Preview only show first 10 pages with watermark. For full document please download

Bab 1 Pendahuluan. Gambar 1.1 Dependency Ratio Sumber : Presentasi Prof Dorodjatun Kuntjoro Jakti (9/10/2012)

BAB 1 PENDAHULUAN Peran pemuda menjadi penting dalam pembangunan di berbagai negara termasuk di Indonesia. Mempertimbangkan fenomena yang akan terjadi bahwa Indonesia akan mengalami periode yang disebut

   EMBED

  • Rating

  • Date

    June 2018
  • Size

    1.4MB
  • Views

    1,740
  • Categories


Share

Transcript

BAB 1 PENDAHULUAN Peran pemuda menjadi penting dalam pembangunan di berbagai negara termasuk di Indonesia. Mempertimbangkan fenomena yang akan terjadi bahwa Indonesia akan mengalami periode yang disebut demographic bonus, yang berlangsung sejak tahun 2010 hingga tahun Saat itu, jumlah penduduk usia produktif lebih banyak daripada usia tidak produktif, atau dengan kata lain jumlah penduduk golongan muda akan lebih dominan. Mengutip pernyataan Prof. Sri Murtianingsih Adiutomo dalam Prof. Dorodjatun (2012, p.11) bahwa demographic bonus merupakan window of opportunity yang tak akan terulang di masa depan dimana beban ketergantungan (dependency of ratio) berada di posisi terendah. Gambar 1.1 Dependency Ratio Sumber : Presentasi Prof Dorodjatun Kuntjoro Jakti (9/10/2012) Oleh karena itu, demographic bonus dimana jumlah pemuda lebih dominan akan berguna jika disertai kualitas pemuda yang berkarakter kuat sehingga mampu memanfaatkan kondisi saat dependency of ratio yang rendah sebagai kesempatan membangun negara. Jika mengutip pernyataan Prof. Dorodjatun Kuntjoro Jakti dalam bedah buku Menerawang Indonesia di FISIP UI (9/10/2012) bahwa sekitar 50 juta First Voters akan terjun ke Pemilu 2014, dari kelompok umur tahun, maka dapat dikatakan pula bahwa 50 juta pemuda tersebut ialah potensi pembangunan negara yang potensial untuk dimanfaatkan menghadapi demographic bonus, namun yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana model 1 pengembangannya khususnya model pengembangan karakter pemuda. Jika dibandingkan dengan Singapura, secara demografis angka pertumbuhan jumlah pemuda di sana termasuk tinggi. Pertumbuhan jumlah pemuda mencapai angka 20% dari total jumlah penduduk Singapura. Namun, pertumbuhan jumlah pemuda di Singapura konsisten dari tahun 1970 yaitu sekitar 20% - 30% untuk kategori umur tahun. Selain itu, jumlah pemuda di Singapura tidak lebih dari orang. Tabel 1.1 Jumlah Pemuda di Indonesia, Singapura dan Timor Leste Jumlah Pemuda No Year Indonesia Singapura Timor Leste , N/A , N/A , N/A , N/A Sumber : Olahan Penelitian (Badan Pusat Statistik, Singapore Department of Statistics) Pengembangan pemuda, termasuk pengembangan karakter, di Singapura berada di bawah wewenang Ministry of Social and Family Development. Anak-anak dan pemuda tidak menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pembangunan di Negaranya. Bahkan, pemuda dilibatkan juga dalam konsep pertahanan negara dengan adanya wajib militer. Lebih jauh lagi, Singapura memiliki konsep Development framework for Youth Workers (DYW). DYW merupakan kerangka bagi pemuda untuk mengembangkan kemampuannya. Oleh karena itu, disediakan fasilitas dalam DYW seperti konseling, manajemen kasus, pembinaan karir, dan termasuk sekolah pekerjaan sosial. Sedangkan Timor Leste (RDTL) merupakan negara yang sedang belajar dalam penyusunan model karakter pemuda dan memiliki masalah pengangguran. Menurut Miguel Marques Gonzales