terdapat pada perlakuan arang yang tidak direndam asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit. Apabila dibandingkan dengan tanpa perendaman asam fosfat dengan masing-masing waktu aktivasi, nilai rendemen arang aktif dengan perlakuan perendaman asam fosfat lebih tinggi. Pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi dapat dilihat pada Gambar 10. 80 70    ) 60    %    ( 50   n   e 40   m   e    d30   n   e    R20 10 0 69 75.48 69.50 65 56.25 60 90 61 120 Waktu aktifasi (menit) Tanpa perendaman asam fosfat Perendaman asam fosfat 15% Gambar 10. Histogram hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap rendemen arang aktif tempurung kelapa sawit Berdasarkan Gambar 10, rendemen tanpa perendaman asam fosfat memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan perendaman asam fosfat. Penambahan aktivator asam fosfat menyebabkan laju reaksi oksidasi dalam proses pembuatan arang aktif menjadi lambat. Selain sebagai aktivator dalam pembuatan arang aktif, asam fosfat juga berperan sebagai pelindung dari suhu tinggi. 18 Menurut Marsh et al., (2006) asam fosfat dapat mengurangi pembakaran pada proses aktivasi sehingga dapat meningkatkan rendemen arang aktif. Pengurangan pembakaran terjadi karena asam fosfat akan membentuk fosfat anhidrida yang dapat menarik uap air pada ketel sehingga mengurangi laju pembakaran saat proses aktivasi. Arang aktif dengan perlakuanTanpa perendaman asam fosfat menyebabkan laju reaksi cepat sehingga mengurangi nilai rendemen. Waktu aktivasi menyebabkan nilai rendemen arang aktif akan cenderung menurun. Semakin lama waktu aktivasi maka reaksi kimia dalam pembentukan arang aktif akan terus terjadi. Reaksi kimia yang terjadi adalah adalah reaksi antara karbon dengan zat pengoksidasi yang membentuk CO, CO2, dan H2. Semakin lama waktu aktivasi maka pembentukan CO, CO 2 dan H2 akan semakin banyak sehingga nilai rendemen arang aktif akan semakin menurun. Menurut lee et al., (2003), reaksi kimia antara karbon dengan uap air akan membentuk CO 2  dan H2O sehingga mempengaruhi rendemen arang aktif yang dihasilkan. Rendemen hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen arang aktif tempurung biji nyamplung yang diaktivasi pada suhu 700 dan 800 oC dengan konsentrasi asam fosfat 0, 5, dan 10% yang berkisar antara 9.5-60.5% (Wibowo, 2009). Pengaruh perbedaan rendemen arang aktif disebabkan kandungan penyusun bahan tersebut seperti selulosa, holoselulosa, dan lignin. Menurut Daud et al ., (2004), Tempurung kelapa sawit terdiri dari selulosa 29.7%, haloselulosa 47.7%, dan lignin 53.4%. Tempurung biji nyamplung yang digunakan oleh Wibowo (2009) terdiri dari holoselulosa 87.64%, alpha selulosa 48.66%, dan lignin 36.69%. Selulosa dan holoselulosa merupakan serat yang mudah terurai oleh panas, sedangkan lignin merupakan struktur kuat dan menghasilkan atom karbon yang lebih banyak. Kandungan lignin yang tinggi pada tempurung kelapa sawit menjadi penyebab nilai rendemen arang aktif lebih tinggi dibandingkan arang aktif tempurung  biji nyamplung. 1.2 Kadar Air Kadar air merupakan salah satu karakteristik arang aktif yang sangat penting terhadap mutu arang aktif. Kadar air pada arang aktif mampu mempengaruhi daya serap baik terhadap cairan dan gas. Kadar air arang aktif juga dipengaruhi oleh suhu dan waktu aktivasi. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu aktivasi menyebabkan kadar air arang aktif akan semakin rendah.  Nilai kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 2.45-3.58 %. Nilai kadar air tertinggi adalah arang aktif dengan perlakuan perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi selama 120 menit (A2B3). Nilai kadar air terendah adalah arang aktif dengan perlakuan tanpa  perendaman selama 120 menit (A1B3). Nilai kadar air arang aktif yang diperoleh telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) arang aktif teknis. SNI menetapkan kadar air arang aktif teknis maksimal 15%. Apabila dibandingkan dengan arang aktif komersial, arang aktif pada penelitian ini memiliki nilai kadar air yang rendah. Arang aktif komersial memiliki nilai kadar air sebesar 8.54%. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6), faktor perendaman asam fosfat, waktu aktivasi dan interaksi kedua faktor memberikan pengaruh yang nyata pada α = 0.05   terhadap nilai kadar air. Pengaruh perendaman asam fosfat memiliki kadar air yang tinggi. Hal ini disebabkan karena asam fosfat sebagai aktivator memiliki kemampuan dalam menyerap air akibat dari tereduksinya asam fosfat menjadi senyawa fosfat anhidrida yang bersifat memiliki kemampuan dalam menarik uap air (Sudrajat dan Suryani 2002 dalam Wibowo 2009). Proses menarinya uap air dapat terjadi ketika proses aktivasi maupun proses pendinginan. Semakin lama proses pendinginan maka  proses menarik uap air akan semakin tinggi sehingga menyebabkan kadar air meningkat. Berdasarkan uji Duncan (Lampiran 6), kadar air memiliki perbedaan yang nyata pada setiap taraf perlakuan. Arang aktif tanpa perendaman asam fosfat berbeda nyata terhadap waktu aktivasi 60 (A1B1), 90 (A1B2), dan 120 menit (A1B3). Arang yang direndam dengan asam fosfat berbeda nyata terhadap waktu aktivasi 60 (A2B1), 90 (A2B2), dan 120 menit (A2B3). Hubungan pengaruh 19  perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap kadar air arang aktif dapat dilihat pada Gambar 11. 4.00    ) 3.00    %    (   r    i    A2.00   r   a    d   a    K1.00 3.58 3.48 2.78 2.94 2.53 2.45 0.00 60 90 120 Waktu Aktifasi (menit) Tanpa perendaman asam fosfat Perendaman asam fosfat 15 % Gambar 11. Histogram hubungan antara pengaruh perendaman asama fosfat dan waktu aktivasi terhadap kadar air Pada arang aktif tanpa perendaman asam fosfat 60 (A1B1), 90 (A1B2) dan 120 menit (A1B3) terjadi penurunan kadar air. Semakin lama waktu proses aktivasi menyebabkan kandungan kadar air akan semakin rendah Rendahnya kadar air menunjukan bahwa kandungan air bebas dan air terikat yang terdapat pada bahan telah menguap saat proses aktivasi. Pada perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 60 menit (A2B2) berbeda nyata dengan perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 90 menit (A2B2). Hal ini diduga karena pada waktu 60 menit masih terdapat senyawa asam fosfat pada struktur arang. Pada waktu aktivasi 120 menit (A2B2) terjadi peningkatan kadar air. Peningkatan kadar air lebih disebabkan oleh sifat higroskopis arang aktif yang dapat menarik kandungan air. Semakin higroskopis suatu bahan maka kemampuan bahan untuk menarik kandungan air udara akan semakin tinggi. Menurut Hendra (2007), kadar air yang tinggi disebabkan oleh sifat higroskopis arang aktif dan juga adanya molekul uap air yang terperangkap di dalam kisi-kisi heksagonal arang aktif terutama pada saat proses pendinginan. Nilai kadar air yang diinginkan pada arang aktif adalah serendah-rendahnya yaitu pada perlakuan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi selama 120 menit. 1.3 Kadar Zat Terbang Kadar zat terbang merupakan parameter untuk mengukur banyaknya zat yang menguap pada saat proses pemanasan. Parameter tersebut dapat mengukur tingkat adsorpsi arang aktif. Semakin tinggi kadar zat terbang pada arang aktif maka sifat menyerap larutan dan gas akan semakin rendah. Kadar zat terbang merupakan zat yang dapat menguap sebagai hasil dekomposisi senyawa-senyawa yang masih terdapat di dalam arang selain air. Hasil penelitian menunjukan nilai kadar zat terbang arang aktif rata-rata berkisar antara 8.8310.66 %. Nilai kadar zat terbang tersebut masih memenuhi SNI arang aktif teknis. SNI menetapkan kadar zat terbang arang aktif maksimal 25%. Kadar zat terbang terendah adalah kadar zat terbang yang direndam asam fosfat dan waktu aktivasi selama 120 menit dengan nilai rata-rata sebesar 8.83%. Kadar zat terbang tertinggi adalah kandungan zat terbang yang diperlakukan tidak direndam asam fosfat dan waktu aktivasi selama 120 menit. Apabila dibandingkan dengan arang aktif komersial, kadar zat terbang arang aktif pada penelitian ini masih rendah. Nilai kadar zat terbang arang aktif komersial adalah 24.51%. 20 Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 7), faktor perendaman asam fosfat memberikan  pengaruh yang nyata pada α = 0.05  terhadap kadar zat terbang sedangkan waktu aktifasi dan interaksi kedua faktor tidak memberikan pengaruh yang nyata. Kadar zat terbang yang rendah disebabkan karena sedikitnya senyawa non karbon pada permukaan arang aktif yang dapat mengurangi kemampuan dalam menyerap larutan dan gas. Tanpa perendaman asam fosfat (A1) memiliki kadar zat terbang yang lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman asam fosfat. Perendaman dengan menggunakan asam fosfat (A2) mampu mengurangi senyawa non karbon yang menempel pada  permukaan arang aktif. Selain bersifat membersihkan senyawa non karbon pada permukaan arang aktif, asam fosfat juga mampu masuk ke permukaan dasar arang melalui pori-pori pada arang dan melindungi bahan dari panas sehingga mengurangi senyawa non karbon yang mudah menguap dan terbakar pada saat aktivasi. Menurut Hendra (2007), Tinggi rendahnya kadar zat terbang yang dihasilkan disebabkan karena permukaan arang masih tertutupi oleh atom H yang terikat kuat pada atom C pada permukaan arang aktif sehingga mempengaruhi daya serap. Hubungan pengaruh  perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap kadar zat terbang arang aktif dapat dilihat pada Gambar 12 12.00    )    %    ( 10.00   g   n   a 8.00    b   r   e    T 6.00    t   a    Z 4.00   r   a    d 2.00   a    K 10.25 8.98 9.96 10.66 8.89 8.83 0.00 60 90 120 Waktu Aktifasi (menit) Tanpa perendaman asam fosfat Perendaman asam fosfat 15 % Gambar 12. Histogram hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi terhadap nilai kadar zat terbang Waktu aktivasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar zat terbang. Hal tersebut diduga sebagian besar kandungan zat terbang menguap sebelumi suhu aktivasi tercapai sehingga hanya sebagian kecil bahan yang belum terdekomposisi oleh panas. Menurut Pari et al ., (2008), suhu dan lama waktu aktivasi tidak memberikan pengaruh proses penguapan senyawa non karbon yang terdapat pada permukaan arang aktif. 