Preview only show first 10 pages with watermark. For full document please download

Bab I Pengantar. I. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR I. Latar Belakang Alasan utama yang melandasi pengambilan judul skripsi ini adalah adanya trend baru di dalam ilmu hubungan internasional, terutama dibidang analisa kebijakan luar negeri

   EMBED


Share

Transcript

BAB I PENGANTAR I. Latar Belakang Alasan utama yang melandasi pengambilan judul skripsi ini adalah adanya trend baru di dalam ilmu hubungan internasional, terutama dibidang analisa kebijakan luar negeri atau Foreign Policy Analysis. Pada awal pembentukan ilmu HI, teori Realisme merupakan teori yang mendominasi analisa kebijkan luar negeri. Teori tersebut menghasilkan beberapa konsep analisa kebijakan luar negeri seperti Rational Actor Theory dan Game Theory, dimana teori tersebut menggunakan variabel materi sebagai alat analisa fenomena internasional. Namun seiring berkembangnya jaman, variabel materi sudah tidak lagi relevan untuk dijadikan satu satunya variabel analisa fenomena internasional. Oleh karena itu munculah beberapa teori baru seperti teori Konstruktivisme yang menawarkan variabel baru dalam menganalisa fenomena internasional. Variabel baru tersebut termanifestasi dalam bentuk variabel idealis; variabel dalam bentuk konsep identitas, norma, budaya, dan ide ide sosial lainnya. Fokus utama dalam skripsi ini adalah terhadap konsep identitas itu sendiri, serta pengaruhnya terhadap kebijakan luar negeri. Contoh fenomena internasional yang dapat dijelaskan dengan variabel idealis ini antara lain adalah fenomena perubahan kebijakan luar negeri Jepang dari yang bersifat militer menjadi pacifist. Kebijkan luar negeri Jepang yang baru dapat dijelaskan melalui identitas baru Jepang sebagai negara ekonomi yang pacifist akibat kekalahannya di perang dunia. 1 Teori konstruktivisme sendiri mengatakan bahwa kepentingan suatu negara dipengaruhi oleh identitas yang terbentuk melalui interaksi sosial. Akibat interaksi sosial Jepang dengan AS, muncullah identitas baru Jepang sebagai negara pasifis merkantilis dimana kepentingan mereka fokus terhadap perkembangan ekonomi. Namun, fokus dalam skripsi ini adalah kebijakan baru negara Federasi Rusia yang sifatnya jauh lebih asertif di dalam politik internasional. Ada kalanya ketika kebijakan luar negeri Rusia memiliki orientasi militer di era Soviet sebelum bertransformasi menjadi kebijakan yang berorientasi ekonomi di bawah Boris Yeltsin. Di bawah kepemimpinan Yeltsin, Rusia menjalani reformasi ekonomi dan politik dengan aspirasi utama menjadi negara liberal seperti negara barat. Namun, kebijakan reformasi Shock Therapy tersebut 1 Linus Hagström. Identity politics and Japan's foreign policy. Statsvetenskaplig Tidskrift 108, no. 2 (2006) 1 justru berdampak negatif bagi Rusia pada saat itu. Reformasi pasar yang dilakukan secara mendadak melalui liberalisasi harga dan proses privatisasi menyeluruh justru mendatangkan inflasi. Krisis ekonomi di Rusia mengalami penurunan yang lebih drastis ketika mereka ikut diserang oleh krisis finansial global Tentu saja krisis ekonomi ini berdampak pada penurunan popularitas Yeltsin baik di pemerintahan Kremlin maupun di antara masyarakat Rusia. Pada masa ini Rusia telah menjadi Weak state atau negara lemah yang pemerintahannya dikuasai oleh oligarki opportunis dan elit yang korupsi. 2 Bahkan GDP Rusia mengalami penurunan drastis dari US$ 500 miliar di awal 1991 menjadi sekitar US$ 190 miliar di akhir kepemimpinan Yeltsin. 3 Dalam arena internasional, Rusia era Yeltsin dikenal sebagai negara yang gagal dan penuh korupsi. Korupsi yang dilakukan oleh para elit lokal maupun nasional tersebut menjadikan Rusia negara yang tidak memiliki suara di arena internasional. 4 Komunitas politik internasional mulai menyadari adanya perubahan di Rusia ketika Vladimir Putin muncul sebagai pemimpin Kremlin yang baru. Naiknya Vladimir Putin ke kursi kepemimpinan baru Rusia juga bersamaan dengan munculnya kembali status Rusia sebagai pemain aktor internasional yang signifikan. Hal tersebut dalam dilihat dari perkembangan pesat yang dialami Rusia dalam sektor ekonomi maupun diplomasi. Dalam bidang ekonomi, Putin berhasil memperbaiki perekonomian Rusia dengan signifikan. Sebagai contoh, Rusia berhasil menjadi 10 besar ekonomi dunia bersama negara negara anggota BRICS lainnya. 