Preview only show first 10 pages with watermark. For full document please download

Bab Ii Selangkah Ke Teluknaga

21 Bab II Selangkah ke Teluknaga Teluknaga, demikian nama sebuah daerah di Tangerang utara yang belakangan menjadi sorotan banyak pihak berkaitan dengan keberadaan Cina Benteng di sana. Mengapa disebut

   EMBED

  • Rating

  • Date

    May 2018
  • Size

    7.3MB
  • Views

    3,367
  • Categories


Share

Transcript

21 Bab II Selangkah ke Teluknaga Teluknaga, demikian nama sebuah daerah di Tangerang utara yang belakangan menjadi sorotan banyak pihak berkaitan dengan keberadaan Cina Benteng di sana. Mengapa disebut Teluknaga?, beberapa penduduk setempat tidak dapat memberi jawaban karena mereka sesungguhnya tidak tahu, sebaliknya merekapun heran mengapa harus dipertanyakan?. Bagi mereka Teluknaga adalah Benteng Udik, daerah yang sebelum tahun 1980 belum memiliki jalan raya yang baik, kendaraan yang menuju ke sana harus hati-hati dan sabar karena jalan berupa tanah bergelombang dan berbatu-batu, jalan mobil angkutan merayap lebih lambat dari pada laju sepeda. Saat ini, perjalanan menuju Teluknaga - dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum - sama sekali tidak menemui kesulitan, jarak 18 kilometer dari Pintu Air Tangerang dapat ditempuh dalam waktu 25 menit. Jalan raya selepas pertigaan Sewan merupakan jalan beton selebar enam meter satu arah, kondisi jalannya lurus dengan sedikit persimpangan menuju kampung Melayu, pada sisi kanan jalan terdapat sungai dengan lebar lebih dari sepuluh meter. Empat kilometer selepas persimpangan Sewan, jalan beton terbagi menjadi dua jalur dengan pembatas jalan di tengah-tengahnya, di sisi kiri jalan berjajar perumahan penduduk, toko, warung, pombensin dan kantor polisi, di sisi kanan jalan terbentang luas kawasan bandar udara Soekarno-Hatta, pagar kawat setinggi tiga meter yang ditumbuhi tanaman rambat tidak menutup pandangan kita untuk melihat tanah lapang dan beberapa bangunan di dalamnya. Berbatasan dengan daerah Kedaung - tepatnya jembatan kabel milik bandara - kita akan mendapatkan pemandangan yang berbeda, jalan berganti menjadi jalan aspal yang mengecil kurang dari lima meter, rumah-rumah kecil, toko kelontong sederhana, warung-warung dan tanah kosong berada di sisi kiri jalan, di sisi kanan jalan terdapat kali dengan lebar hampir lima meter, air kali mengalir berwarna coklat muda sedalam pinggang orang dewasa, pagi dan sore hari penduduk setempat mencuci pakaian dan mandi di kali ini, daerah ini dikenal sebagai Dusun Tiga. 22 Memasuki Kampung Melayu, kali ini sudah tidak nampak, suasana berbeda karena pertokoan dan komplek perumahan sudah hadir di sana, Rumah Sakit Mitra Keluarga merupakan satu-satunya gedung bertingkat tiga di antara gedung-gedung yang lebih rendah, gedung kokoh dengan perpaduan warna hijau dan krem lengkap dengan pencahayaan yang terang dimalam hari. Seratus meter setelah Rumah Sakit tepatnya disisi kanan jalan terdapat tanah landai yang luas, di sanalah Rumah Kawin tertua berada, Rumah Kawin Song Kim Keh. II.1. Rumah Kawin di Lingkungan Kampung Melayu, Teluknaga Jalan raya Kampung Melayu merupakan satu-satunya jalan menuju pertigaan jalan Perancis dan Tanjung Pasir, lebar jalan lebih dari delapan meter memberi keleluasaan bagi kendaraan beca, motor, kendaraan pribadi, kendaraan umum, truk dan bis ukuran tiga perempat berlalu lalang, Di sisi jalan raya ini