1.4 Kadar Abu Kadar abu merupakan komponen anorganik bahan yang tertinggal pada pemanasan 700 oC. Kadar abu arang aktif diuji untuk mengetahui kandungan oksida logam dalam bahan. Tingginya kadar abu pada arang aktif dapat mempengaruhi daya adsorpsi baik terhadapa larutan maupun gas. Abu yang terbentuk disebabkan karena bahan memiliki unsur mineral seperti kalsium, kalium, natrium, dan magnesium. Kandungan tersebut menyebar dalam kisi arang aktif sehingga menutupi pori arang aktif (Pari et al , 2001). Pada penelitian ini kadar abu yang diperoleh berkisar antara 5.54  –  7.63%. Nilai rata-rata terendah kadar abu adalah pada perlakuan arang yang tidak direndam dengan asam fosfat dengan 21 waktu aktivasi 60 menit (A1B1). Nilai tertinggi kadar abu berada pada perlakuan arang yang direndam asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit (A2B3). Nilai kadar abu pada penelitian ini masih dibawah nilai yang ditetapkan oleh SNI arang aktif teknis. Nilai kadar abu maksimal menurut SNI adalah sebesar 10%. Untuk arang aktif komersial, nilai kadar abu rata-rata sebesar 7.27 %. Pada  penelitian ini, nilai kadar abu arang komersial tidak jauh berbeda dengan nilai kadar abu yang 9.00 8.00    ) 7.00    %    ( 6.00   u    b5.00   a   r 4.00   a    d3.00   a    K 2.00 1.00 0.00 7.50 5.54 60 7.48 7.71 6.83 5.97 90 120 Waktu Aktifasi (menit) Tanpa perendaman asam fosfat Perendaman asam fosfat 15 % direndam asam fosfat. Hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap kadar air arang aktif dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Histogram hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap kadar abu Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 8), nilai kadar abu pada tingkat α = 0.05 terhadap pengaruh perendaman asam fosfat, waktu aktivasi dan interaksi kedua faktor memberikan  pengaruh yang nyata. Berdasarkan uji Duncan, perlakuan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 60 (A1B1), 90 (A1B2), dan 120 menit (A1B3) berbeda nyata. Perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 60 (A2B3) dan 90 (A2B2) tidak berbeda nyata akan tetapi berbeda nyata pada waktu aktivasi 120 menit (A2B3). Tanpa perendaman menyebabkan kandungan kadar abu semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu aktivasi. Hal ini disebabkan karena kandungan senyawa organik pada arang aktif akan semakin berkurang akan tetapi kandungan senyawa anorganik relatif tetap. Hal ini menyebabkan kandungan kadar abu akan semakin meningkat ketika senyawa organik semakin rendah. Nilai kadar abu dengan perlakuan perendaman asam fosfat lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa perendaman asam fosfat dan meningkat kadar abu arang aktif seiring dengan lamanya aktivasi. Hal ini diduga pada saat proses aktivasi, asam fosfat pada arang berinteraksi dengan tungku aktivasi yang menyebabkan terbentuknya oksida logam sehingga kandungan anorganik pada arang aktif lebih tinggi. Selain itu  juga adanya unsur fosfat pada arang aktif. Menurut Sudrajat (1979), kadar abu tinggi disebabkan oleh keberadaan garam-garam karbonat, fosfat, silikat, dan sulfat. Selain interaksi dengan tungku aktivasi, unsur kandungan fosfat akibat pengaruh perendaman juga menjadi salah satu faktor tingginya kadar abu. Semakin lama waktu aktivasi menyebabkan interaksi dengan tungku akan terus terjadi dan  proses pembentukan senyawa anorganik pada arang akan semakin tinggi. Suhu yang tinggi menyebabkan deposit atau endapan unsur anorganik lebih banyak menempel pada bahan. Tingginya kadar abu disebabkan oleh proses oksidasi terutama pada suhu tinggi (Sudrajat dan Suryani 2002 dalam Wibowo 2009). 22 1.5 Kadar Karbon Terikat Kadar karbon terikat merupakan komponen fraksi karbon (C) yang terdapat dalam bahan selain komponen air, abu, dan zat terbang. Semakin tinggi nilai kadar karbon terikat maka kemurnian  bahan terhadap fraksi karbon semakin tinggi. Nilai kadar karbon terikat pada penelitian ini memiliki nilai rata-rata sebesar 82.51- 84.21 %. Nilai tersebut telah memenuhi SNI arang aktif teknis yang menetapkan nilai kadar karbon terikat minimal sebesar 65%. Nilai kadar karbon terikat terendah terdapat pada perlakuan arang aktif tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi sebesar 120 menit (A1B3). Nilai kadar karbon terikat tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 60 menit (A1B1). Jika dibandingkan dengan arang aktif komersial, nilai kadar karbon terikat pada penelitian ini lebih tinggi. Nilai kadar karbon terikat pada arang aktif komersial rata-rata sebesar 68.22%. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 9), faktor perendaman asam fosfat, waktu aktivasi dan interaksi kedua faktor tidak memberikan pengaruh yang nyata pada α = 0.05 terhadap nilai kadar karbon terikat. Tinggi dan rendahnya kadar karbon terikat dipengaruhi oleh nilai kadar abu dan kadar zat terbang pada arang aktif. Semakin tinggi nilai kadar abu dan kadar zat terbang maka nilai kadar karbon terikat akan semakin rendah. Selain dipengaruhi oleh kadar zat terbang dan kadar abu, kadar karbon terikat juga dipengaruhi oleh kandungan selulosa dan lignin yang dapat dikonversi menjadi atom karbon. 1.6 Daya Serap Iod Daya serap iod merupakan salah satu parameter pengujian pada arang aktif untuk mengetahui kemampuan arang aktif dalam menyerap larutan iod. Pengujian ini mengindikasikan bahwa arang aktif mampu menyerap pengotor maupun zat warna dalam bentuk larutan. Daya serap iod menunjukkan kemampuan arang aktif yang memiliki ukuran molekul yang lebih kecil dari 10 Å atau memberikan indikasi jumlah pori yang berdiameter 10-15 Å (Rachmawati, 2004). Daya serap iod menjadi salah satu parameter utama yang digunakan untuk menentukan mutu arang aktif. Nilai daya serap iod pada penelitian ini memiliki nilai rata-rata sebesar 587.25  –   878.31 mg/g. Beberapa perlakuan pada penelitian ini belum memenuhi SNI arang aktif teknis. Nilai daya serap iod menurut SNI minimal 750 mg/g. Nilai daya serap iod terendah pada penelitian ini terdapat  pada perlakuan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 60 menit, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi selama 120 menit. Nilai daya serap iod yang telah memenuhi SNI yaitu perlakuan perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit, dan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi selama 120 menit. Nilai daya serap iod pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan arang aktif komersial.  Nilai daya serap iod pada arang aktif komersial adalah sebesar 326.36 mg/g. Semakin tinggi nilai daya serap iod maka semakin luas pembentukan pori-pori pada arang aktif yang dapat menyerap iod. Hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap daya serap iod arang aktif dapat dilihat pada Gambar 14. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 10), faktor perendaman asam fosfat, waktu aktivasi, dan interaksi kedua faktor memberikan pengaruh yang nyata pada α = 0.05   terhadap nilai daya serap iod. Perendaman asam fosfat memiliki pengaruh terhadap daya serap iod. Hal ini disebabkan karena asam fosfat sebagai aktivator bersifat melindungi arang pada saat aktivasi sehingga  pembentukan pori-pori arang aktif tidak terlalu banyak. Menurut Marsh et al., (2006), arang aktif dengan aktivator asam fosfat bersifat melindungi dari panas pada saat aktivasi. Selain itu juga diduga  perendaman asam fosfat mampu membentuk oksida logam yang dapat menutupi permukaan pori -pori arang aktif sehingga kemampuan arang aktif dalam menyerap iod lebih rendah. Perlakuan tanpa  perendaman asam fosfat, dapat membentuk pori-pori arang aktif lebih banyak. Hal ini disebabkan 23 karena tanpa perendaman asam fosfat, tidak terdapat senyawa kimia yang melindungi dari suhu tinggi saat proses aktivasi sehingga pembentukan pori-pori arang lebih banyak. Semakin lama waktu aktfasi maka kemampuan dalam menyerap iod akan semakin meningkat. Proses aktivasi yang lebih panjang dapat membentuk pori-pori dan pelat-pelat karbon menjadi lebih baik sehingga dapat meningkatkan daya serap terhadap larutan.    ) 1000.00   g    /   g 800.00   m    (    d 600.00   o    I   p   a 400.00   r   e    S   a 200.00   y   a    D 0.00 878.31 587.25 610.36 60 757.21 722.23 615.37 90 120 Waktu Aktifasi (menit) Tan a erendaman asam fosfat Perendaman asam fosfat 15 % Gambar 14. Histogram hubungan antara perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap daya serap iod Berdasarkan uji Duncan, nilai daya serap iod terhadap perlakuan tanpa direndam asam fosfat dengan waktu aktivasi 60 menit (A1B1) tidak berbeda nyata terhadap perlakuan perendaman asam fosfat dengan waktu aktfasi 60 (A2B1) dan 90 menit (A2B2). Perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 90 menit (A2B2) berbeda nyata dengan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 90 menit (A1B2). Berbeda nyata terhadap perlakuan perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit (A2B3) dan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 90 menit (A1B2). Perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit (A2B3) berbeda nyata dengan perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 90 menit (A2B2) tetapi tidak berbeda nyata perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit (A2B3) dengan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 90 menit (A1B2). Tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit (A1B3) memberikan pengaruh yang nyata terhadap keseluruhan perlakuan. Arang aktif yang baik adalah arang aktif yang memiliki kemampuan dalam menyerap iod lebih tinggi. Daya serap iod tertinggi adalah pada perlakuan tanpa perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi selama 120 menit (A1B3). 