5 Rusia juga berhasil melunasi sebagian besar hutangnya yang terkumpul dari era Uni Soviet kepada Paris Club. 6 Transformasi positif Rusia dibidang ekonomi tentunya dipengaruhi juga dengan adanya profit industri minyak dan gas. Penghasilan dari sektor minyak dan gas inilah yang kemudian menurunkan rasio kemiskinan di Rusia, beserta kenaikan GDP tahunan Rusia yang 2 Daniel Treisman, Presidential Popularity in a Hybrid Regime: Russia under Yeltsin and Putin. American Journal of Political Science. Vol. 55, No. 3 July 2011 Hal GDP Growth of Russia. Trading Economics. Diakses pada 14 September Jeffrey Mankoff, 2009, Russian Foreign Policy: The Return of Great Power Politics. UK: Rowman & Littlefield Publishing, Inc. Hal Anton Golubev Russia breaks into top 5 world economies, displacing Germany. Russian Today, Diakses pada 15 September Edmund Conway Reborn Russia Clears Soviet Debts. The Telegraph. Diakses pada15 September dipertahankan sebelum terkena krisis ekonomi si 2009 yang lalu. 7 Namun, perekonomian Rusia berhasil meraih kembali momentumnya pada tahun 2010 yang kemudian dipertahankan hingga sekarang. Gambar 1. GDP Rusia ( ) Meskipun begitu, fokus utama dalam skripsi ini adalah perubahan Rusia di dalam sektor diplomatik dan bagaimana identitas mempengaruhinya. Secara tidak langsung, pertanyaan utama dalam skripsi ini adalah bagaimana identitas mempengaruhi kebijakan luar negeri Rusia yang sifatnya jauh lebih asertif dibandingkan era era sebelumnya. Dua studi kasus yang akan dianalisa adalah kebijakan luar negeri Rusia di dalam konflik Suriah dan Ukraina Timur. Keterlibatan erat Rusia di dalam kedua konflik tersebut seakan menandakan keasertifan Rusia dalam politik internasional, terutama relasinya terhadap dunia Barat. Tentunya keterlibatan Rusia di kedua konflik tersebut tidak bisa hanya dijelaskan menggunakan variabel materi. Oleh karena itu skripsi ini ditujukan untuk menganalisa bagaimana identitas berpengaruh terhadap kebijakan luar negeri Rusia di kedua konflik tersebut. Di dalam konflik Suriah, Rusia memiliki peran sebagai partner atau aliansi politik yang suportif. Kebijakan luar negeri Rusia di Suriah secara garis besar ditujukan untuk mencegah adanya intervensi barat terhadap pemerintahan Basar Al Assad. Sedangkan di 7 Anders Aslund An Assesments of Putin s Economic Policy Peterson Institute for International Economics, Diakses pada 16th September Ukraina Timur, Rusia berperan sebagai lawan yang mencoba untuk mempertahankan wilayahnya di wilayah Ukraina Timur. Argumen utama yang dicoba untuk disampaikan oleh si penulis adalah bahwa identitas memiliki pengaruh yang besar dalam kebijakan luar negeri Rusia dibawah Vladimir Putin. Dalam relasinya dengan Ukraina dan Suriah, terdapat dua konsep identitas yang menonjol yang diasumsikan berpengaruh terhadap kebijakan luar negeri Rusia. Konsep identitas pertama adalah identitas Great Power yang menggabungkan unsur Nasionalisme dan ideologi Sosialisme dalam pembangunan Rusia sebagai negara yang kuat dan berpengaruh di dunia internasional. Konsep identitas yang kedua adalah identitas Rusia sebagai negara Konservatif. Sifat sifat konservatif tersebut merupakan akar dari nilai nilai Kristen Ortodoks yang merupakan agama signifikan di Rusia dan negara negara tetangganya, termasuk di Ukraina dan Suriah. Pembahasan mengenai definisi dan munculnya kedua konsep identitas Rusia ini dalam interaksi sosialnya dengan kedua negara konflik tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam bab selanjutnya. Skripsi ini akan dibagi menjadi empat bab utama. Bab pertama didedikasikan kepada pembahasan latar belakang skripsi beserta kerangka konseptual yang digunakan untuk menganalisa rumusan masalah utama. Bab kedua merupakan data dan penemuan yang telah dikumpulkan oleh penulis berkaitan