juga terdapat tiga buah Rumah Kawin, Rumah Kawin Song Kim Keh, Rumah Kawin Teng Kim Lin dan gedung serbaguna Lautan. Ketiga rumah kawin ini memiliki karakteristik yang berbeda, perbedaan ini terdapat pada luas tanah dan bangunan, luas tanah parkir, kebersihan ruang dan kemegahan ruang serta besarnya harga sewa. II.1.a Rumah Kawin Song Kim Keh Jangan berpikir bahwa penampilan Rumah Kawin ini mirip salah satu gedung resepsi di Jakarta, Song Kim Keh, - demikian nama Rumah Kawin yang dibangun tahun 1962 disesuaikan dengan nama pendiri dan pemilik pertama bangunan ini - memiliki halaman parkir yang luas. Pintu geser terbuat dari besi siku sepanjang empat meter, pintu ini merupakan akses utama masuk Rumah Kawin Song, Pintu besi ini dicat warna putih sepanjang tiga meter dan sisanya satu meter dicat warna merah bata. Pagar depan bangunan merupakan tembok bata setinggi 1,2 meter, cat putih pada tembok masih menyisakan warna bekas tambalan semen di mana-mana. Di atas tembok berjajar kayu kaso ukuran empat kali enam sentimeter membentuk pagar bercelah sepuluh senti, tinggi pagar 2,5 meter dari lantai. Warna cat putih pada dinding dan warna biru muda pada pagar kaso tampak senada dengan atap asbes gelombang yang berwarna abu-abu menghitam, 23 demikian juga dengan genteng plentong warna gerabah menghitam yang menutup kuda-kuda pelana tepat di tengah-tengah bangunan ini. Gambar 1: Rumah Kawin Song Kim Keh Gambar 2: Ruang Tamu Saat kita memasuki Rumah Kawin ini, pandangan pertama adalah ruang terbuka yang luasnya lebih dari 400 m 2, tiang-tiang balok kayu dan tiang beton ukuran 15 x 15 cm menyanggah kuda-kuda pelana. Ruang terbuka ini adalah Ruang Tamu 1, lantai ruangan ini ditutup dengan semen flur, bergelombang dan agak kasar, beberapa tempat tampak tambalan-tambalan baru, langit-langit ruangan tidak ada, sehingga kita dapat melihat kayu gording serta bambu jurainya hingga susunan genteng plentong-nya dari Ruang Tamu, dari celah-celah genteng masih 1 Ruang Tamu adalah ruang terbuka tempat berkumpulnya tamu pria, pada ruang ini juga terdapat tempat gambang atau musik organ tunggal 24 terlihat pendar-pendar cahaya matahari yang menerangi ruang langit-langit itu, saya yakin kebersihan langit-langit dijaga dengan baik. Kipas angin gantung dengan diameter 100 cm diikat pada balok-balok palang, enam buah kipas angin yang tersebar di enam modul struktur penyanggah itu melengkapi kehadiran lampu-lampu TL 20 watt pada langit-langit ruangan. Pada sisi kanan Ruang Tamu terdapat panggung permanen dengan ketinggian 30 cm, panggung semen dengan ukuran panjang delapan meter dan lebarnya tiga meter merupakan panggung orkes gambang atau organ tunggal. Pada Ruang Tamu di sisi kiri tembok seberang Ruang Teh terdapat altar Dewa Dapur (Cao Kun Kong, Nyonya Tan Perias menyebutnya sebagai Cia Kun Kong) yang diletakkan di tembok setinggi dua meter dari lantai. Tepat berhadapan dengan pintu utama tampak pintu Ruang Teh 2, pada sisi kiri dan kanan pintu terdapat papan-papan untuk menempelkan kertas merah beraksara Cina, tulisan ini menjelaskan marga pengantin pria di sisi kiri (di sisi kanan menurut konsep tampilan lambang Cina) dan marga pengantin wanita di sisi kanan (di sisi kiri menurut konsep tampilan lambang Cina). Pada bagian atas pintu terdapat satu huruf Cina berwarna emas yang berbunyi Souw sebagai ucapan selamat panjang umur yang umumnya ditujukan bagi orang yang berulang tahun, tepat di bawah aksara Souw terdapat tempelan Xi Lian (doa dalam pernikahan yang ditulis vertikal) di atas kertas merah, yang bermakna: Hadir dalam kemuliaan, di bawahnya terdapat tempelan Xi Bian Ě (doa dalam pernikahan yang ditulis horisontal) pada kertas merah yang bermakna: Tempat dan waktu yang tepat untuk mempersatukan dua insan. 