1.7 Daya Serap Benzena Daya serap benzena merupakan parameter uji yang dilakukan pada arang aktif untuk mengetahui kemampuan arang aktif dalam menyerap gas. Penetapan daya serap benzena memberikan indikasi kemampuan arang aktif dalam menyerap gas yang bersifat non polar dengan ukuran molekul kurang dari 6 Å (Rachmawati, 2004). Pada penelitian ini, daya serap benzena memiliki nilai rata-rata berkisar 12.76  –   20.14 %. Daya serap benzena tersebut masih belum memenuhi SNI arang aktif teknis. SNI menetapan arang aktif memiliki kemampuan dalam menyerap benzena minimal 25%. Nilai terendah daya serap  benzena terdapat pada perlakuan tanpa perendaman dengan waktu aktivasi selama 60 menit. Nilai tertinggi daya serap benzena terdapat pada perlakuan tanpa perendaman dengan waktu aktivasi selama 120 menit. Apabila dibandingkan dengan arang aktif komersial, nilai daya serap benzena pada  penelitian ini masih lebih tinggi. Nilai daya serap benzena arang aktif komersial rata-rata sebesar 9.95%. 24 Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 11), faktor perendaman asam fosfat, waktu aktivasi, serata interaksi kedua faktor memberikan pengaruh yang nyata pada α = 0.05  terhadap nilai daya serap benzena. Terdapat kecenderungan semakin lama waktu aktivasi maka daya serap benzena akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena terjadinya pembentukan struktur pori-pori pada  permukaan arang aktif yang berukuran 6 Å semakin banyak. Waktu aktivasi yang lebih lama menyebabkan terjadi struktur pori-pori pada pelat-pelat heksagonal semakin baik. Hal ini disebabkan karena banyaknya senyawa hidrokarbon, ter dan senyawa organik lainnya untuk keluar saat aktivasi Hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap daya serap benzena arang aktif dapat dilihat pada Gambar 15. 25.00    )    %    ( 20.00   a   n   e   z   n   e 15.00    B   p   a 10.00   r   e    S   a   y 5.00   a    D 20.14 15.12 12.76 13.06 16.39 14.24 0.00 60 90 120 Waktu Aktifasi (menit) Tanpa perendaman asam fosfat Perendaman asam fosfat 15 % Gambar 15. Histogram hubungan antara perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap daya serap benzena Hasil uji Duncan menunjukan bahwa setiap taraf perlakuan berbeda nyata satu dengan yang lainnya. Arang aktif tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 60 menit (A1B1) berbeda nyata dengan perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 60 menit (A2B1). Perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 90 menit (A2B2) berbeda nyata dengan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 90 menit (A1B2). Perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit (A2B3) berbeda nyata terhadapt tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit (A1B3). Kemampuan arang aktif dalam menyerap senyawa benzena masih rendah. Hal tersebut menggambarkan bahwa arang aktif pada penelitian ini tidak cocok digunakan sebagai adsorben dalam  penyerap gas. Selain itu kemampuan arang aktif yang rendah dalam menyerap benzena menggambarkan bahwa arang aktif lebih bersifat polar. 1.8 Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu pengukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat keasaman suatu bahan. Derajat keasaman pada arang aktif penting dilakukan terutama pada saat aplikasi arang aktif. Pada penelitian ini, nilai pH arang aktif rata-rata berkisar antara 5.70-9.42.  Nilai pH terendah terdapat pada perlakuan arang aktif yang direndam asam fosfat dengan waktu aktivasi selama 60 menit. Nilai pH arang aktif tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit. Nilai pH rata-rata arang aktif komersial tinggi yaitu sebesar 9.19. Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan arang aktif tanpa perendaman asam fosfat. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 12), faktor perlakuan perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi berbeda nyata pada α = 0.05 terhadap nilai pH arang aktif. Interaksi kedua faktor 25 tidak memberikan pengaruh yang nyata. Berdasarkan uji Duncan, faktor perendaman asam fosfat (A2) berbeda nyata dengan tanpa perendaman asam fosfat (A1). Waktu aktivasi selama 60 (B1), 90 (B2), dan 120 menit (B3) berbeda nyata. Ada kecenderungan semakin lama waktu aktivasi maka nilai  pH akan semakin tinggi. Meningkatnya nilai pH diduga oleh reaksi reduksi air (uap air) saat proses aktivasi yang menyebabkan meningkatnya kandungan ion OH -. Semakin lama aktivasi menyebabkan reaksi reduksi akan terus terjadi dan kandungan ion OH -  pada permukaan arang aktif akan semakin tinggi sehingga mempengaruhi nilai pH arang aktif. Perendaman dengan menggunakan asam fosfat cenderung menurunkan nilai pH dan terjadi peningkatan nilai pH seiring dengan meningkatnya waktu aktivasi. Hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap derajat keasaman (pH) arang aktif dapat dilihat pada Gambar 16. 10.00 9.02 8.45 8.00 6.21 5.69    H 6.00   p    i   a    l    i 4.00    N 9.42 6.69 2.00 0.00 60 90 120 Waktu Aktifasi (menit) Tanpa perendaman fosfat Perendaman Asam fosfat 15 % Gambar 16. Histogram hubungan antara perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap derajat keasaman (pH) arang aktif 1.9 Arang Aktif Terbaik Arang aktif merupakan arang yang memiliki kemampuan dalam menyerap larutan maupun gas. Arang aktif terbaik pada penelitian ini adalah arang aktif yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam daya serap iod. Daya serap iod tertinggi adalah perlakuan arang aktif tanpa perendaman dengan waktu aktivasi 120 menit (A1B3). Perbandingan arang aktif terbaik dengan Standar Nasional Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Pada perlakuan tersebut diketahui bahwa arang aktif yang dihasilkan telah membentuk pori pori yang lebih banyak sehingga arang aktif tersebut dapat digunakan sebagai adsorben dalam bentuk cairan. Arang aktif terbaik tersebut akan dilakukan uji Scanning Electron Microscop (SEM) dan derajat kristalinitas. Arang aktif terbaik akan dibandingkan dengan bentuk arang sebelum diaktivasi. Tabel 4. Perbandingan Mutu Arang Aktif Terbaik Dengan Standar Nasional Indonesia Arang aktif Parameter Arang aktif SNI terbaik 06-3730-1995 Kadar air (%) 2.45 Mak. 15 Kadar zat terbang (%) 10.66 Mak. 25 Kadar abu (%) 6.83 Mak. 10 Karbon karbon terikat (%) 82.51 Min. 65 Daya serap I2 (mg/g) 878.31 Min. 750 Daya serap benzena (%) 20.14 Min. 25 26 1.9.1 Penampakan Arang dan Arang Aktif terbaik Scanning Electron Microscop (SEM) merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui bentuk permukaan suatu bahan yang memiliki ukuran sangat kecil. Pengujian arang menggunakan SEM bertujuan untuk mengetahui bentuk perubahan permukaan arang saat proses karbonisasi dan aktivasi. Arang aktif merupakan arang yang memiliki pori-pori yang banyak sehingga dapat berfungsi sebagai adsorben. Pengujian penampakan arang dan arang aktif dilakukan pada pembesar 1000 kali. Pada Gambar 17 tersebut terdapat perbedaan struktur pori arang dan arang aktif tempurung kelapa sawit. Pada arang kelapa sawit terbentuk pori-pori yang tidak sebanyak arang aktif kelapa sawit. Pada arang masih terdapat struktur pori yang masih kecil sehingga kemampuan dalam menyerap larutan dan gas masih rendah. Untuk arang aktif kelapa sawit dengan perlakuan tanpa  perendaman dengan waktu aktivasi selama 120 menit (A1B3) telah membentuk struktur pori yang lebih luas dan menyebar diseluruh permukaan arang. Semakin banyak struktur pori pada  permukaan arang aktif maka kemampuan dalam menyerap cairan dan gas akan semakin tinggi. Proses karbonisasi dan aktivasi mempengaruhi struktur pori-pori suatu bahan. Pori-pori terbentuk dari penguapan zat terbang serta terdegradasinya senyawa organik oleh panas. Menurut Novicio et al.,  (1998), terbentuknya pori karena adanya penguapan zat terbang yang terkandung di dalam  bahan baku yang disebabkan oleh proses karbonisasi. Pori-pori yang terbentuk diperkirakan sebesar 6-15 Å. Hal ini bisa terlihat dari pengujian daya serap iod dan daya serap benzena. Semakin banyak pori-pori yang terbentuk pada permukaan arang aktif maka kemampuan dalam menyerap larutan dan gas akan semakin meningkat . Pori-pori yang terbentuk memiliki gaya van der walls yaitu gaya yang dapat menarik molekul sehingga terjadi peristiwa adsorpsi. (a) Keterangan : (b) : pori-pori : Abu Gambar 17. (a) arang tempurung kelapa sawit dan (b) arang aktif tempurung kelapa sawit  pembesaran 1000 kali Proses karbonisasi pada arang menggunakan suhu 450 oC dan proses aktivasi arang aktif menggunakan suhu 800 oC. Perbedaan suhu yang digunakan menyebabkan terbentuknya pengotor yang diduga merupakan abu. Abu merupakan hasil degradasi senyawa anorganik atau mineral oleh suhu tinggi. Terbentuknya abu pada arang dan arang aktif dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar yang berwarna putih diduga adalah kandungan abu yang menempel pada bahan. Pada gambar terlihat bahwa kandungan abu pada arang lebih rendah dibandingkan pada arang aktif. Terbentuknya abu pada permukaan arang disebabkan oleh proses karbonisasi yang dilakukan pada suhu 450 oC. Abu pada arang lebih sedikit dibandingkan dengan arang aktif. Hal ini disebabkan karena suhu yang digunakan saat proses karbonisasi cenderung masih rendah sehingga senyawa mineral pada arang masih belum terdegradasi sempurna. Pada arang aktif, terbentuknya abu cenderung lebih banyak sehingga menyebabkan tertutupi struktur pori-pori yang terbentuk. 