dengan kedua konflik tersebut. Bab dua juga akan diawali dengan penjelasan mengenai terbentuknya identitas yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Rusia. Bab ketiga merupakan bab analisa utama, dimana hubungan antara identitas dan kebijakan luar negeri via kepentingan akan dielaborasikan lebih lanjut. Dan bab keempat ditujukan untuk menyimpulkan hasil penemuan dan analisa skripsi tersebut. II. Rumusan Masalah Bagaimana identitas mempengaruhi kebijakan luar negeri Rusia pada konflik Suriah dan Ukraina Timur dibawah kepemimpinan Vladimir Putin? III. Kerangka Konseptual 1. Analisa Berbasis Identitas dalam Teori Konstruktivisme Teori Konstruktivisme telah menaikkan kepopuleran konsep identitas dan penggunaannya dalam menganalisa fenomena HI. Beberapa peneliti dan akademis yang mengadvokasi pendekatan berbasis identitas cenderung menggunakan konsep tersebut untuk menganalisa kebijakan luar negeri suatu negara. Sebagai contoh, Renner dan Horelt menghubungkan 4 identitas Kroasia sebagai negara Balkan dan negara Eropa dengan kebijakan dilematis mereka terhadap International Crime Tribune for Yugoslavia (ICTY). Dalam analisanya, Renner & Horelt berpendapat bahwa interaksi baru kroasia dengan Uni Eropa menimbulkan identitas baru Kroasia sebagai bangsa Eropa. Hal tersebut memicu sifat dilematis dalam kebijakan mereka, terutama jika dikaitkan dengan identitas lama mereka sebagai bangsa balkan, dengan kata lain solidaritas etnis Balkan. Dua identitas Kroasia tersebut saling berkompetisi dan mempengaruhi sifat dilematis kebijakan luar negeri mereka. Dalam kasus lain, Ashizawa menganalisa kebijakan luar negeri Jepang terhadap negara negara Asia Tenggara pasca perang dingin, terutama dalam kasus APEC dan ARF. Kebijakan luar negeri ini dijelaskan oleh Ashizawa dengan adanya konstruksi identitas baru bangsa Jepang sebagai partner yang pasifist. Dengan identitas baru tersebut, Kepentingan utama Jepang adalah berusaha meraih kembali kepercayaan dari bangsa bangsa Asia Tenggara yang juga merupakan bekas jajahan Jepang. Kepentingan inilah yang menurut Ashizawa mendasari tindakan Jepang untuk bergabung dalam APEC dan ARF. Dalam studi politik Rusia sendiri, penggunaan konsep identitas biasanya dikaitkan dengan hubungan Rusia vis-a-vis negara Barat. Kasianova melakukan analisa komparatif mengenai dua identitas berbeda yang hadir dalam kebijakan luar negeri Rusia di era Yeltsin dan Putin. Hasil interaksi Rusia dengan Uni Eropa di era Yeltsin menimbulkan konstruksi identitas Rusia sebagai negara Eropa yang kapitalis dan liberal. Dengan identitas tersebut, alhasil kepentingan utama Rusia adalah untuk menjadi partner dan juga bagian dari Uni Eropa. Namun di era Putin, Kasianova menyoroti peran identitas Great Power dalam kebijakan luar negeri Rusia. Era Putin didasari dengan adanya keinginan Rusia untuk menjadi Great Power yang dapat mengimbangi kekuatan Uni Eropa dan AS sebagai kekuatan dominan di politik internasional. Fenomena adanya perubahan signifikan di dalam kebijakan luar negeri Rusia akan dianalisa dibawah kerangka teori konstruktivisme, dimana teori tersebut berargumen bahwa perilaku negara selayaknya difahami melalui substansi atau ide yang terbentuk secara sosial. 8 Identitas merupakan salah satu substansi yang dimaksud dalam argumen tersebut. Oleh karena itu, muncul lah pendekatan analisa berbasis identitas, dimana identitas dan budaya 8 Judith Renner & Michel-Andre Horelt, 2008, Of Heroes and Villains: Competing Identity Construction in Post War Croatia. Munich Working Papers in IR. No.1 (January 2008) Hal.9 5 bersama memiliki peran yang penting di dalam kebijakan luar negeri. 9 Menurut Alexander Wendt, terdapat tiga klaim utama yang menjadi esensi teori konstruktivisme, mereka adalah: (1) state are the principal units of analysis in international political theory; (2) The key structures in the state system are intersubjective rather than material; (3) state identities and interest are important part constructed by these social structures, rather than given exogenously to the system by human nature or domestic politics. 