Preview only show first 10 pages with watermark. For full document please download

Bab Iii Rumah Kawin, Perkawinan Dan Cio Tao

99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao Penelusuran relasi Rumah Kawin dengan kehidupan masyarakat Cina Benteng Udik, masa lalu dan masa kini, pada akhirnya mengerucut pada tiga pokok bahasan, yaitu:

   EMBED

  • Rating

  • Date

    May 2018
  • Size

    275KB
  • Views

    4,768
  • Categories


Share

Transcript

99 Bab III Rumah Kawin, Perkawinan dan Cio Tao Penelusuran relasi Rumah Kawin dengan kehidupan masyarakat Cina Benteng Udik, masa lalu dan masa kini, pada akhirnya mengerucut pada tiga pokok bahasan, yaitu: eksistensi Rumah Kawin, tradisi perkawinan dan spiritualitas Cio Tao. Melalui tiga faktor kontinuitas, strategi dan harmoni sebagai pisau analisisnya diharap akan mengarah pada fakta-fakta relasi Rumah Kawin Song dengan masyarakatnya. III.1. Rumah Kawin sebagai Wacana Rumah Kawin di Lingkungan Kampung Melayu, Teluknaga - Tangerang hadir sebagai sarana yang memenuhi kebutuhan pernikahan masyarakat setempat sejak tahun 1962, kehadiran Rumah Kawin bukan sekedar jawaban dari keterbatasan lahan perumahan yang dimiliki calon pengantin, lebih jauh lagi Rumah Kawin adalah wujud ideal dari sarana yang dibutuhkan masyarakat setempat. Kebutuhan berkembang sejalan dengan kemajuan yang dialami Kampung Melayu, akses jalan raya dan pasokan listrik yang baru mereka rasakan tahun 1982 merupakan percepatan-percepatan terhadap perkembangan kebutuhan mereka, informasi melalui interaksi dengan masyarakat luar, surat kabar dan tayangan televisi mempercepat masuknya nilai-nilai medernitas yang mengutamakan kepraktisan, unsur-unsur pembanding segera mengepung kehidupan mereka, perbedaan itu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat sekedar dijawab tetapi harus ditindak-lanjuti, perbedaan tersebut mengerucut sebagai tuntutan-tuntutan perubahan. Cina Benteng Udik tidak diam, mereka melakukan perubahan drastis. Tahun 1994, Rumah Kawin Teng merupakan sarana pertama yang menjawab tuntutan, dua ratus juta rupiah yang dikumpulkan anak-anak Teng sebagai pertaruhan untuk melakukan perubahan penampilan fisik sehingga menaikkan nilai sewa gedung lebih dari lima kali lipat. Tampilan yang modern dengan konsep penataan ruang lama menyebabkan Rumah Kawin Teng harus menghilangkan 100 detail-detail karakter lokalnya, karakter rumah kawin Cina Benteng Udik. dengan tampilan meja abu dan bahan-bahan sederhana sudah dihilangkan, bahan kayu diganti tiang-tiang beton, bahan bambu dan anyaman diganti dengan papan gypsum, kehadiran altar pengantin lengkap dengan backdrop-nya tidak beda dengan tampilan ruang resepsi pernikahan di Jakarta, semua itu merupakan identitas baru bagi Rumah Kawin Teng. Ruang Serbaguna Lautan tampil lebih mewah, ruang yang tertata rapi, langit-langit yang tinggi dan pelataran parkir yang luas menjadikan Ruang Serbaguna Lautan sebagai tempat resepsi yang paling modern. Karakter lokal Rumah Kawin Cina Benteng Udik tidak tampak mengingat gedung ini semula digunakan sebagai gudang Indofood dan saat ini digunakan untuk kegiatan yang beragam. Biaya sewa gedung serbaguna ini berkisar delapan juta rupiah berikut altar pengantin sebagai dekorasi yang mudah dilepas dan dipasang ulang. Bagaimana dengan Rumah Kawin Song?, semenjak 1962 Rumah Kawin Song tampil apa adanya, penataan ruang yang khas sebagai Rumah Kawin Cina Benteng Udik menunjukkan tidak adanya respon terhadap tuntutan