27 Penggunaan suhu tinggi dan waktu aktivasi yang lebih panjang menyebabkan proses degradasi senyawa anorganik lebih banyak. Degradasi oleh suhu tinggi menyebabkan endapan anorganik yang lebih banyak menempel pada bahan. Oleh sebab itu semakin tinggi suhu yang digunakan maka abu yang terbentuk akan semakin tinggi. 1.9.2 Derajat Kristalinitas Derajat kristalinitas merupakan salah satu uji untuk mengetahui struktur kristalit suatu bahan apakah bahan tersebut memiliki struktur kristalinitas yang tinggi. Derajat kristalit dihitung dengan cara membandingkan bagian kristalin dengan jumlah bagian kristal dan bagian amorf pada bahan. Semakin tinggi derajat kristalinitas maka tinggi pula tingkat keteraturan struktur suatu bahan. Uji derajat kristalinitas dilakukan dengan menggunakan alat X-Ray Difractometer (XRD). Prinsip kerja alat tersebut adalah dengan cara menyinari bahan dengan sinar X. Sinar X yang datang akan diteruskan dan direfleksikan. Intensitas sinar X yang datang akan lebih tinggi dibandingkan dengan sinar X yang direfleksikan. Hal tersebut disebabkan karena terdapat  penyerapan oleh bahan dan juga dipantulkan oleh atom-atom dalam bahan. Grafik derajat kristalinitas bahan baku, arang dan arang aktif terbaik dapat dilihat pada Gambar 19.   s   a    t    i   s   n   e    t   n    I 2theta (deg) Keterangan : = Tempurung kelapa sawit = Arang tempurung kelapa sawit = Arang aktif terbaik (A1B3) Gambar 18. Grafik kristalinitas bahan baku, arang dan arang aktif terbaik Pada Gambar 18, terlihat bahwa bentuk grafik derajat kristalinita berbeda antara bahan baku dan arang baik arang sebelum diaktivasi maupun setelah diaktivasi. Derajat kristalinitas pada  bahan baku dan arang sebelum diaktivasi sebesar 33.35% dan 29.65%. Bahan baku tempurung kelapa sawit memiliki derajat kristalinitas lebih tinggi dibandingkan arang hasil karbonisasi. Derajat kristalinitas pada bahan baku lebih tinggi disebabkan oleh kandungan holoselulosa. Holoselulosa merupakan jumlah dari polisakrida dalam kayu yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa (Lestari, 2012). Holoselulosa bagian dari serat yang bebas dari lignin. Semakin  banyak kandungan holoselulosa maka semakin tinggi derajat kristalinitas. Hal ini sesuai dengan  penelitian yang telah dilakukan oleh Pari (2004) bahwa derajat kristalinitas pada bahan baku lebih didominasi oleh kandungan holoselulosa. 28 Pada arang terjadi penurunan derajat kristalinitas. Hal ini disebabkan oleh terjadi degradasi oleh panas yang menyebabkan kandungan holoselulosa berkurang sehingga akan membentuk kristal baru. Kandungan holoselulosa berkurang disebabkan oleh panas saat proses karbonisasi  pada suhu 450oC. Menurut Pari (2004), kandungan holoselulosa pada bahan akan terdegradasi  pada suhu 300oC. Pada proses karbonisasi, suhu yang digunakan lebih tinggi sehingga proses  penguraian holoselulosa akan semakin banyak. Terjadinya perbedaan derajat kristalinitas juga dapat dilihat dari pergeseran sudut difraksi dari 22.08 o  menjadi 23.39 o  serta terbentuknya sudut  baru pada 44o  pada arang tempurung kelapa sawit. Pada arang aktif terjadi peningkatan derajat kristalinitas hingga mencapai 39.89%. Peningkatan derajat kristalinitas lebih disebabkan oleh  banyaknya struktur karbon yang terbentuk dari proses aktivasi. Peningkatan derajat kristalinitas arang aktif terbaik disebabkan oleh pergeseran sudut difraksi menjadi 23.78 o dan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas arangnya. Struktur kristalin dan lapisan aromatik dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Struktur kristalin dan lapisan aromatik pada bahan baku, arang, dan arang aktif terbaik tempurung kelapa sawit Bahan Tempurung Kelapa Sawit Arang TKS Arang Aktif TKS X (%) 2θ(002) (o) d (θ(002)) 2θ(100) (o) d (θ(100)) (nm) (nm) Lc (nm)  N La (nm) 33.95 22.08 0.40 - - 2.03 5.04 - 29.65 39.89 23.39 23.78 0.38 0.37 22 22 0.206 0.206 1.46 1.54 3.84 4.12 5.83 11.44 Proses karbonisasi dan aktivasi menyebabkan jarak antar lapisan aromatik (d) semakin sempit. Terjadi penurunan jarak antar lapisan aromatik dari bahan baku menjadi arang adalah 0.40 nm menjadi 0.38 nm. Arang aktif yang dihasilkan memiliki nilai d terendah yaitu sebesar 0.38 nm. Pada arang aktif, nilai d semakin rendah hingga menjadi 0.37 nm . Penurunan jarak antar lapisan aromatik menyebabkan struktur kristalit semakin teratur sehingga nilai derajat kristalinitas semakin tinggi. Selain jarak antar lapisan, nilai tinggi lapisan aromatik (Lc) menyebabkan tingkat derajat kristalinitas semakin tinggi yang ditandai dengan meningkatnya nilai intensitas. Pada arang sebelum diaktivasi, nilai Lc sebesar 1.46 nm dan meningkat menjadi 1.54 nm ketika arang diaktivasi. Pada bahan baku nilai Lc lebih tinggi dibandingkan dengan arang dan arang aktif. Tinggi lapisan ini lebih disebabkan oleh kandungan penyusun bahan yang terdiri holoselulosa. Menurut Byrne et al . (1997), meningkatnya nilai Lc menggambarkan ikatan antar atom karbon meregang sehingga jarak antar lapisan atomnya bertambah panjang. Hal yang sama juga terjadi  peningkatan jumlah lapisan aromatik (N) arang yaitu pada 3.84 menjadi 4.12 sedangkan pada  bahan baku jumlah lapisan aromatik lebih besar yang disebabkan oleh kandungan penyusun bahan  baku. Bertambahnya jumlah lapisan aromatik menyebabkan derajat kristalinitas semakin tinggi. Pada lebar lapisan aromatik (La) terjadi pelebaran lapisan aromatik dari 5.83 menjadi 11.44 nm sedangkan pada bahan baku tidak terlihat lebar lapisan aromatik. Terjadi pelebaran lapisan aromatik lebih disebabkan oleh suhu. Menurut Kercher et al . (2003), peningkatan suhu mengakibatkan terjadinya pergesaran lapisan antar kristalit dan membentuk kristal baru. Proses karbonisasi dan aktivasi menyebabkan terjadi pergeseran antar lapisan kristalit sehingga membentuk kristal baru yang menyebabkan derajat kristalisasi semakin tinggi. 29 2. Aplikasi Arang Aktif Terbaik Sebagai Adsorben Dalam Pemurnian Biodiesel Arang aktif terbaik diuji untuk memurnikan biodiesel. Aplikasi arang aktif untuk memurnikan biodiesel bisa digunakan dari biodiesel berbahan dasar jenis lainnya. Pada penelitian ini model biodiesel yang digunakan berasal dari minyak olein kelapa sawit. Biodiesel tersebut diperoleh dari instansi penelitian yaitu Surfactan and Bioenergi Research Center  (SBRC). Biodiesel ini dipilih disebabkan karena proses produksi yang dilakukan hanya melalui proses transesterifikasi tanpa melalui proses esterifikasi. Proses transesterfikasi tersebut disebabkan kandungan asam lemak bebas yang kurang dari 2.5%. Jika kandungan asam lemak bebas lebih dari 2.5 %, maka proses pembuatan  biodiesel harus melewati proses esterifikasi. Proses transesterifikasi menyebabkan waktu yang digunakan untuk proses produksi tidak terlalu lama dan bahan yang digunakan untuk proses produksi tidak terlalu banyak. Dalam proses pemurnian, biodiesel yang digunakan adalah biodiesel kasar ( crude biodiesel ). Biodiesel kasar merupakan biodiesel yang belum dimurnikan setelah proses pemisahan gliserol. Sebelum dilakukan proses pemurnian biodiesel, terlebih dahulu arang aktif dinetralkan. Arang aktif terbaik memiliki nilai pH tinggi dan bersifat basa. Suasana basa pada arang aktif dapat mempengaruhi nilai pH biodiesel. Biodiesel yang siap digunakan harus memiliki nilai pH netral yaitu tujuh. Apabila biodiesel tersebut memiliki pH dengan kondisi asam atau basa maka dapat menyebabkan korosi pada mesin sehingga menimbulkan kerusakan mesin. Proses penetralan arang aktif dilakukan dengan menggunakan air destilat. Air destilat digunakan karena cairan tersebut tidak memiliki unsur-unsur mineral yang dapat mempengaruhi kemampuan dalam menyerap cairan dan gas. Adanya unsur-unsur mineral dapat menutupi permukaan  pori-pori yang terbentuk pada arang aktif. Proses penetralan arang aktif dengan air destilat yang akan diaplikasikan juga dilakukan oleh (Rachmawati 2004) dan (Wibowo, 2009). Fadhil et al   (2012) melakukan proses penetralan arang aktif sebelum diaplikasikan dengan menggunakan HCl. Setelah proses penetralan pH, maka dilakukan proses pengeringan. Proses tersebut dilakukan untuk menguapkan air destilat pada arang aktif . Proses pengeringan dilakukan selama tiga jam pada suhu 105oC dalam oven pengering. Setelah proses pengeringan maka dilakukan proses penggilingan hingga lolos ayakan 100 mesh. Penggilingan arang aktif bertujuan untuk meningkatkan luas  permukaan bidang kontak antara adsorben dengan adsorba t (biodiesel). Penambahan arang aktif untuk memurnikan biodiesel sebesar 1%, 2%, dan 3% berdasarkan  bobot biodiesel. Biodiesel dihomogenkan dengan arang aktif selama 20 menit dengan kecepatan konstan sehingga terjadi kontak antara pengotor pada biodiesel dengan arang aktif. Setelah itu, campuran yang homogen didekantasi yang bertujuan untuk mengendapkan arang aktif pada dasar sehingga memudahkan proses pemisahan biodiesel dengan arang aktif. Biodiesel dengan arang dipisahkan dengan kertas saring berabu untuk memisahkan arang aktif dengan biodiesel. Parameter uji  pemurnian biodiesel meliputi bilangan asam, kejernihan, dan nilai pH. 2.1. Bilangan Asam Bilangan asam merupakan jumlah milligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terkandung dalam satu gram minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Bilangan asam menjadi salah satu parameter penting terhadap mutu