Manetelu sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga RDTL bahwa setiap tahun sekitar 17 ribu hingga 20 ribu pemuda Timor Leste bertambah dan jumlah angka usia produktif kerja sekitar 54 ribu tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan (http://news.detik.com). Jika dibandingkan dengan dua Negara tersebut, Program dan kegiatan kepemudaan dalam koordinasi Kementerian Pemuda dan Olahraga di Indonesia terbagi atas (LAKIP Kemenpora Tahun 2012): 2 a. Bidang sumber daya dalam usia aktif (16-30 tahun) dan pembibitan pemuda b. Bidang Character building c. Bidang organisasi kepemudaan yang mencangkup jumlah OKP di Indonesia d. Bidang kepandua yang mencangkup jumlah dan jenjang pramuka se-indonesia e. Bidang kewirausahaan f. Bidang kepeloporan Oleh karena itu dalam studi pengembangan model pengembangan karakter pemuda, akan mencoba membandingkan konsep modern Singapura yang dianggap lebih baik; lalu Indonesia dengan konsep pengembangan karakter pemudanya termasuk bonus demografisnya; serta Timor Leste yang mengalami masalah lapangan kerja dan sedang belajar menyusun model pengembangan karakter pemudanya, untuk kemudian dicobakan pengembangan model yang dianggap ideal. 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Literatur tentang Model Pengembangan Karakter Kepemudaan Model pengembangan karakter pemuda di Indonesia memiliki banyak pendekatan dan melibatkan banyak stakeholder baik itu pemerintah maupun swasta. Akan tetapi, Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc memiliki model pengembangan karakter pemuda yang berlandaskan empat pilar antara lain kebangsaan, kewirausahaan, responsible consumer, dan globalisasi dan diplomasi. Gambar 2.1 Empat Pilar Pembangunan Pemuda Empat pilar pembangunan pemuda yang diusulkan oleh Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc didasarkan sejarah kepeloporan pemuda Indonesia yang ternyata telah melalui 4 pilar tersebut. Kepeloporan dalam pilar nasionalisme telah dimulai dengan adanya organisasi Budi Utomo pada tahun 1908, sumpah pemuda tahun 1928, Tritura pada tahun 1966, peristiwa Malari tahun 1974, peristiwa Talang Sari tahun 1989 dan gerakan reformasi tahun Sementara itu, kepeloporan dalam pilar kewirausahaan dimulai pasca kemerdekaan dimana intesitasnya mulai tinggi ketika muncul UU Penanaman Modal Asing dan puncaknya pada peristiwa Malari tahun Setelah itu, generasi pemuda modern mulai banyak melakukan kegiatan wirausaha dalam menghadapi modal asing dan banyak dilakukan oleh pemuda Jakarta. 4 Kepeloporan pemuda dalam pilar diplomasi juga dilaksanakan pasca kemerdekaan dan diinspirasi oleh keberhasilan Konferensi Meja Bundar Tahun Begitu juga dengan Konferensi Asia Afrika Tahun 1955 dan Gerakan Non Blok tahun Berdirinya ASEAN dan munculnya Adam Malik sebagai diplomat ulung telah menginspirasi kepeloporan diplomasi oleh pemuda Jakarta. Penolakan terhadap investasi asing (1974) -Era Komputer (1980) -Masukkn ya Video Games (1980) -Kampanye Global -Festival Batavia (1987) Responsible Consumer Kepeloporan Kewirausahaan -Generasi Pelajar di LN ( ) -Konferensi Meja Bundar (1949) -Lahirnya Gerakan Budi Utomo (1908) -Sumpah Pemuda (1928) -Konferensi Asia Afrika (1955) -GNB (1961) -ASEAN (1967) -Tritura (1966) -Declaration on ASEAN Concord (1976) -Pristiwa Malari (1974) -Berbagai Model United Nations -Pristiwa Talang Sari (1989) -Gerakan Reformasi (1998) Kepeloporan Diplomasi Kepeloporan Kebangsaan Tahun 1980 Tahun 1949 Tahun 