10 Dalam pandangan ilmu realis, identitas dan juga kepentingan merupakan suatu variable yang sifatnya statis ataupun tetap. Dengan kata lain, variabel tersebut akan selalu sama sepanjang masa, yaitu dalam bentuk Powersebagai kepentingan utama yang mempengaruhi perilaku suatu aktor. Oleh karena itu, analisa melalui teori realis cenderung memiliki unsur prediktabilitas yang kuat. Hal inilah yang kemudian dikritik oleh pemikir konstruktivis seperti Wendt. Dalam klaim konstruktivisme di atas, Wendt menekankan pentingnya variable idealis yang terbentuk secara sosial dalam analisa fenomena Hubungan Internasional. Dengan kata lain, identitas yang terbentuk melalui proses interaksi antar negara inilah yang kemudian mendasari perilaku aktor politik internasional dalam menentukan kebijakan luar negerinya. 11 Untuk memahami konsep identitas dan pengaruhnya dalam HI secara lebih mendalam, perlu dipahami bahwa identitas itu sifatnya dinamis. Berikut merupakan definisi dan penjelasan sifat sifat identitas menurut teori konstruktivisme. a) Definisi Konsep dan Sifat Dinamis Identitas dalam HI Konsep identitas mulai muncul sebagai pendekatan analisa kebijakan luar negeri di awal tahun 1990an, bersamaan dengan naiknya kepopuleran teori konstruktivisme dalam ilmu HI. 12 Dalam teori konstruktivisme sendiri, terdapat berbagai macam cabang pemikiran yang juga menghasilkan pengertian berbeda terhadap konsep identitas. Namun, dalam pengertiannya yang paling luas, Wendt mendefinisikan konsep identitas sebagai pada dasarnya, adalah sebuah kualitas subyektif atau level unit yang berakar dari self understanding aktor tersebut. 13 Pada dasarnya identitas menjawab pertanyaan Siapa dalam hubungan internasional.apabila sebuah aktor atau agen menegetahui siapa dia, barulah 9 Umut Uzer Identity and Turkish foreign policy: The Kemalist Influence in Cyprus and the Caucasus. New York: Palgrave Macmillan. hal.4 10 Alexander Wendt, Collective Identity Formation and the International State, American Political Science Review 88 (1994): Bulent Aras. Turkish Foreign Policy and Jerusalem: toward a Socital Construction of Foreign Policy. Arab Studies Quarterly. Vol. 22, No. 4 (Fall 2000) Hal Lihat Renner & Horelt, hal Alexander Wendt, 1999, Social Theory of International Politics. Cambridge: Cambridge University Press. Hal.224 6 dia dapat mengetahui apa yang dia inginkan dan bagaimana dia bisa mewujudkannya melalui kapabilitas yang dimilikinya. Namun Wendt juga menekankan bahwa identitas yang hanya dipahami secara pribadi oleh aktor tersebut tidak akan bisa dijadikan variabel dalam analisa HI. Agar konsep identitas menjadi valid, pandangan terhadap konsep tersebut harus menjadi pandangan bersama (kolektif) bagi aktor yang terlibat. Dalam skripsi ini, aktor yang terlibat adalah Rusia, Suriah dan Ukraina. Namun dalam eksten teretentu, negara barat seperti UE dan AS juga terlibat dalam konstruksi identitas Rusia. Dua konsep identitas inilah yang terdapat dalam tulisan tulisan alexander Wendt mengenai peran identitas dalam HI. Konsep identitas pertama merupakan identitas yang terbentuk secara internal, melalui sejarah dan nilai nilai civilisasi bangsa tersebut. Dengan kata lain, identitas tersebut bersifat inherent dan hanya dipahami secara internal oleh bangsa tersebut. Sedangkan konsep identitas kedua adalah identitas yang terbentuk secara eksternal melalui interaksi sosial antar negara. Identitas inilah yang menjadi variabel utama dalam analisa fenomena HI, dimana identitas muncul hanya dalam relasinya dengan aktor lain. 14 Dengan kata lain, suatu negara dapat memiliki berbagai macam identitas yang saling berdampingan. Berbagai macam identitas ini tentunya terbentuk akibat berbagai macam interaksi dengan berbagai macam aktor. Berbagai macam interpretasi identitas inilah yang kemudian saling berkompetisi dan mencoba mendominasi dalam suatu aktor. 