biodiesel. Bilangan asam menunjukan jumlah asam lemak bebas yang masih tersisa setelah proses transesterifikasi. Bilangan asam yang tinggi menyebabkan terjadi suasana asam pada biodiesel sehingga terjadi korosi pada sistem injeksi bahan  bakar. Pada penelitian ini, nilai bilangan asam biodiesel sebelum dan setelah pemurnian rata-rata  berkisar 0.78-0.22 mg KOH/gram. Nilai bilangan asam tertinggi adalah bilangan asam yang belum dimurnikan (biodiesel kasar) yaitu sebesar 0.78 mg KOH/gram. Nilai bilangan asam terendah adalah  bilangan asam yang dimurnikan dengan menggunakan arang aktif sebanyak 3 % (b/b) yaitu sebesar 30 0.22 mg KOH/gram. SNI menetapkan bahwa biodiesel memiliki kandungan bilangan asam maksimal 0.8 mg KOH/gram. Terjadi penurunan bilangan asam ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspaningrum (2007) dan Fadhil et al., (2012). Puspaningrum (2007), melakukan pemurnian biodiesel dari minyak jarak pagar dengan berbagai jenis adsorben. Jenis adsorben arang aktif komersial mampu mengurangi bilangan asam biodiesel menjadi 0.338 mg KOH/gram minyak. Fadhil et al.,  (2012), melakukan pemurnian biodiesel dari minyak bekas penggorengan dengan arang aktif bekas limbah teh mampu menurunkan bilangan asam menjadi 0.092 mg KOH/gram minyak. Perbedaan nilai  bilangan asam dari penelitian tersebut dipengaruhi oleh proses produksi biodiesel dan karakteristik  bahan yang digunakan. Pemurnian menggunakan arang aktif menghasilkan biodiesel dengan kandungan asam lemak bebas lebih rendah dari biodiesel kasar dan biodiesel cuci. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 13) menunjukkan, pengaruh proses pemurnian biodiesel pada α = 0.05 memberikan  pengaruh yang nyata terhadap bilangan asam biodiese l. Berdasarkan hasil uji Duncan, arang aktif yang ditambahkan sebesar 3% berbeda nyata dengan penambahan arang aktif 1%, 2%, pencucian air, dan biodiesel kasar. Arang aktif sebanyak 1% dan 2% tidak berbeda nyata. Arang aktif sebesar 2% belum mampu mengurangi kandungan asam lemak bebas yang terkandung dalam biodiesel. Hal ini lebih disebabkan oleh luas permukaan arang aktif yang ditambahkan masih sama dalam menyerap asam lemak bebas. Pada penambahan arang aktif sebesar 3% mampu mengurangi kandung asam lemak bebas pada biodiesel. Penambahan 3% arang aktif menyebabkan permukaan arang aktif akan semakin luas sehingga dapat menyerap kandungan asam lemak bebas. Proses pencucian dengan air akan berbeda nyata terhadap arang aktif 1%, 2%, 3% dan biodiesel kasar. Pengaruh proses pemurnian biodiesel terhadap bilangan asam dapat dilihat pada Gambar 19.    ) 0.90   m0.80   a   r   g0.70    /    H    O0.60    K   g0.50   m    ( 0.40   m   a   s 0.30    A   n0.20   a   g   n0.10   a    l    i 0.00    B 0.80 0.78 0.55 0.45 0.45 0.22 Biodiesel kasar Biodiesel cuci Arang aktif 1% Arang aktif 2% Arang aktif 3% SNI Pemurnian biodiesel Gambar 19. Histogram bilangan asam berdasarkan proses pemurnian biodiesel Penggunaan arang aktif terbaik lebih efektif dalam menurunkan bilangan asam dibandingkan dengan pencucian air sebanyak tiga kali. Hal ini diduga karena arang aktif memiliki pori-pori yang mampu menarik dan mengikat asam lemak bebas yang terkandung dalam biodiesel. Proses adsorpsi terjadi secara fisik disebabkan karena adanya perbedaan atau gaya tarik menarik elektrik (gaya Van der Walls) yang dimiliki oleh pori-pori arang aktif (Wibowo, 2009). Menurut Ketaren (1986), adsorben akan menyerap suspensi koloid (gum dan resin), asam lemak bebas serta hasil oksidasi minyak seperti peroksida. Semakin tinggi jumlah arang aktif yang ditambahkan pada biodiesel maka kontak antara asam lemak bebas dengan arang aktif lebih luas sehingga mampu mengurangi bilangan 31 asam. Bilangan asam yang dingiinkan pada produk biodiesel seminimal mungkin. Pada penelitian ini  penambahan 3% arang aktif memberikan hasil terbaik. 2.2 Kejernihan Kejernihan menjadi parameter uji untuk mengetahui tingkat kekeruhan atau pengotor pada  biodiesel. Pengujian kejernihan menggunakan alat spektrofotometer. Semakin tinggi nilai kejernihan maka tingkat kekeruhan serta pengotor pada biodiesel akan semakin rendah. Kejernihan biodiesel  pada penelitian ini berkisar antara 57.99 –  72.04%. Nilai kejernihan terendah adalah biodiesel sebelum dimurnikan yaitu 57.99%. Nilai kejernihan tertinggi adalah biodiesel yang dimurnikan dengan  pencucian air. Arang aktif yang digunakan sebagai adsorben dalam pemurnian ini menghasilkan nilai kejernihan 65.21 - 65.43%. Pada penelitian ini terjadi perbedaan nilai kejernihan sebelum dan setelah  pemurnian. Perbedaan kejernihan disebabkan oleh adanya kandungan pengotor yang diduga merupakan sabun, sisa gliserol, dan sisa katalis, serta kandungan zat anorganik yang tercampur pada  biodiesel. Biodiesel yang diinginkan adalah biodiesel yang memiliki kandungan pengotor yang rendah sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan mesin. Berdasarakan analisis sidik ragam (Lampiran 14), proses pemurnian biodiesel memberikan  pengaruh yang nyata pada α = 0.05 terhadap nilai kejernihan. Hasil uji Duncan didapatkan bahwa  perlakuan permurnian dengan arang aktif serta penambahan arang aktif sebesar 1%, 2%, dan 3% memiliki tingkat kejernihan yang tidak berbeda nyata. Akan tetapi penambahan arang aktif berbeda nyata dengan biodiesel sebelum dimurnikan (biodiesel kasar) dan pemurnian dengan pencucian air. Pengaruh pemurnian biodiesel terhadap kejernihan dapat dilihat pada Gambar 20. 80 72.04 70    i   s 60    i   m   s 50   n   a   r    T40    %    i 30   a    l    i    N20 65.32 65.21 65.42 Arang aktif 1% Arang aktif 2% Arang aktif 3% 57.99 10 0 Biodiesel kasar Biodiesel cuci Pemurnian biodiesel Gambar 20. Histogram kejernihan berdasarkan proses pemurnian biodiesel Penambahan arang aktif mampu meningkatkan nilai kejernihan pada biodiesel. Hal ini diduga arang aktif memiliki kemampuan dalam menyerap zat pengotor pada biodiesel akibat terbentuknya struktur pori pada permukaan arang aktif. Terbentuknya struktur pori menyebabkan adanya gaya tarik antara adsorben dengan adsorbat sehingga dapat mengurangi pengotor pada  biodiesel. Pemurnian biodiesel dengan pencucian air memiliki tingkat kejernihan yang tinggi. Hal ini diduga bahwa proses pencucian dengan air dapat memisahkan pengotor baik terutama kandungan anorganik biodiesel sehingga menyebabkan tingkat kejernihan lebih tinggi. Pengotor pada biodiesel akan terbawa oleh air ketika biodiesel dipisahkan dari air pencucian. 32 2.3 Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman merupakan salah satu parameter uji untuk mengetahui keasaman suatu  bahan. Nilai pH yang tinggi mengindikasikan adanya sisa katalis atau sabun yang terbentuk pada saat  proses transesterifikasi. Nilai pH tinggi pada biodiesel dapat terjadi korosi dan kerusakan mesin.  Nilai pH pada penelitian ini rata-rata berkisar antara 7.26  –   8.03. Nilai pH terendah terdapat  pada biodiesel yang dicuci dengan air yaitu sebesar 7.26 dan yang tertinggi adalah biodiesel kasar. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 15) , nilai pH biodiesel pada tingkat α = 0.05 berbeda nyata. Proses pemurnian cenderung menurunkan nilai pH pada biodiesel. Biodiesel setelah dimurnikan memiliki pH netral. Nilai pH netral menunjukan bahwa tidak adanya sisa katalis dalam  biodiesel. Berdasarkan uji Duncan, biodiesel kasar, cuci, dan penambahan arang aktif 1%, 2%, dan 3% berbeda nyata. Nilai pH biodiesel kasar masih dalam kondisi basa dengan nilai pH rata-rata 8.03  Nilai tersebut menunjukan bahwa pada biodiesel terdapat sisa katalis atau sabun. Sisa katalis atau sabun pada biodiesel kasar tidak terlalu tinggi sehingga proses pemurnian biodiesel tidak terlalu sulit. Pemurnian dengan cara dicuci menggunakan air sebanyak tiga kali cenderung nilai pH biodiesel sudah netral yaitu mendekati nilai tujuh. Hal ini disebabkan karena sisa katalis atau kandungan sabun pada  biodiesel telah tercampur dengan air sehingga mengurangi sifat alkalinitas pada biodiesel tersebut. Pemurnian dengan menggunakan arang aktif juga menyebabkan nilai pH netral. Penggunaan arang aktif sebagai adsorben dapat menurunkan nilai pH. Hal ini diduga karena arang aktif memiliki pori pori pada permukaan sehingga terjadi gaya tarik terhadap sisa katalis atau sabun yang terbentuk pada  biodiesel. Pengaruh pemurnian biodiesel terhadap nilai pH dapat dilihat pada Gambar 21. 8.20 8.03 8.00 7.80    H7.60   p    i   a    l    i 7.40    N 7.41 7.36 7.26 7.29 7.20 7.00 6.80 Biodiesel kasar Biodiesel cuci Arang aktif 1% Arang aktif 2% Arang aktif 3% Pemurnian Biodiesel Gambar 21.Histogram nilai pH biodiesel berdasarkan proses pemurnian biodiesel Menurunnya nilai pH biodiesel juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Puspaningrum (2007). Penambahan arang aktif komersial mampu menurunkan nilai pH biodiesel minyak jarak pagar. Akan tetapi nilai pH masih dalam alkalinitas yang tinggi. Hal ini dapat terjadi karena penambahan jumlah katalis yang digunakan, perlakuan saat proses pembuatan biodiesel, serta karakteristik minyak yang akan dikonversi menjadi biodiesel. 33 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Tempurung kelapa sawit dapat dijadikan sebagai arang aktif. Arang aktif tempurung kelapa sawit pada penelitian ini memiliki karakteristik antara lain rendemen 56.25  –  75.48 %. kadar air 2.453.58 %, kadar zat terbang 8.83 - 10.66%, kadar abu 5.54  –   7.63%, kadar karbon terikat 82.51  –  84.21 %, daya serap iod 587.25  –   878.31 mg/g, daya serap benzena 12.76-20.14%, dan derajat keasaman (pH) 5.70 - 9.42. Perlakuan perendaman asam fosfat tidak memberikan mutu yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa perendaman asam fosfat. Waktu aktivasi yang lebih lama dapat meningkatkan mutu arang aktif. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa arang aktif terbaik adalah arang aktif yang dihasilkan dari perlakuan tanpa perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi 120 menit yang memiliki daya serap iod tertinggi sebesar 878.31 mg/g. Arang aktif yang dihasilkan efektif dalam menyerap komponen dalam bentuk cair. Setelah dilakukan uji Scanning Electron Microscop   (SEM) dan X-Ray Difractometer arang aktif terbaik memiliki pori-pori yang lebih luas dan memiliki derajat kristalinitas sebesar 39.89 % lebih tinggi dibandingkan bahan baku tempurung kelapa sawit dan arang sebelum diaktivasi. Arang aktif terbaik diaplikasikan untuk memurnikan biodiesel. Hasil penelitian menunjukan  biodiesel memiliki karakteristik bilangan asam 0.78-0.22 mg/KOH, kejernihan 57.99-72.04%, dan derajat keasaman (pH) 7.26- 8.03. Penambahan arang aktif sebanyak 3% (b/b) mampu mengurangi  bilangan asam 0.22 mg/KOH, kejernihan 65.43%, dan derajat keasa man (pH) biodiesel 7.29. B. SARAN Arang aktif tempurung kelapa sawit yang dihasilkan dari perlakuan perendaman asam fosfat memiliki mutu arang aktif yang rendah dibandingkan dengan tanpa perendaman asam fosfat. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sebagai berikut: 1. Membandingkan jenis-jenis aktivator untuk menghasilkan arang aktif sehingga didapatkan  jenis aktivator yang tepat untuk produksi arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa sawit. Jenis aktivator yang digunakan yang disarankan adalah asam atau basa kuat seperti H2SO4, HNO3, KOH, dan NaOH. 2. Perlu dilakukan penelitian pengaruh metode pencucian terhadap mutu arang aktif 3. Membandingkan arang aktif yang diaktivasi kembali setelah digunakan dalam pemurnian  biodiesel sehingga diperoleh kondisi arang aktif yang tidak dapat digunakan kembali sebagai adsorben. 34 DAFTAR PUSTAKA Adinata D, Dud W.M.A.W, and Aroua M.K . 2007.  Preparation and characterization of activated carbon from palm shell by chemical activation with K 2CO3. Journal Bioresource Technology 98 : 145-149. Asano N, Nishimura J, Nishimiya K, Hata T, Imamura Y, Ishihara S, and B Tomita. 1999.  Formaldehyde Reduction In Indoor Enviroments by Wood Charcoals . Dalam Pari G. 2007. Teknologi Pembuatan dan Uji Mutu Arang, Briket Arang, dan Arang Aktif . Seminar Tenaga Teknis Penguji HHBK. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Palembang Azah D dan J.S Rudiyanto. 1984.  Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Inti Sawit . Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Medan Baker F.S, C.E. Miller, A.J. Repik, and E.D.Tollens.1997 .Activated Carbon . Di dalam Di Dalam Rasjiddin I. 2006.  Pembuatan Arang Aktif Dari Tempurung Biji Jambu  Mede ( Anacardium occidentale) Sebagai Adsorben Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Byrne C.E and D.C Nagle.1997. Carbonized Wood Monolits Characterization . Carbon. 35 (2): 267273. Compete.2009.Competence  Platform on Energy Crop and Agroforestry System for Arid and Semi  Arid Ecosystem-Africa .Dalam Rahman. 2011. Uji Keragaan Biopelet Dari Biomassa Limbah Sekam Padi (Oryza sativa sp) Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan . Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Dabrowski A, Podkoscielny P, Hubicki Z, and Barczak M. 2005.  Adsorption of Phenolic Compounds by Activated Carbon . Di dalam Wang Peng, Liu Q.S, Zheng T, Guo L. 2010.  Preparation and Characterization of Activated Carbon From Bamboo by microwave-Induced Phosphoric  Acid Activation. Journal Industrial Crops and Products 31 : 233-238. Djatmiko B, S. Ketaren, dan S Setyahartini. 1985.  Pengolahan Arang dan Kegunaannya . Di Dalam Rasjiddin I. 2006 . Pembuatan Arang Aktif Dari Tempurung Biji Jambu Mede (Anacardium occidentale) Sebagai Adsorben Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas . Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Fadhil A.b, Dheyab M M, and Abdul Qader Y. 2012.  Purification of Biodiesel Using Activated Carbons Produced From Spent Tea Waste . Journal of the Associaton of Arab Universities for Basic and Applied Sciences 11: 45-49. Garcia F.S, Alonso, A.M and J.M.D Tacson. 2002.  Pyrolysis of Apple Pulp: Chemical Activation With  Phosporic Acid. Journal of Analytical and Applied Purolysis 63: 283-301. Green Assembly. 2008.  Malaysia Backpedalling on Oil Palm Leadership, Says NGO. http://www.greenassembly.net/wp-content/uploads/2008/10/oil-palm-tree.jpg. [8 Agustus 2012] Grim R.E. 1968. Clay Mineralogy . Dalam Puspaningrum S. 2007.  Pengaruh Jenis Adsorben Pada  Pemurnian Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L).  Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hartoyo, N.Hudaya, dan Fadli.1990.  Pembuatan Arang Aktif Dari Tempurung Kelapa Dari Kayu  Bakau Dengan Cara Aktivasi Uap . Jurnal Penelitian Hasil Hutan 8 (1): 18-16. Hambali E, Mujdalifah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, dan Hendroko R. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agro Media Pustaka. 35 Hendra D dan Pari G. 1999.  Pembuatan Arang Aktif Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit . Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol 17 : 113-122. Hendra D.2007.  Pembuatan Arang Aktif Dari Limbah Pembalakan Kayu Puspa Dengan Teknologi  Produksi Skala Semi Pilot . Jurnal Penelitian Hasil Hutan vol 25 : 93-107. Hasna Q. 2011.  Budidaya Pertanian : Kelapa Sawit .  planthospital.blogspot.com/2011/10/budidaya pertanian-kelapa-sawit.html. [31 Agustus 2012]. Direktorat Jendral Perkebunan. 2012.  Peran Strategis Kelapa Sawit . ditjenbun.deptan.go.id/index.php/component/content/article/36-news/192-keuntungan budidaya-kelapa-sawit-.html. [31 Agustus 2012]. Kercher, A and D.C. Nagle. 2003.  Microstructural Evolution During Charcoal Carbonization By X Ray Diffraction Analysis. Carbon 41 : 15-27. Ketaren S. 1986. Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI Press. Knothe G, Geroen J.V, Krahl J. 2005. The Biodiesel Handbook . USA: AOCS Press. Kwadrati. T. 2008.  Pengaruh Bahan Baku dan Konsentrasi Bahan Pengaktif Asam Klorida (HCl) Terhadap Kualitas Arang Aktif Dari Limbah Kelapa Sawit . Tesis. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Lee Y.S, Y.V.Basova, D.D.Edie, L.K. Reid, S.R.Newcombe and S.K.Ryu. 2003.  Preparation and Characterization of Trilobal Activated Carbon Fibers . Carbon 38: 2573-2584. Elsevier : UK Lestari S.W. 2012.  Holoselulosa. http://sardewforester.blogspot.com/2012/01/holoselulosa.html. [6 September 2012]. Leung D.Y.C, Wu Xuan, andLeung M.K.H. 2010.  A Review Biodiesel Production Using Catalyzed Transesterfication. China. J Appl Energi 87 : 1083-1095. Li W, Zhang L.B, Peng J.H, Li N, Zhu X.Y. 2008.  Preparation of High Surface Area Activated Carbons From Tobacco Stems With K 2CO3 Activation Using Microwave Radiation . Di dalam Wang Peng, Liu Q.S, Zheng T, Guo L. 2010.  Preparation and Characterization of Activated Carbon From Bamboo by microwave-Induced Phosphoric Acid Activation . Journal Industrial Crops and Products 31 : 233-238. Ma et al . 2004. Dalam Febriansyah H. 2011.  Pengembangan Kompor Cangkang Sawit Sebagai Upaya  Pemanfaatn Sumber Daya Energi Terbarukan . http://www.kamase.org/?p=2163.  [22 September 2012]. Marsh H and Reinoso F R. 2006.  Activated Carbon. Elsevier Science and Technology.  Novicio LP, Hata T, Kajimoto T, Imamura Y, and Ishihara S. 1998.  Removal of Mercury From  Aqueous Solution of Mercurc Chloride Using Wood Powder Carbonized at Hihg Temperature. Journal of Wood Research 85: 48-55. Pahan I. 2008.  Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir . Jakarta: Penebar Swadaya. Pari G dan Sailah I. 2001.  Pembuatan Arang Aktif Dari Serabut Kelapa Sawit Dengan Bahan  Pengaktif NH4HCO3 dan (NH4)2CO3 Dosis Rendah . Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol 19 : 231-244. Pari G. 2004. Kajian Struktur Arang Aktif Dari Serbuk Gergaji Kayu Sebagai Adsorben  Formaldehida Kayu Lapis. Disertasi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Pari G. 2007. Teknologi Pembuatan dan Uji Mutu Arang, Briket Arang, dan Arang Aktif . Seminar Tenaga Teknis Penguji HHBK. Palembang: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Pari G, Hendra D, dan Pasaribu R.A. 2008.  Peningkatan Mutu Arang Aktif Kulit Kayu Mangium . Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol.26 : 214-227. 36 Pari G. 2010.  Peran dan Masa Depan Arang Yang Prospektif Untuk Indonesia . Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Puspaningrum S. 2007.  Pengaruh Jenis Adsorben Pada Pemurnian Biodiesel Dari Minyak Jarak  Pagar (Jatropha curcas L). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Rachmawati S.D.2004.  Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kelapa Sawit Untuk Pemurnian Minyak Goreng Bekas . Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Romano S.D and Sorichetti P.A. 2011.  Dielectric Spectroscopy in Biodiesel Production and Characterization. New York: Springer Londong Dordrecht Heidelber. Roy G.M. 1985.  Activated Carbon Application in The Food and Pharmaceutical Industries . Pensilvania: Technonic Pub. Schmid Marco. 2007. Elaeis guineensis. File : Elaeis _ guineensis _ MS _ 3467 .jpg [21 Juli 2012] Smisek.M, S. Cerny.1970 .  Active Carbon, Manufacturing, Properties and Application . Pari G. 2007. Teknologi Pembuatan dan Uji Mutu Arang, Briket Arang, dan Arang Aktif . Seminar Tenaga Teknis Penguji HHBK. Pelembang: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan SNI. 1995. SNI 06-3730-1995 :  Arang Aktif Teknis. Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional. Sastrosayono S. 2003.  