perubahan, Lantai yang terbuat dari flur semen membentuk gelombang-gelombang dibeberapa tempat, bangunan berstruktur kayu dan bambu serta atap gerabah tampak jelas dari ruangan karena tidak memiliki langit-langit, pencahayaan yang redup, meja altar tua, miring dan kusam menambah kesan tidak terurus dengan benar, dapur kamar mandi dan Ruang Pedaringan yang berbau jamur, kotor, kumuh dan tidak terawat menjadikan Rumah Kawin Song sebagai Rumah Kawin yang paling buruk di antara Rumah Kawin lain di Kampung Melayu. Di balik itu, apa yang dilakukan oleh Cina Benteng Udik Kampung Melayu?, mereka menetapkan Rumah Kawin ini sebagai Rumah Kawin yang paling ideal bagi mereka. Rumah Kawin Song bukan yang paling murah, biaya sewa gedung di atas lima juta rupiah tidak mengurangi minat masyarakat untuk menggunakan rumah kawin ini, berdasarkan perbandingan pemakaiannya, Rumah Kawin Song paling sering digunakan dibandingkan Rumah Kawin Teng, dan yang jarang digunakan untuk pernikahan adalah Ruang Serbaguna Lautan. Apa yang tampak dari fenomena Rumah Kawin Song ini?, apakah tampilan bersahaja Rumah Kawin Song merupakan strategi mereka?. Nyatanya keluarga Song tidak mampu 101 membiayai renovasi Rumah Kawinnya, sertfikat Rumah Kawin yang tergadai karena Song kalah judi juga entah ada di tangan siapa, penghasilan Rumah Kawin habis terbagi untuk anak dan cucu Song yang hidup sederhana. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa Rumah Kawin Song hanya jalan di tempat, tidak merespon tuntutan perubahan bahkan berlindung di balik wajah kolot tradisi setempat. Dalam konteks strategi, tampak Rumah Kawin Teng telah menunjukkan hasil pelaksanaan strateginya, yaitu mengubah citra diri dengan berganti wajah sehingga penghasilan dari sewa gedung meningkat berlipat dan pangsa pasarnya tidak terbatas pada suku atau agama tertentu; demikian juga dengan Ruang Serbaguna Lautan yang tidak terikat dengan identitas tunggal sehingga tidak ingin terjebak dalam satu wadah kegiatan; namun sebaliknya, bagaimana dengan Rumah Kawin Song? Apakah kondisi tidak ada perubahan bisa disebut sebagai strategi? Jika demikian, tentunya ada kunci yang dapat memberi jawaban - mengapa tidak ada perubahan tetapi tetap bertahan?, bahkan paling diminati!. Bagi masyarakat penyewa Rumah Kawin, katakanlah Pak Pandan sebagai contohnya, alasan pertama yang mereka gunakan untuk memilih Rumah Kawin adalah biaya sewa, alasan kedua adalah faktor kepercayaan atau agama, alasan yang ketiga adalah perkiraan jumlah tamu yang menjadi ukuran suksesnya penyelenggaraan perkawinan, alasan keempat adalah faktor kebebasan yaitu keleluasaan para tamu untuk plesir di acara pesta kawin. Strategi umumnya diawali dengan faktor perhitungan terhadap biaya sewa, bagaimana menutup biaya sewa berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yang ditawarkan Rumah Kawin tersebut, fasilitas judi, Rumah Kawin Song menyediakan lahan nyaman lengkap dengan dua puluh meja untuk judi, sebanyak itu juga yang ditawarkan oleh Teng muda untuk Rumah Kawin Teng, tetapi tidak demikian untuk Ruang Serbaguna Lautan. Pak Geyong yang sehari-hari berprofesi sebagai buruh bangunan memilih Rumah Kawin Song karena mendapat potongan biaya sewa yang besar sehingga biayanya murah, dia sadar akan beban biaya pernikahan yang tidak dapat didukung oleh sit-an sebagai uang komisi judi. Faktor biaya sewa dan pengeluaran untuk makanan merupakan perhitungan biaya yang paling besar, secara tidak langsung Pak Pandan memperkirakan dua puluh