2 Ruang Teh adalah ruang tempat berkumpulnya kaum perempuan saat pesta pernikahan, di ruang ini juga biasanya kaum perempuan bermain judi. 25 Gambar 3: pintu ruang teh Pada samping kertas merah marga juga terdapat tempelan Xi Lian dalam bentuk besar, sisi kanan (menurut konsep tampilan Lambang Cina di sisi kiri, menghadap kita) artinya Dua marga menjadi satu, di langit di bumi banyak rejekinya, di atas di bawah rejeki melulu. Pada sisi sebelah kiri (menurut konsep tampilan ada di sisi kanan) bermakna: Hidup berdua sampai tua, banyak anak banyak cucu, saling menghormati seperti tamu agung. Pintu kayu bercat biru dengan dua daun pintunya yang terbuka ke belakang memperlihatkan altar meja sembahyang, meja dengan bahan kayu berpolitur warna mahoni gelap, dilapisi plastik yang umumnya digunakan untuk meja makan. Dari bentuk dan penampilannya, meja sembahyang ini bukan dibuat oleh ahlinya, kayu kamper yang digunakan pada altar meja tinggi merupakan kayu yang lazim digunakan untuk bahan bangunan, penyudutan pada tiang-tiang kaki berupa segi tiga polos tanpa ukiran menunjukkan adanya stilasi gaya terhadap altar sembahyang model Cina dan papan multipleks 18 mm merupakan bahan baru yang digunakan masyarakat mulai tahun 1980, sehingga saya memperkirakan meja sembahyang ini adalah kreasi masyarakat setempat meskipun memiliki masa pakai yang cukup lama. 26 Gambar 4: Meja Abu Pada dinding altar terdapat empat bilah cermin lukis, tiga cermin tersusun vertikal, cermin di tengah adalah lukisan, cermin di sisi kanan dan kiri adalah petuah beraksara Cina, pada sisi kiri. Lukisan pada cermin memperlihatkan pohon yang merunduk, di bagian atas pohon terdapat tiga kuntum bunga merah merekah, di bawah pohon tampak seekor burung bangau putih (Ho) tengah mengangkat sayapnya sebagai lambang panjang usia, di atas pohon bertengger burung Hong pelambang keindahan/ keagungan yang bermakna keluarga mulia, di sisi burung Bangau terdapat danau, di atas danau terdapat pasangan mesra burung Yen-Yang, di langit terdapat gambar bulan bulat berwarna merah sebagai Bulan Purnama, di bawah bulan tampak lima ekor burung beterbangan. Menurut Romo Sungkono lukisan ini bermakna: Lambang kesempurnaan (Hua Hao Ye Yen), yaitu lukisan bunga mekar semerbak, bulan purnama diiringi doa agar kedua pengantin seperti burung Yen-Yang 3 yang selalu rukun dan mesra, hidup sampai tua (simbol burung Bangau) dan keluarganya mulia (simbol burung Hong). 3 Burung Yen-Yang adalah sejenis burung belibis yang digambarkan selalu berpasangan, apabila salah satu meninggal maka tidak lama lagi pasangan yang hidup akan meninggal. Demikian penjelasan Romo sungkono. 