15 Apabila identitas dimaknai sebagai suatu ide yang terbentuk melalui interaksi sosial, maka dapat dikatakan bahwa identitas memiliki sifat yang dinamis atau tidak pasti. Kata dinamis mengacu pada tendensi identitas untuk berubah bentuk mengikuti pola waktu dan jenis interaksi negara tersebut. Banyak peneliti HI menggunakan teori konstruktivisme dan konsep identitas yang dinamis dalam analisa fenomena internasional. Sebagian besar dari mereka menyoroti bagaimana identitas memiliki pengaruh yang signifikan dalam kebijakan luar negeri mereka. Dari beberapa peniliti ini, penulis dapat menemui bagaimana identitas suatu negara dapat berubah seiring dengan berubahnya jenis interaksi sosial yang dihadapi aktor tersebut. Negara Turki merupakan salah satu contoh subyek analisa yang menarik terutama dalam kaitannya dengan identitas dan dinamikanya dalam mempengaruhi kebijakan luar negeri. Peneliti Umut Uzer menganalisa peran identitas sebagai variabel utama yang mempengaruhi 14 Christian Thorun. 2009, Explaining Change in Russian Foreign Policy, US: Palgrave MacMillan. Hal Alexander Wendt. 1994: Collective Identity Formation and the International State, in: American Political Science Review 88:2, kebijakan luar negerinya terhadap intervensi Yunani dalam konflik Siprus. Dalam kasus ini, identitas yang mendominasi adalah identitas turki sebagai Etnis Turki. Bangsa Siprus-Yunani dan Siprus-Turki merupakan salah satu mayoritas etnis di Siprus, dimana selama ini pemerintahan Siprus-Yunani cenderung opresif terhadap rakyat Siprus beretnis Turki. Dalam relasi sosialnya terhadap pemerintahan Yunani, Turki memiliki kepentingan untuk melindungi bangsa Turki yang tertindas oleh pemerintahan bangsa Siprus-Yunani yang mendominasi. Oleh karena itu Turki mencegah intervensi yunani agar kepentingannya terjaga di Siprus. Di kasus ini, intervensi Turki dijustifikasi oleh...kedekatan geografis, hubungan sejarah, dan keberadaan populasi etnis Turki Dalam contoh lain, Bulent Aras mengemukakan adanya identitas lain yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Turki di konflik Jerusalem. Di dalam konflik tersebut, Turki memberikan dukungan terhadap umat palestina, bersamaan dengan kecamannya terhadap Israel yang dianggap mengopresi kaum Palestina. Aras berargumen bahwa dukungan Turki terhadap Palestina dipengaruhi oleh identitas Turki sebagai bangsa Islam. Kepentingan Turki yang ada dibalik dukungan tersebut adalah keinginan untuk mempertahankan tanah suci Islam, beserta kaum islam yang ada di dalamnya. Dua contoh ini menunjukkan adanya sifat dinamis identitas dalam teori konstruktivisme. Relasi sosial suatu negara dengan negara lain melahirkan identitas yang khusus, yang sifatnya spesifik terhadap di dalam hubungan tersebut. b) Neksus Identitas dan Interes Untuk memahami hubungan antara identitas dan kepentingan (interest), perlu diketahui bahwa pendekatan analisa berbasis identitas terbentuk dari kritik kaum konstruktivis terhadap pendekatan rasionalis kaum realis. 17 Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kaum realis menganggap bahwa kebijakan luar negeri suatu negara didasari atau dipengaruhi oleh kepentingan yang bersifat tetap (fixed interest). Kelemahan yang ada dalam argumen tersebut terletak pada fakta bahwa kepentingan suatu negara tidak akan selalu bersifat tetap. Seperti yang disebutkan oleh Wendt dalam klaim konstruktivis diatas, kepentingan itu tidak muncul begitu saja secara sendirinya (given exogenously). Kepentingan hanya dapat tercipta melalui bagaimana suatu negara memahami dirinya sendiri atau dengan kata lain melalui identitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa identitas merupakan sumber yang mempengaruhi 16 Kutipan dari Menteri Luar Negeri Turki, Fuat Koprulu. Lihat Uzer, hal Horelt & Renner. Hal.9 8 kepentingan, dan kepentingan merupakan sumber dasar kebijakan luar negeri. 18 mempermudah kita dapat melihat gambar berikut; Untuk Kepentingan bersifat tetap (Fixed Interest) Kebijakan Luar Negeri Gambar 1. Analisa Kebijakan Luar Negeri Teori Realisme Identitas Kepentingan/I nterest Kebijakan Luar Negeri Gambar 2. Analisa Kebijakan Luar Negeri Teori Konstruktivisme Gambar satu merupakan representasi pendekatan teori rasionalis dalam menjelaskan kebijakan luar negeri suatu negara. Menurut merek