hingga dua puluh lima juta rupiah untuk total pengeluaran pestanya, 102 penggunaan biaya sebesar itu akan mudah diatasi apabila diantara tamu yang hadir terdapat empat ratus atau lima ratus orang yang memberi Ang Pao rata-rata sebesar lima puluh ribu rupiah. Selain itu Pak Jangkung yakin bahwa penghasilan dari Sitan penjudi bisa menutup biaya penyewaan gedung sebesar empat hingga lima juta rupiah. Perhitungan di atas kertas memudahkan penyelenggara pesta untuk berspekulasi, bagaimana menghadirkan tamu sebanyak mungkin agar biaya pesta tertutup. Faktor kepercayaan juga menentukan strategi penyelenggara pesta untuk kesuksesan pestanya, Rumah Kawin Song bernuansa kepercayaan Budha (Budha Mahayana, Konghucu dan Taoisme) sehingga Cina Benteng Udik yang beragama Budha dapat memanfaatkannya dengan baik, Rumah Kawin Teng, meskipun berwajah modern, masih mungkin digunakan sebagai pesta perkawinan masyarakat yang beragama Budha, penataan ruangnya masih menggunakan model Rumah Kawin lokal, altar meja abu dan kamar-kamar pengantin masih terletak pada ruang yang sama seperti semula, berbeda dengan Ruang Serbaguna Lautan yang tidak menyediakan fasilitas tersebut secara permanen. Pertimbangan ini hadir sebagai salah satu alasan mengapa putri bungsu Pak Tan, sebagai cucu luar Song, memilih tempat pernikahannya di tempat lain, bukan di Rumah Kawin Song, agama Kristen yang di anutnya tidak sesuai dengan penampilan Rumah Kawin Song yang bernuansa Budhis; demikian juga dengan perkawinan putra Pak Jamin. Faktor perkiraan jumlah tamu yang akan hadir menentukan besarnya ruang yang dibutuhkan, tamu yang hadir bergantung dari keutangan yang harus dibayar mereka kepada penyelenggara pesta. Sistem keutangan ibarat menyebar benih budi baik pada ladang-ladang subur dan pesta perkawinan anak ibarat menuai balas budi dari ladang-ladang subur tersebut, banyaknya tamu yang datang sangat bergantung dari kwalitas budi baik yang telah diberikan pada komunitaskomunitas tertentu, komunitas yang sering dijadikan ladang adalah komunitas penggemar gambang, Komunitas Vihara, komunitas judi, komunitas petani, komunitas nelayan, komunitas pedagang pasar dan komunitas olahraga sepeda santai. Pesta perkawinan adalah pembuktian bagi kwalitas keutangan yang disebarkan, Pak Pandan dengan penuh keyakinan menjamin pesta yang kerap dia selenggarakan pasti berhasil, pengabdiannya terhadap kelompok penggemar 103 gambang sebagai jaminannya bahwa jaringan yang telah dibentuk hingga kota Jakarta, Bekasi dan Kerawang akan mendukung dan mereka akan menghadiri undangannya dengan antusias; demikian juga dengan Ibu Nuning, komunitas Vihara pasti akan mendukung pesta perkawinan yang kerap dia selenggarakan karena dia adalah Rahmani pandita dan aktif dalam kegiatan sosial, sehingga keluarga Pak Pandan memilih ruangan yang besar. Pak Tan adalah pendiri Vihara dan dia adalah mantan pimpinan pengurus vihara, komunitas penggemar sepeda santai yang sekarang dia tekuni merupakan lingkaran baru yang menjamin keutangan tetap berlangsung secara baik, pada saat pernikahan putri bungsunya Rumah Kawin yang dipilih adalah Restoran Rum yang ruangannya luas. Apabila perkiraan jumlah tamu telah diprediksi, maka faktor hiburan apa yang para tamu sukai merupakan pertimbangan yang terakhir. Pak Pandan menetapkan kelompok Nagasakti sebagai pilihannya karena penyanyi dan lagulagu yang ditampilkan paling menarik diantara kelompok lain, biaya yang paling mahal bukan menjadi halangan karena hubungan baik dengan