27 Gambar 5: lukisan kaca pada dinding altar Di atas tiga bilah lukisan cermin ini terdapat sebuah lukisan rumah panjang, lukisan dengan tinta hitam. Aksara Cina di sisi kanan bermakna: Ada Hoa Lai Kung Shi, yaitu kongsi dagang Hoa Lai yang baru di buka. Di sisi kiri adalah ucapan selamat berkaitan dengan pendirian firma ini dari Seng Hok Kung Shi, Gwan Seng Kung Shi, Kong Gwan Ho dan Gow Ah Gwat di Semarang. Gambar 6: lukisan gedung kongsi dagang Hoa Lai 28 Ruang teh merupakan ruang yang memiliki lantai dengan bahan flur semen, ruang ini juga tidak memiliki langit-langit, penerangan tambahan bersumber dari sebuah lampu jenis PLS. Gambar 7: ruang Teh, tempat perempuan berkumpul Di dalam Ruang Teh terdapat dua kamar tidur, kamar tidur pengantin di sisi kanan dan kamar tidur keluarga di sisi kirinya, di depan kamar tidur pengantin ditempelkan kertas-kertas Bian Ě merah beraksara Cina Kung Fang Tao Che, sebagai sebutan bagi burung Hong lambang keindahan/ keagungan. Kamar pengantin berlantai flur semen, cat tembok yang menunjukkan bercak jamur dibeberapa tempat, dilengkapi dengan ranjang besi berkelambu tipis warna merah muda, kasur kapuk berkain warna merah tua belum dilapisi kain seprei, lemari kayu dengan bahan teak-plywood dan finishing melamik berwarna coklat muda. Hingga tahun 1980 untuk kepentingan Sang Jit 4 pasangan pengantin harus tinggal dalam kamar pengantin ini selama satu malam, namun perkembangannya saat ini pengantin tidak lagi tidur di Rumah Kawin. 4 Prinsip perkawinan Cina Benteng Udik pada umumnya adalah pengantin perempuan akan di- keluarkan dari rumah untuk bergabung dengan suaminya. Sang Jit adalah upacara lamaran terhadap pengantin perempuan dengan membawa serahan, banyak dan jumlah serahan bergantung dari kesepakatan dua belah pihak, umumnya terdiri dari bahan pakaian, bahan makanan dan Uang Lamaran juga Uang Susu. Uang Lamaran bisa ditolak sebagai tanda bahwa pihak lelaki yang harus membuat pesta pernikahan, Uang Susu wajib diterima orang tua pihak perempuan sebagai pelepasan hak terhadap anak perempuannya, Uang Susu juga simbol yang bermakna ucapan terima kasih telah melahirkan dan membesarkan anak gadisnya. Dalam konteks Cina Benteng Udik pemberian Sang Jit memiliki konsekwensi kuat, apabila pada malam pertama pengantin perempuan kain kosong (tidak perawan) bukan kain isi (perawan) maka keluarga pengantin perempuan akan kena denda berlipat-lipat dari Uang Lamaran, untuk kemudian dibatalkan perkawinannya. Sampai tahun 1980 kesepakatan ini masih dijalankan oleh sebagian kecil Cina Benteng Udik. 29 Gambar 8: kamar tidur pengantin dan keluarga Ruang Dapur merupakan ruang lapis ketiga setelah Ruang Teh, dapur dengan sembilan buah tungku kayu bakar merupakan tempat persiapan makanan dan minuman untuk upacara perkawinan hingga pesta perkawinan. Dinding belakang dapur memiliki ventilasi model rooster, melalui jendela ini udara masuk sehingga asap dan aroma masakan dapat ke luar dari ruang dapur. Di dalam ruang dapur terdapat Ruang Pedaringan, yaitu ruang kecil ukuran 1,5 x 2 meter dilengkapi dengan dipan, di atas dipan terdapat periuk nasi berbahan alluminium, kotak nginang dan pendil gerabah untuk air, selain itu terdapat tembikar ukup-ukup untuk membakar kemenyan, pada dinding tembok terdapat tempelan-tempelan kertas persegi warna merah beraksara Cina yang dibaca Fŭ dan yang berarti beruntung. Di sisi kiri Ruang Teh terdapat Ruang Judi, luas ruang lebih dari 300 m2 dilengkapi dengan dua kamar mandi, di sudut ruang bertumpuk meja dan kursi, meja persegi ukuran 90 x 90 cm terbuat dari bahan kayu berjumlah 20 unit dan kursi kayu berjumlah 80 unit. Di sisi kiri Ruang Judi terdapat teras samping yang cukup luas, lebar teras tiga meter dan panjang lebih dari dua puluh meter merupakan ruang cadangan apabila Ruang Judi penuh. 