1974 Sekarang Gambar 2.2 Kepeloporan Pemuda Dalam Berbagai Periode Responsible consumer atau tanggung jawab terhadap penggunaan produk menjadi trend baru pemuda di Indonesia. Fenomena ini muncul setelah masuknya era komputerisasi dan informasi pada tahun 1980an. Untuk pengembangan model karakter pemuda di Singapura memiliki banyak 5 pendekatan. Jika Indonesia memiliki Kementerian Pemuda dan Olahraga maka Singapura memiliki Ministry of Social and Family Development. Kementerian tersebut di Singapura memiliki kebijakan Rebuilding Children and Youth dimana salah satu programnya ialah Outreach & Support for Youth. Program-program yang dijalankan, antara lain: Ø Enhanced STEP-UP Enhanced STEP-UP adalah sekolah client-centric school social work yang khusus melayani pemuda yang memerlukan dukungan tambahan dan dorongan untuk tetap bersekolah, serta pemuda yang putus sekolah. Gambar 2.3. Enhanced Step-up Sumber : Ministry of Social and Family Development, Singapore Ø Youth GO! Programme Youth GO! Programme difokuskan pada usia tahun untuk pemuda yang putus sekolah, tidak bekerja atau keluar dengan program lain seperti Enhanced Step-up. Ø Youth Information System Sistem informasi mengenai data pemuda Singapura khususnya bagi tmereka yang membutuhkan bantuan, dukungan dan bantuan. Ø Vocational and Reintegration Support Unit (VRU) VRU bertujuan untuk mengembangkan potensi pemuda dengan memberdayakan mereka dengan pendidikan dan pilihan karir. Dengan adanya kemitraan pengusaha dan lembaga, VRU membantu menghubungkan pemuda ini untuk pendidikan, 6 pelatihan kejuruan atau pekerjaan. Model pengembangan karakter pemuda untuk pemuda yang telah berjalan salah satunya menggunakan model Development framework for Youth Workers (DYW). DYW ini akan berfungsi sebagai pedoman kerangka kerja bagi pemuda untuk mengembangkan kemampuannya.model ini merupakan hasil kerjasama antara Youth Organisations and Voluntary Welfare Organisations (VWOs), the Social Service Training Institute (SSTI) dan the Singapore Workforce Development Agency (WDA). Gambar 2.4 Development framework for Youth Workers (DYW) 2.2 Mind Map Mind map merupakan metode yang dapat digunakan dalam analisis sosial untuk menghasilkan sintesis yang relevan. Menurut Silvina P. Hillar (2012, p.6) Mind map merupakan alat kognitif yang digunakan untuk menyusun dan mengorganisasi informasi ketika mepresentasikan suatu topik. Dengan begitu, Mind Map sebagai metode/alat dapat berfungsi untuk menyimpulkan informasi dan mengelompokannya serta menghubungkan satu sama sama lain. 7 2.3 Photo Voice Photo voice (PV) adalah sebuah metode yang banyak digunakan untuk melakukan identifikasi, mewakili, maupun mendorong sejumlah hal teknis dalam konteks kemasyarakatan melalui sejumlah teknik fotografi yang khusus (Wang dan Burris, 1997). Menurut Ewald dalam Wang dan Burris (1997), PV memiliki 3 tujuan utama, yaitu: 1. Memastikan setiap orang mampu mengetahui dan merekam hal-hal positif maupun negatif dari masyarakat komunitasnya. 