pemilik gambang menghasilkan diskon yang besar. Pak Geyong menggunakan gambang milik Picis karena banyak cokek yang menyukai kelompok ini, para cokek pasti mengajak papi-papinya untuk menghadiri pesta. Beda dengan Pak Canda yang lebih memilih kelompok gambang Naga Sari dari Kampung Jelupang Serpong karena menghindar dari kejenuhan teman-temannya terhadap kelompok gambang lokal Teluknaga. Penyelenggara pesta berstrategi untuk menghadirkan tamu yang ratarata tidak diundang. Lahan ngibing harus dipilih yang besar apabila penyelenggara pesta adalah anggota komunitas penggemar gambang, atau lahan judi harus dipersiapkan sebanyak-banyaknya karena penyelenggara pesta adalah anggota komunitas judi, demikian juga dengan komunitas penggemar minuman keras. Ketiga Rumah Kawin menyediakan lahan yang berbeda untuk menampung kegiatan-kegiatan seperti itu. III.2. Perkawinan sebagai Wacana Perkawinan bukan sekedar menyebar undangan dan membuat pesta, upaya untuk menyukseskan perkawinan harus diawali dengan tindakan-tindakan persiapan secara material maupun spiritual. Perhitungan kebutuhan-kebutuhan 104 dalam pesta akan berujung pada perhitungan besarnya biaya dan tenaga yang harus dikeluarkan. Penyelenggara pesta dapat lebih mudah memperhitungkan resiko yang akan ditimbulkan terkait dengan pilihan-pilihan yang jelas, misalkan sewa Rumah Kawin, sewa gambang dan penyediaan konsumsinya. Persiapan yang bersifat spiritual menyangkut kesiapan mental keluarga pengantin untuk menghadapi hambatan-hambatan menjelang perkawinan. Doa yang dilakukan di Vihara, mohon restu kepada Bante, minta dukungan pendoa dari saudara-saudara yang dituakan dan doa kepada Makco dan Kongco sebagai jaringan doa pihak dalam. Penyelenggaraan ritual Malam Rasul dan ritual Pedaringan merupakan upaya menangkal hambatan-hambatan dari pihak luar. Penyelenggaraan pesta perkawinan akan lebih berhasil apabila penyelenggara pesta juga memperhatikan bagaimana caranya mengundang tamu agar tidak ada kesalahan dalam penyampaiannya. Pak Geyong mendatangi tokohtokoh masyarakat di lingkungan tempat tinggal dia, Kepada Desa, Ketua Rukun Tetangga, pengurus Vihara, pengurus Gereja, tokoh-tokoh yang aktif di dunia gambang, dunia judi, tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar dalam lingkungan pemerintah setempat bahkan Mandor desa 1 merupakan pihak yang harus dikunjungi untuk memberitahukan rencana penyelenggaraan pesta pernikahan putrinya, kunjungan itu sangat berarti karena dia ingin mencantumkan nama-nama mereka sebagai pihak yang mengundang. Mengapa harus mencantumkan namanama mereka?, jawaban yang tepat adalah sudah seharusnya demikian, itulah tradisi mereka untuk mengundang masyarakat. Berangkat dari sistim yang dikonstruksi masyarakat Cina Benteng Udik, undangan adalah pemberitahuan yang disebar merata pada masyarakat, undangan yang disebar adalah undangan tanpa nama layaknya brosur. Pola penyebaran yang menjamin setiap orang dapat menerima adalah melalui kurir yang berkeliling dari pesta satu ke pesta lainnya, kurir akan memberi undangan pada orang-orang yang dia yakini sebagai penduduk setempat. Penerima undangan menerima berita undangan bukan sekedar untuk dia tetapi kerabat-kerabat yang juga mengenal penyelenggara pesta, berita undangan itu disampaikan secara lisan, selain itu papan nama juga ditempelkan di depan Rumah Kawin pada saat pesta dipersiapkan, kedua cara ini merupakan 1 Mandor desa adalah Centeng atau jawara yang diangkat sebagai ketua keamanan desa. 105 tatacara