Budidaya Kelapa Sawit . Jakarta : Agromedia Pustaka. Setyamidjaja D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya, Panen dan Pengolahan . Yogyakarta : Kanisus Setyaningsih H. 1995.  Pengolahan Limbah Batik Dalam Proses Kimia dan Adsorpsi Karbon Aktif . Tesis. Jakarta : Universitas Indonesia. Sudrajat R. 1979.  Analisis Kimia Beberapa Jenis Kayu Indonesia . Bogor : Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sudrajat R, Suryani A. 2002.  Pembuatan dan Pemanfaatan Arang Aktif dari Ampas Daun Teh . Di Dalam Wibowo S. 2009.  Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L) dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung . Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sudrajat R, Pari Gustan. 2011.  Arang Aktif : Teknologi Pengolahan dan Masa Depannya . Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Tim PT. SP 2002. Di dalam Ditjen PPHP. 2006.  Pedoman Pengolahan Limbah Industri Kelapa Sawit . Jakarta. Departemen Pertanian. Walpole R.E. 1993 . Pengantar Statistika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wan Daud W.M.A, Wan Ali W.S.2004. Comparison On Pore Development Of Activated Carbon  Produced From Palm Shell and Coconut Shell . Journal Bioresource Technology 93: 63-69. Wibowo S. 2009.  Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L) dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung . Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Widyanagari S. 2008.  Penggunaan Adsorben Dalam Proses Pemurnian Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcas L) . Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Zhang Y, Lu XH, Yu YL, Ji JB. Study on the coupling process of catalytic esterification and extraction of high acid value waste oil with methanol . Dalam Leung D.Y.C, Wu Xuan, ,Leung M.K.H. 2010.  A Review Biodiesel Production Using Catalyzed Transesterfication . China. J Appl Energi 87 : 1083-1095. 37 LAMPIRAN 38 Lampiran 1. Prosedur Analisis Arang dan Arang Aktif 1. Rendemen Arang dan arang aktif yang diperoleh dibersihkan dari pengotor, kemudian ditimbang. Perbandingan yang dihitung: (1) untuk arang perbandingan bobot bahan setelah karbonisasi dan sebelum karbonisasi. (2) Untuk arang aktif adalah perbandingan bobot arang aktif dan bobot arang.                      2. Kadar air (SNI 06-3730-1995) Prinsip penetapan kadar air adalah menguapkan bagian air bebas yang terdapat dalam bahan sampai terjadi keseimbangan antara kadar air bahan dengan udara sekitar dengan menggunakan energi  panas. Sebanyak satu gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin yang bobotnya sudah diketahui. Kemudian dikeringkan dalam oven suhu 105 oC selama tiga jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama satu jam. Kadar air dihitung menggunakan persamaan :             3. Kadar abu (SNI 06-3730-1995) Prinsip penentuan kadar abu adalah menentukan jumlah abu yang tertinggal setelah  pembakaran menggunakan energi panas. Abu terdiri dari mineral yang tidak dapat hilang atau menguap pada proses pengabuan. Sebanyak satu gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui  bobotnya, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 700 oC selama enam jam. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan persamaan :          4. Kadar zat terbang Prinsip penetapan kadar zat terbang adalah menguapkan bahan tanpa oksigen pada suhu 950 C. Kehilangan bobot dihitung sebagai bagian yang hilang. Timbang sampel sebanyak 1-2 gram contoh ke dalam cawan porselin bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Panaskan pada suhu 950 oC pada tanur selama 7-10 menit. Setelah penguapan o 39 selesai, cawan didinginkan di dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang. Kadar zat terbang dihitung menggunakan persamaan :              5. Kadar karbon terikat (SNI 06-3730-1995) Prinsip penentuan kadar karbon terikat adalah menghitung fraksi karbon dalam bahan, tidak termasuk zat menguap dan abu. Kadar karbon terikat dihitung menggunakan persamaan :              6. Daya serap iod (SNI 06-3730-1995) Prinsip penentuan daya serap iodine adalah menghitung jumlah iod yang terserap oleh arang. Daya serap iodine menggambarkan banyaknya struktur mikropori yang terbentuk. Sampel sebanyak 0.25 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup, kemudian ditambahkan 25 ml larutan iod 0.1 N dan dikocok selama 15 menit pada suhu kamar, selanjutnya larutan langsung disaring. Filtrat hasil penyaring dipipet 10 ml dan dititrasi dengan larutan natrium tio sulfat (Na2S2O3) 0.1 N hingga larutan berwarna kuning lalu ditambahkan larutan kanji 1% sebagai indikator. Larutan dititrasi kembali hingga warna biru dalam larutan hilang. Daya serap iodine dihitung dengan persamaan :                  Dimana : N Na2S2O3  N iod fp = Normalitas natrium tio sulfat = Normalitas larutan iod = faktor pengenceran 7. Daya serap benzena Prinsip penentuan daya serap benzena adalah menghitung senyawa benzena yang terserap oleh bahan selama 24 jam. Pertambahan bobot dihitung sebagai benzene yang terserap Sampel sebanyak satu hingga dua gram arang dimasukkan ke dalam cawan petri, selanjutnya ditempatkan dalam desikator yang telah dijenuhkan oleh uap benzene selama 24 jam. Sebelum ditimbang contoh dibiarkan selama lima menit untuk mengeluarkan uap yang menempel pada  permukaan kaca. Daya serap benzene dihitung menggunakan persamaan :              40 8. Derajat keasaman (pH) Prinsip pengukuran derajat keasaman (pH) adalah mengukur kondisi asam atau basa pada suatu bahan dengan menggunakan pH meter. Sebanyak lima gram bahan dicampur dengan akuades sebanyak 50 ml. Bahan dan akuades diaduk kemudian dipisahkan menggunakan kertas saring sehingga terpisah antara bahan dengan akudes. Akudes tersebut diukur dengan pH meter. 9. Derajat Kristalinitas Prinsip pengukuran drajat kristalinitas adalah membandingkan bagian kristal dengan keselurahan bagian kristal dan bagian amorf. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat X-Ray Defractometer. Sebanyak kurang lebih satu gram bahan dimasukkan ke dalam plat besi yang. Bahan diratakan sehingga tidak terdapat bagian yang menonjol. Bahan dimasukkan ke dalam X-Ray Difractometer selama 40 menit. Derajat kristalinitas akan terbaca dalam bentuk grafik. Penetapan derajat kristalinitas, tinggi (Lc), lebar (La), jarak (d), dan jumlah lapisan aromatik  berdasarkan Kercher (2003) dengan perhitungan sebagai berikut :                                    Keterangan  = 0.15406 nm (panjang gelombang dari radiasi sinar Ca)  = Intensitas ½ tinggi dan lebar intensitas difraksi (radian) K = tetapan untuk graphen Lc dan La adalah 0.89 dan 1.84  = sudut difraksi pada setengah 2   10. Scanning E lectro Mi croscop (SEM) Prinsip ini dilakukan untuk mengetahui morfologi atau permukaan arang aktif menggunakan mikroskop elektro. Bahan dimasukkan ke dalam alat SEM, kemudian diambil bagian morfologi arang aktif. 41 Lampiran 2. Prosedur Analisis Pemurnian Biodiesel 1. Bilangan Asam (SNI 01-3555-1998) Prosedur pengujian ini digunakan untuk menetukan bilangan asam biodiesel dengan proses titrimetri. Bilangan asam adalah banyaknya milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas di dalam contoh satu gram biodiesel. Prinsip analisis kadar asam lemak bebas adalah pelarutan contoh lemak atau minyak dalam  pelarut organic tertentu (alkohol netral 96%) dilanjutkan dengan penitraan dengan basa NaOH atau KOH. Sebanyak lima gram contoh dimasukkan ke erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 50 ml etanol netral 96% kemudian dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air. Setelah itu ditambahkan 3-5 tetes indikator phenolftalein. Lakukan titrasi dengan larutan NaOH atau KOH 0.1 N hingga terbentuk warna merah muda permanen kira-kira selama 15 detik.             Keterangan : A = Jumlah mol KOH untuk titrasi  N = Normalitas larutan KOH B = Bobot molekul larutan KOH (56,1) G = Gram sampel 2. Kejernihan Prosedur pengujian digunakan untuk mengetahui kejernihan dari suatu bahan menggunakan spektrofotometer. Sebanyak dua ml bahan dimasukkan ke dalam tabung. Kemudian tabung dimasukkan ke dalam spektrofotometer. Panjang gelombang yang digunakan adalah 550. Kemudian dibaca % T bahan. 3. Derajat Keasaman (pH) Biodiesel Prosedur pengujian digunakan untuk mengetahui keasaman suatu bahan. pH meter dimasukkan ke dalam bahan yang akan diukur. pH akan terbaca ketika pH meter telah berhenti mengukur. 