30 Gambar 9: ruang judi Ditilik dari penampilan dan konsep penataan ruangnya, Rumah Kawin Song adalah rumah kawin yang sangat erat hubungannya dengan paham Konghucu dan Taoisme, sehingga penyelenggaraan ritual Cio Tao sebagai tradisi lama masyarakat Cina Benteng Udik lebih mengena bila dilaksanakan di tempat ini, Owe dulu juga nikah di sini demikian penjelasan Ming, juru foto yang sedang meliput ritual Cio Tao, anak muda seusia dua puluh lima tahun dan berpenampilan rapih Papa owe juga, malah engkong juga di sini tuh, gimana gitu ya rasanya (gedung) ini yang paling pas, kan gedung paling tua ya... Hingga saat ini, Rumah Kawin Song Kim Keh dikelola oleh cucu Song, bangunan ini tidak mengalami perubahan yang besar, tambahan lampu penerangan dilakukan tahun 1970 oleh Pak Tan, menantu Song. listrik diperoleh dari generator yang dibuat oleh Pak Tan hasil modifikasi mesin mobil dan dinamo. Saat itu Rumah Kawin Song adalah rumah kawin pertama yang menggunakan penerangan listrik. Hingga saat ini, perawatan Rumah Kawin Song dilakukan secara hemat dengan tetap mempertahankan karakter aslinya. Biaya sewa sebesar empat setengah juta rupiah merupakan biaya yang murah di antara Rumah Kawin lainnya di lingkungan Kampung Melayu. Pak Jangkung sering bertemu dengan orang yang dulu menikah di Rumah Kawin Song dan akan menikahkan anaknya di tempat yang sama, Owe juga tikah di sini, engga berubah ya, ini Rumah Kawin paling tua kan, cuma itu ya gelap (penerangan kurang) Setiap bulan perhitungan kalender Cina rata-rata penggunaan Rumah Kawin adalah dua hingga tiga kali, kecuali bulan keempat yang diyakini sebagai 31 pantangan untuk melakukan pernikahan, demikian juga dengan bulan keenam ada beberapa keluarga yang menolak menyelenggarakan pernikahan. Biaya sewa berkisar antara empat setengah hingga lima setengah juta rupiah, selisih harga merupakan pengurangan fasilitas-fasilitas yang ditawarkan oleh gedung misalkan tidak menggunakan jasa tukang masak, jasa tukang rias dan jasa tukang foto yang ditawarkan oleh gedung. Di luar kepentingan perkawinan, pada bulan keempat kalender Cina, Rumah Kawin Song pernah disewa oleh penyelenggara hiburan untuk menghadirkan manusia raksasa yaitu manusia yang memiliki tubuh setinggi 210 sentimeter (cm), Ruang tamu digunakan sepenuhnya oleh penyewa dan masyarakat umum menyaksikan tontonan ini setelah membayar tiket. Denah 1: Rumah Kawin Song Kim Keh 32 II.1.b. Rumah Kawin Teng Kim Lin (Melati) Rumah Kawin Melati dibangun tahun 1964 oleh Teng Kim Lin, letak Rumah Kawin ini satu kilometer dari Rumah Kawin Song Kim Keh, sesungguhnya saya harus melewati Rumah Kawin Teng sebelum Rumah Kawin Song, namun karena bangunan ini tersembunyi maka lebih mudah mencari Rumah Kawin Teng dari arah Rumah Kawin Song. Gambar 10: Rumah kawin Teng Kim Lin (Melati) Rumah Kawin Melati semula adalah Rumah Kawin yang paling sederhana, uang sewa sebesar delapan ratus ribu rupiah hingga tahun 1994 dianggap tidak sesuai dengan resiko pengeluarannya. Untuk itulah putra sulung Teng memutuskan untuk merenovasi bangunan ini, biaya renovasi sebesar dua ratus juta rupiah mengubah penampilan Rumah Kawin Teng sehingga biaya sewa berubah menjadi empat setengah juta rupiah. Bangunan dibuat dengan modul ruang lima meter, Ruang Tamu memiliki tiga modul melebar dan tiga modul memanjang, jadi luas Ruang Tamu adalah 225 m 2. Lantai bangunan ditinggikan satu meter dari kondisi semula, lantai Ruang Tamu dan