2. Melakukan diskusi dan analisis wacana kritis terkait hal-hal yang signifikan baik dalam kelompok kecil maupun besar. Kegiatan ini disandarkan pada sejumlah foto yang ada. 3. Memberikan argumentasi pada pembuat kebijakan tentang pentingnya suatu isu dalam masyarakat. Konsep dari PV bermuara pada beberapa hal utama, yang paling dasar dan menjadi fondasi adalah PV menggunakan teknik dimana orang dapat melihat masalah yang ada dalam sebuah foto. Sebagai imbas dari penglihatan tersebut, orang akan melakukan refleksi dan mengemukakan sejumlah asumsi. PV bergerak menuju realitas untuk menjadikan asumsi yang ada adalah masalah tersebut kini sangat riil dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang lebih luas. Atas dasar itulah, foto yang digunakan dalam metode PV haruslah menunjukan sisi-sisi yang signifikan dan menyentuh pada hal-hal yang jarang terpikir orang lain (Strack dkk., 2004). PV juga berguna dalam halnya meningkatkan validitas riset. Karena informan sendiri yang melakukan pengambilan foto, melakukan interpretasi, dan mengemukakan argumentasi, maka peneliti dapat dengan sendirinya melakukan pemahaman terhadap foto-foto tersebut sejurus dengan yang dikemukakan informan tanpa melakukan campur tangan terlalu jauh (Wang dan Burris, 1997). Selain itu, kelebihan lain dari PV adalah tidak adanya aturan khusus mengenai foto yang akan diambil, hal ini menunjukan kejelasan dimana semua orang, selama memiliki kamera, dapat menjadi peserta dari PV. Beberapa keuntungan dari teknik photo voice sebagaimana digambarkan Wang dan Burris (1997) adalah adanya kecepatan yang luar biasa dari masyarakat untuk mengabadikan foto dalam komunitas untuk kemudian disebarkan, sehingga dalam tataran yang lebih luas, dunia internasional mengetahui apa yang dibutuhkan oleh komunitas tersebut. Hal lainnya yang juga menjadi keuntungan adalah adanya penerimaan (adaptasi) dari PV yang sangat tinggi. Dalam banyak kasus dimana kondisi sosial budaya sangat ketat, aturan vertikal seperti bicara dan bertindak bisa sangat membahayakan status informan, dalam hal inilah PV 8 melakukan adaptasi dengan menunjukan sebuah foto yang dapat menggambarkan banyak hal (Wang dan Burris, 1997 dan Strack dkk., 2004). Sebagai contoh, dalam masyarakat yang kuat memegang adat patrilineal dan marginalisasi terhadap perempuan, deretan foto perempuan yang bekerja keras di dapur dapat memberi efek yang jauh lebih besar ketimbang melakukan perlawanan secara frontal atau dengan kata-kata kasar (Wang dan Burris, 1997). Namun demikian, PV juga memiliki kelemahan, dalam hal ini, yang paling besar adalah ketidakseimbangan antara peneliti dan informan. Seorang informan sangat mungkin tidak paham dengan konteks foto yang harus diambilnya dalam kaitan untuk menggambarkan suatu topik. Selain itu, adanya personal judgement juga dapat membuat informan menggunakan nilai-nilai pribadinya dalam pengambilan foto. Hasilnya, mungkin saja foto tersebut tidak memenuhi kriteria keterwakilan dari topik dan diskusi yang hendak dicapai (Wang dan Burris, 1997). Dalam melakukan diskusi dengan metode PV, diperlukan sejumlah hal, seperti foto yang secara khusus diambil guna memenuhi topik diskusi, fasilitator yang handal dalam melakukan probing dan elaborasi, partisipan dengan kriteria yang telah ditentukan, dan 2 observer, yang pertama adalah penonton semata dengan tujuan mencari pola dari diskusi dan foto, sementara yang kedua adalah juga mengambil peran sebagai peserta guna menangkap narasi-narasi dari foto yang disampaikan oleh informan (Ewald dalam Wang dan Burris, 1997). Hasil dari metode PV dapat diinterpretasi dan lalu dianalisis sesuai dengan kinerja riset yang dituju, sebab itu pengambilan foto harus menunjukan aspek keterwakilan dari sejumlah elemen yang hendak didiskusikan. 