42 Lampiran 3. Data Penelitian Pendahuluan Konsentrasi H3PO4 (%) Suhu (oC) tanpa direndam 5 o 700 C 10 15 0 5 800oC 10 15 Ulangan Daya Serap Iod 1 2 1 2 1 454.86 446.50 429.98 421.95 400.81 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 392.50 399.03 405.56 457.79 455.99 487.33 498.93 598.48 603.17 612.78 607.94 Rataan 450.68 425.96 396.66 402.30 456.89 493.13 600.83 610.36 43 Lampiran 4. Data Penelitian Utama Pembuatan Arang Aktif Arang Aktif Waktu (menit) Komersial 60 (B1) Tanpa  perendama n asam fosfat (A1) 90 (B2) 120 (B3) 60 (B1) Perendam an asam fosfat 15 % (A2) 90 (B2) 120 (B3) Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Rendemen 69 65 56.25 75.48 69.5 61 Kadar Air 8.51 8.58 2.87 2.69 2.38 2.67 2.6 2.3 3.48 3.49 2.89 3.00 3.47 3.69 Rataan Kadar zat terbang 23.02 25.99 9.87 10.63 10.25 8.54 2.78 2.53 9.66 9.31 2.45 12.02 9.34 8.61 8.70 9.08 8.86 8.79 3.48 2.94 3.58 Rataan Kadar abu Rataan 6.93 7.61 5.42 5.67 6.04 24.51 10.25 9.96 5.90 6.77 10.66 6.89 7.55 7.45 7.47 7.49 7.54 7.89 8.98 8.89 8.83 7.27 5.54 5.97 6.83 7.50 7.48 7.71 Kadar karbon terikat Rataan 70.04 66.40 84.71 83.71 83.72 84.44 83.92 81.10 83.11 83.94 83.84 83.43 83.59 83.32 68.22 84.21 84.08 82.51 83.53 83.63 83.46 Daya serap iod 334.342 318.386 594.539 579.956 717.944 726.525 878.309 878.309 612.78 607.94 614.151 616.598 751.196 763.218 Rataan Daya serap  benzen 326.36 587.25 722.23 878.31 610.36 615.37 757.21 Rataan 9.87 10.04 12.90 12.62 15.15 15.09 20.52 19.77 12.96 13.17 13.98 14.50 16.81 15.97 9.95 12.76 15.12 20.14 13.06 14.24 16.39 pH 9.01 9.36 8.42 8.47 8.98 Biodiesel Biodiesel Kasar (C1) Biodiesel Cuci (C2) Arang aktif 1% (C3) Arang aktif 2% (C4) Arang aktif 3% (C5) Ulangan Rataan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 Bilangan Asam mg KOH/ gram 0.89 0.67 0.66 0.44 0.44 0.45 0.45 0.45 0.22 2 0.22 0.223 0.779 0.552 0.445 0.447 % Transmisi 59.88 56.1 70.73 73.35 65.42 65.22 65.07 65.35 65.23 65.62 Rataan 57.99 72.04 65.32 65.21 65.43 pH 7.96 8.1 7.22 7.3 7.47 7.35 7.34 7.38 7.3 7.28 Rataan 8.03 7.26 7.41 7.36 7.29 9.19 8.45 9.05 9.44 9.02 9.4 5.73 5.66 6.3 6.11 6.71 6.66 9.42 44 Lampiran 5. Aplikasi Arang Aktif Terbaik Sebagai Adsorben Pemurnian Biodiesel Rataan 5.70 6.21 6.69 Lampiran 5. Aplikasi Arang Aktif Terbaik Sebagai Adsorben Pemurnian Biodiesel Biodiesel Biodiesel Kasar (C1) Biodiesel Cuci (C2) Arang aktif 1% (C3) Arang aktif 2% (C4) Arang aktif 3% (C5) Ulangan Rataan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 Bilangan Asam mg KOH/ gram 0.89 0.67 0.66 0.44 0.44 0.45 0.45 0.45 0.22 2 0.22 0.223 0.779 0.552 0.445 0.447 % Transmisi 59.88 56.1 70.73 73.35 65.42 65.22 65.07 65.35 65.23 65.62 Rataan 57.99 72.04 65.32 65.21 65.43 pH 7.96 8.1 7.22 7.3 7.47 7.35 7.34 7.38 7.3 7.28 Rataan 8.03 7.26 7.41 7.36 7.29 45 Lampiran 6. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kadar Air Arang Aktif (α = 0.05) Tabel Anova Sumber Keragaman Pengaruh  perendaman (A) Waktu Aktivasi (B) Interaksi (AB) Galat Total Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F hitung F 0.05 Kesimpulan 1.69 1 1.68 74.89 5.99 Berbeda nyata 0.33 2 0.16 7.43 5.14 Berbeda nyata 0.26 2 0.12 5.73 5.14 Berbeda nyata 0.14 6 0.022 2.41 11 Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata Uji Lanjut Duncan Untuk Pengaruh Perendaman Perlakuan Rataan Gugus Duncan A1 A2 2.586 3.335 A B Uji Lanjut Duncan Untuk Waktu Aktivasi Perlakuan Rataan Gugus Duncan B2 B3 B1 2.734 3.015 3.132 A B C Uji Lanjut Duncan Untuk Interaksi Perlakuan Rataan Gugus Duncan A1B3 A1B2 A1B1 A2B2 A2B1 A2B3 2.450 2.525 2.781 2.942 3.482 3.580 A B C D E F Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata 46 Lampiran 7. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kadar Zat Terbang Arang Aktif (α = 0.05) Tabel Anova Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F hitung F 0.05 Kesimpulan Pengaruh  perendaman 5.80 1 5.80 7.78 5.99 Berbeda nyata (A) Waktu Tidak berbeda 0.21 2 0.10 0.14 5.14 Aktivasi (B) nyata Interaksi Tidak berbeda 0.32 2 0.16 0.21 5.14 (AB) nyata Galat 4.48 6 0.75 Total 10.81 11 Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata Uji Lanjut Duncan Untuk Pengaruh Perendaman Perlakuan A2 A1 Rataan 8.897 10.288 Gugus Duncan A B Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata 47 Lampiran 8. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kadar Abu Arang Aktif (α = 0.05) Tabel Anova Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F hitung F 0.05 Kesimpulan Pengaruh  perendaman 6.32 1 6.32 339.44 5.99 Berbeda nyata (A) Waktu 1.20 2 0.60 32.34 5.14 Berbeda nyata Aktivasi (B) Interaksi 0.57 2 0.29 15.45 5.14 Berbeda nyata (AB) Galat 0.11 6 0.02 Total 8.209 11 Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata Uji Lanjut Duncan Untuk Pengaruh Perendaman Perlakuan Rataan Gugus Duncan A1 A2 6.112 7.563 A B Uji Lanjut Duncan Untuk Waktu Aktivasi Perlakuan Rataan Gugus Duncan B1 B2 B3 6.520 6.722 7.270 A B C Uji Lanjut Duncan Untuk Interaksi Perlakuan Rataan Gugus Duncan A1B1 A1B2 A1B3 A2B2 A2B1 A2B3 5.543 5.966 6.826 7.479 7.497 7.713 A B C D D E Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata 48 Lampiran 9. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kadar Karbon Terikat Arang Aktif (α = 0.05) Tabel Anova Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F hitung F 0.05 Kesimpulan Pengaruh Tidak berbeda  perendaman 0.011 1 0.011 0.013 5.99 nyata (A) Waktu Tidak berbeda 2.05 2 1.18 1.17 5.14 Aktivasi (B) nyata Interaksi Tidak berbeda 1.55 2 0.77 0.89 5.14 (AB) nyata Galat 5.22 6 0.87 Total 8.84 11 Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata 49 Lampiran 10. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Daya Serap Iod Arang Aktif (α = 0.05) Tabel Anova Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F hitung F 0.05 Kesimpulan Pengaruh  perendaman 13987.34 1 13987.33 364.66 5.99 Berbeda nyata (A) Waktu 100036.80 2 50018.40 1304.025 5.14 Berbeda nyata Aktivasi (B) Interaksi 12631.72 2 6315.86 164.66 5.14 Berbeda nyata (AB) Galat 230.14 6 38.36 Total 126886.0 11 Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata Uji Lanjut Duncan Untuk Pengaruh Perendaman Perlakuan Rataan Gugus Duncan A2 A1 660.981 729.264 A B Uji Lanjut Duncan Untuk Waktu Aktivasi Perlakuan Rataan Gugus Duncan B1 B2 B3 598.805 668.805 817.758 A B C Uji Lanjut Duncan Untuk Interaksi Perlakuan Rataan Gugus Duncan A1B1 A2B1 A2B2 A1B2 A2B3 A1B3 587.247 610.362 615.374 722.234 757.207 878.309 A A A B B C Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata 50 Lampiran 11. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Daya Serap Benzena Arang Aktif (α = 0.05) Tabel Anova Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F hitung F 0.05 Kesimpulan Pengaruh  perendaman 6.25 1 6.25 45.11 5.99 Berbeda nyata (A) Waktu 59.59 2 29.79 215.02 5.14 Berbeda nyata Aktivasi (B) Interaksi 8.68 2 4.34 31.35 5.14 Berbeda nyata (AB) Galat 0.83 6 0.13 Total 75.36 11 Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata Uji Lanjut Duncan Untuk Pengaruh Perendaman Perlakuan Rataan Gugus Duncan A2 A1 14.564 16.008 A B Uji Lanjut Duncan Untuk Waktu Aktivasi Perlakuan Rataan Gugus Duncan B1 B2 B3 12.911 14.679 18.267 A B C Uji Lanjut Duncan Untuk Interaksi Perlakuan Rataan Gugus Duncan A1B1 A2B1 A2B2 A1B2 A2B3 A1B3 12.760 13.061 14.239 15.119 16.391 20.143 A B C D E F Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata 51 Lampiran 12. Analisis Ragam Dan Uji lanjut Duncan Untuk Derajat Keasaman (pH) Arang Aktif (α = 0.05) Tabel Anova Sumber Keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat Tengah F hitung F 0.05 Kesimpulan Pengaruh  perendaman 22.93 1 22.93 5242.44 5.99 Berbeda nyata (A) Waktu 1.93 2 0.97 221.36 5.14 Berbeda nyata Aktivasi (B) Interaksi Tidak berbeda 0.003 2 0.002 0.36 5.14 (AB) nyata Galat 0.026 6 0.004 Total 24.90 11 Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata Uji Lanjut Duncan Untuk Pengaruh Perendaman Perlakuan Rataan Gugus Duncan A2 A1 6.195 8.960 A B Uji Lanjut Duncan Untuk Waktu Aktivasi Perlakuan Rataan Gugus Duncan B1 B2 B3 7.070 7.610 8.053 A B C Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata 52 Lampiran 13. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Bilangan Asam Biodiesel (α = 0.05) Tabel Anova Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F hitung F 0.05 Kesimpulan 0.32 4 0.081 8.38 5.19 Berbeda nyata 0.048 5 0.0096 Galat 0.37 Total Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata Pemurnian (C) Uji Duncan Untuk Pemurnian Perlakuan Rataan Gugus Duncan C5 C3 C4 C2 C1 0.223 0.445 0.446 0.552 0.779 A B B C D Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata 53 Lampiran 14. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kejernihan Biodiesel (α = 0.05) Tabel Anova Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah Fhitung F 0.05 Kesimpulan Pemurnian (C) 197.67 4 49.417 23.067 5.19 Berbeda nyata Galat 10.71 5 2.142 Total 208.38 Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata Uji lanjut Duncan Untuk Pemurnian Perlakuan Rataan Gugus Duncan C1 C4 C3 C5 C2 57.99 65.21 65.32 65.42 75.04 A B B B C Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata 54 Lampiran 15.Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Derajat Keasaman (pH) Biodiesel (α = 0.05) Tabel Anova Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah Fhitung F 0.05 Kesimpulan Pemurnian (C) 0.811 4 0.202 47.853 5.19 Berbeda nyata Galat 0.021 5 0.0042 Total 0.832 Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata Uji lanjut Duncan Untuk Pemurnian Perlakuan Rataan Gugus Duncan C2 C5 C4 C3 C1 7.26 7.29 7.36 7.42 8.03 A B C D E Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata 55 Lampiran 16. Data Derajat Kristalisasi Tempurung Kelapa Sawit, Arang dan Arang Aktif Terbaik Bahan Bagian Kristal Bagian Amorf Derajat kristalinisasi (%) Tempurung Kelapa Sawit (TKS) Arang TKS Arang aktif TKS 1.9574 3.9107 33.3564 1.2883 1.6507 3.0567 2.4873 29.6504 39.8914 1. Grafik kristalinitasi tempurung kelapa sawit 2. Grafik kristalinitasi arang tempurung kelapa sawit 3. Grafik kristalinitasi arang aktif tempurung kelapa sawit 56 Lampiran 17. Perhitungan nilai d, Lc, La, dan N pada Tempurung Kelapa Sawt, Arang dan Arang Aktif Terbaik 1. Tempurung kelapa sawit 2. Arang tempurung kelapa sawit Batas atas pada {002} = 24.85 Batas bawah = 16.95 Titik puncak = 22.08 Intensitas = 249.80 ½ intensitas = 124.90 = (24.85 –  16.95) / 2 β = 3.95 Ke radian = 3.95 / 180 * 3.14 = 0.0689           d = 0.4024    Batas atas pada {002} = 28.26 Batas bawah = 17.217 Titik puncak = 23.39 Intensitas = 178.33 ½ intensitas = 89.165 = (28.26 –  17.21) /2 β = 5.52 Ke radian = 5.52 / 180 * 3.14 = 0.096            d = 0.38 nm                          Batas atas pada {100} = 46.27 Batas bawah = 40.26 Titik puncak = 44 Intensitas = 60 ½ intensitas = 30 = (46.27 –  40.26)/2 β = 3.005 Ke radian = 3.005 /180 * 3.14 = 0.0524           d = 0.2056 nm 57