Ruang Teh dilapis keramik putih ukuran 30 x 30 cm, dinding depan bangunan dilapis keramik putih ukuran 20 x 20 cm. tiang kolom struktur bangunan dilapis keramik putih ukuran 30 x 30 cm. Pada prinsipnya perubahan yang dilakukan oleh pemilik tidak mengubah konsep penataan ruang Rumah Kawin semula dan juga tidak mengubah struktur hubungan ruang yang semula, sehingga secara prinsip struktur pembagian ruang Rumah Kawin Teng sama dengan Rumah Kawin Song. 33 Gambar 11: ruang tamu Gambar 12: ruang teh Frekwensi pemakaian Rumah Kawin rata-rata sekali hingga dua kali dalam sebulan, berbeda dengan Rumah Kawin Song, Rumah Kawin Teng masih digunakan oleh pasangan pengantin yang beragama Islam atau Kristen sehingga pada bulan keempat penanggalan Cina masih ada yang menggunakannya untuk pernikahan. Panggung untuk orkes gambang atau organ tunggal terletak di sisi kanan depan Ruang Tamu, tinggi panggung permanen itu 40 cm dilapis dengan bahan keramik putih dengan ukuran 30 x 30 cm. 34 Gambar 13: panggung Dinding Ruang Tamu bercat tembok warna putih, langit-langit berbahan tripleks juga dicat tembok warna putih, jendela berteralis yang senantiasa terbuka terletak di tembok depan bangunan sisi kanan dan tembok samping kanan Ruang Tamu, jendela berteralis ini dicat warna hijau muda. Pada sisi kiri tembok Ruang Tamu terdapat tiga buah jendela kaca, pada sisi kanan terdapat satu jendela, masing-masing jendela berukuran 80 x 170 cm dan terletak 30 cm dari lantai. jalusi untuk ventilasi tersebar tidak merata di dinding sisi kiri dan kanan. Pencahayaan tambahan untuk malam hari diperoleh dari lampu TL 40 watt sejumlah sembilan unit, kipas angin gantung dengan diameter 90 cm tersebar pada modul-modul tertentu sejumlah lima unit. Panggung untuk hiburan orkes gambang atau organ tunggal terletak di sisi kanan Ruang Tamu. Berbeda dengan Rumah Kawin Song, Ruang Tamu Rumah Kawin Teng memiliki langit-langit berbahan tripleks bercat putih, tinggi langit-langit 270 cm dari lantai, desain langit-langit mengikuti pola modul ruang sebesar 5 x 5 meter, modul itu dipertegas dengan adanya balok yang diturunkan 10 cm mengikuti modul dan bentuk sudut yang terbentuk antara balok terhadap langit-langit dilembutkan dengan penempelan lis kornis kayu bercat hitam. Perbedaan yang lain adalah peletakkan Meja sembahyang abu di Ruang Tamu, dua susun meja abu berwarna merah mahoni diletakkan di sisi kiri dinding belakang Ruang Tamu berbatasan dengan Ruang Teh, perbedaan berikutnya yang sangat mencolok adalah panggung pelaminan pengantin lengkap dengan kursi pasangan pengantin dan dua pasang kursi pendamping di kiri dan kanannya. Kursi pelaminan terbuat dari kayu 35 bercat emas, kain kursi berwarna merah tua, dan pada latar belakang pelaminan (back drop) terdapat dekorasi yang terbuat dari kain putih sebagai latar belakang dan enam juntai kain merah tua yang masing-masing disimpul di tengahnya, pada tiap pertemuan untaian kain merah di atas, diletakkan karangan bunga imitasi berwarna merah muda, kuning dan putih. Ruang Teh mempunyai dua pintu kembar di kiri dan kanan pelaminan, gerbang tanpa daun pintu ini memiliki ukuran lebar 155 cm, dan sudut siku di atas gerbang dilembutkan dengan bentuk dekoratif seperempat lingkaran. Di atas gerbang pintu sisi kiri terpasang kertas merah, cermin bergambar patkwa dan kertas kuning masing-masing beraksara Cina. Ruang Teh memiliki luas ruang 65 m 2, lantai ruang di