9 BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian Dalam rangka meningkatkan kapasitas pemuda Indonesia menyongsong Bonus Demografi 2040, PUSKAMUDA FISIP UI melakukan studi banding dengan Singapura dan Timor Leste dengan tujuan dari diusulkannya proposal riset ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan pemetaan sumber daya kajian dan kebijakan kepemudaan di 3 negara (Indonesia, Singapura, dan Timor Leste). 2. Mengembangkan model pembangunan karakter pemuda berdasarkan pengalaman di 3 negara (Indonesia, Singapura, dan Timor Leste). Diharapkan dengan adanya penelitian ini, PUSKAMUDA FISIP UI mendapatkan gambaran mengenai model kebijakan pengembangan pemuda di Singapura yang kemudian disesuaikan dengan model yang telah ada di Indonesia, yang kemudian dapat diterapkan untuk mengembangkan kapasitas pemuda baik di Indonesia maupuan di Timor Leste. 3.2 Manfaat Penelitian Dalam menelaah manfaat yang mungkin diperoleh dari penelitian yang dilakukan, dapat dilihat dari dua aspek utama yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat Akademis a. Penelitian ini dapat menambah kajian tentang kebijakan di berbagai negara khususnya mengenai pembangunan kepemudaan; b. Penelitian ini diharapakan mampu memperkaya khasanah kajian tentang kepemudaan; c. Menambah kajian mengenai strategi pengembangan jaringan kepemudaan khususnya jaringan internasional; d. Menambah kajian mengenai program pengembangan karakter pemuda antar negara 2. Manfaat Praktis a. Penelitian dapat digunakan sebagai acuan kepada pihak lain terutama akademisi yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penguatan jaringan kerja 10 internasional bidang kajian kepemudaan. b. Memberikan kontribusi bagi pengembangan kepemudaan di Indonesia, dapat digunakan sebagai masukan dalam pembuatan kebijakan khususnya dalam melaksanakan program kepemudaan. c. Memberikan kontribusi bagi Timor Leste dalam hal rencana strategis pengembangan karakter pemuda dan kebijakan kepemudaan, khususnya Kementerian Kepemudaan Timor Leste. 11 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Pendekatan Penelitian Dalam konteks pendekatan, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang berpikir secara induktif yaitu berangkat dari fakta dan data dilapangan untuk kemudian disandingkan dengan pemikiran teoritis maupun digunakan dalam pembentukan konsep baru (Neuman, 2006). Pendekatan ini memiliki penekanan kuat pada proses dilakukannya sebuah penelitian ketimbang hasil akhirnya. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan kuantitatif yang berperan sebagai data empiris (untuk memastikan validitas dan reliabilitas dalam periode tertentu). 4.2 Jenis Penelitian Sementara itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembangunan karakter kepemudaan di 3 negara, yaitu Indonesia, Singapura, dan Timor Leste, maka metode yang tepat untuk digunakan adalah partisipasi riset aksi (Participatory Action Research). PAR diartikan sebagai kegiatan riset yang dilaksanakan secara partisipatif di antara masyarakat warga dalam suatu komunitas/lingkup sosial yang lebih luas untuk mendorong terjadinya aksi-aksi transformatif. Dengan demikian, PAR tidak berhenti pada kegiatan riset semata, namun berlanjut pada pemberdayaan anggota komunitas secara partisipatif untuk melakukan sejumlah aksi demi perbaikan kondisi hidup mereka sendiri. (Kindon dkk., 2007). Lebih jauh, Patton (1990) menegaskan perbedaan action research dengan penelitian lainnya dalam tipologi berikut: Tabel 4.1 Kekhususan Tipologi PAR Tipologi Key Points Tujuan Penelitian Upaya pemecahan masalah dalam suatu program Fokus Penelitian Level masalah yang dihadapi, tingkat organisasi atau masyarakat Hasil Yang Diharapkan Tindakan langsung yang dapat menyelesaikan masalah Generalisasi Standar kekinian dalam arti, saat ini dan disini Orang-orang dalam suatu wilayah dapat memecahkan Asumsi Kunci masalahnya sendiri seiring waktu dan dengan sebuah proses pembelajaran Metode Publikasi Bersifat interaktif, informal, serta tidak dipublikasikan Standar Penilaian Perasaan dari seluruh stakeholder penelitian dan kelayakan dari hasil akhir Sumber: Patton dalam Aryo dkk. (2011) 12 Dalam situasi di lapangan, peneliti yang menerapkan metode partisipasi riset aksi ini ikut melebur dalam kehidupan masyarakat. Ini menunjukan adanya peleburan antara subjek dan objek yang meneliti. Selain itu, PAR tidak berhenti pada publikasi hasil riset (laporan) dan rekomendasi pengembangan atau usulan riset berikutnya, melainkan berorientasi pada perubahan situasi, peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat warga untuk memahami dan mengubah situasi mereka menjadi lebih baik (Patton dalam Aryo dkk. 2011). 4.3 Lokasi Penelitian Lokasi dilakukannya penelitian ini adalah dengan melibatkan dua mitra internasional, yaitu Singapura dan Timor Leste, kedua mitra tersebut akan bekerjasama dengan Pusat Kajian Kepemudaan FISIP UI (Puskamuda UI). Ada sejumlah alasan utama yang mendasari pemilihan Singapura sebagai salah satu negara tujuan, dalam konteks pengembangan model pembangunan karakter pemuda, Singapura memiliki konsep dan visi yang lebih jelas melalui wajib militer. Konsesi wajib militer ini dipadukan dengan sistem tentara cadangan yang berasal dari sipil, dan pemuda adalah kriteria utama dari sistem ini. Di sisi lain, Timor Leste yang mulai memberikan perhatian besar terhadap perkembangan struktur usia mudanya dapat belajar banyak dari Singapura. Posisi Indonesia sendiri layaknya jarum pendulum yang mengambil manfaat dan hal positif dari Singapura, yang mana kemudian diteruskan pada Timor Leste. 4.4 Populasi/ Unit Penelitian Populasi adalah jumlah keseluruhan unit analisa yang akan diduga ciri-cirinya atau seringkali diidentifikasikan sebagai kumpulan unsur yang menjadi objek penelitian (Masrin Singarimbun, 1984 dalam Aryo dkk. 2011). Penelitian ini akan mengambil sejumlah pemuda yang sesuai dengan klasifikasi UU No. 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan (16-30 tahun). 4.5 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan kombinasi dari sejumlah teknik pengumpulan data, karena bersifat action research dan pendekatannya kualitatif, berikut merupakan teknik yang digunakan: 1. Focus Group Discussion (FGD), kombinasi antara FGD dan photo voice digunakan untuk mengumpulkan sejumlah pemuda yang telah memiliki 4 buah foto yang mana masing-masing foto mewakili 4 pilar kepemudaan, yaitu nasionalisme, responsible 13 consumer, globalisasi, dan kewirausahaan 1. FGD akan berfokus untuk menemukan sejumlah pola yang serupa dari setiap foto dan argumentasi para pemuda. 2. Mind Mapping Activity (MMA), kegiatan ini ditujukan untuk menemukan formulasi model yang dikembangkan oleh masing-masing negara dalam membentuk karakter kepemudaan di wilayah mereka masing-masing. MMA sendiri dilakukan dalam bentuk diskusi kelompok, jika memungkinkan, akan dilakukan FGD yang terpisah dengan sesi photo voice. 3. Key Informant Interview (KII). Kegiatan KII dilakukan guna melakukan probing dan elaborasi terhadap sejumlah pe