baku yang senantiasa dijalankan mereka sebagai jaminan bahwa pemberitahuan telah tersebar secara merata sehingga tidak ada pihak-pihak yang tidak diundang. Pencantuman nama tokoh merupakan strategi lain agar orang-orang yang memiliki kepentingan dengan tokoh-tokoh tersebut memiliki kesempatan untuk bertemu dan menjalin relasi dalam pesta ini, komunitas Vihara akan lebih senang datang ke pesta karena memandang tokoh mereka yang turut mengundang mereka, demikian juga dengan pengurus gereja dan tokoh-tokoh gambang yang dihadirkan oleh penyelenggara pesta, juga Mandor desa, dia adalah pihak yang menjamin keamanan pesta. Pencantuman nama para pengundang memiliki resiko terhadap mereka, kerabat yang namanya dicantumkan harus senantiasa hadir dalam pesta itu, mereka adalah penyambut tamu yang datang, menemani tamu berbicara dan mengarahkan tamu pada komunitas yang tepat, apabila tamu yang datang adalah peminum maka tamu tersebut diarahkan untuk duduk pada meja sahabat-sahabatnya para peminum, demikian juga para penjudi, penggemar gambang, dan komunitas keagamaan. Apakah pencantuman nama tokoh akan menyebabkan masyarakat hadir karena dicantumkannya nama-nama tokoh yang mereka kenal?, bagaimana kalau masyarakat tidak mengenal penyelenggara pesta, atau bagaimana bisa hadir kalau penyelenggara pesta adalah warga yang tidak mereka sukai, bahkan mereka musuhi? Bercermin pada pendapat Pak Pandan bahwa dia bisa mengabaikan peranan kartu undangan, maka pencantuman nama dalam undangan perkawinan sesungguhnya tidak memiliki pengaruh besar bagi kehadiran tamu, mencantumkan nama-nama tokoh masyarakat lebih tepat sebagai penghormatan bagi tokoh-tokoh setempat sesuai etika bermasyarakat, nama-nama tokoh tidak akan menggerakkan masyarakat untuk hadir apabila tidak ada keutangan yang harus dibayar terhadap penyelenggara pesta. keutangan dan membayar keutangan sesungguhnya merupakan inti kekuatan untuk menghadirkan tamu dalam pesta. keutangan tidak selalu berupa uang, Ibu Nuning yang membantu sebagai tukang masak dalam pesta akan menanam keutangan jasa masak, dalam kesempatan lain orang yang 106 keutangan akan membayar keutangan kepada Ibu Nuning berupa bantuan memasak dalam pesta Ibu Nuning atau memberinya uang. Sistim keutangan menekankan kwalitas keutangan yang dipertukarkan, bernuansa resiprositas. kwalitas keutangan dikreasi oleh individu-individu melalui jasa baik yang diberikan secara terus-menerus, Pak Pandan selalu hadir dalam pesta pernikahan yang dibuat oleh penggemar gambang dilingkungan Tangerang, Jakarta, Bogor, Bekasi dan Kerawang, peranannya yang aktif sebagai penyanyi dan penari menyebabkan orang-orang mengenal dia sebagai penyanyi dan penari yang hebat, tingkah Pak Pandan yang santun dan rela berkorban membuat orang lain menghargai dia, Pak Pandan senantiasa meramaikan suasana pernikahan rekanrekannya. Selain itu, Pak Pandan adalah penggagas dan koordinator pesta gambang pada saat Imlek, pesta kecil di depan halaman rumahnya yang kecil dan selalu dihadiri para penggemar gambang yang dia undang, bebas dihadiri siapa saja dan tidak dipungut biaya, pengabdiannya yang besar sebagai penggemar gambang keromong menjadikan dia sebagai salah satu tokoh yang dikenal secara luas. Langkah-langkah Pak Pandan adalah kwalitas keutangan yang ditebar secara konsisten terhadap komunitasnya, dia menyebutnya sebagai gaul. Demikian juga dengan Pak Tan, keberaniannya sebagai penggagas dan pendiri Vihara Budha Therawadha - sebagai jalan keluar bagi Cina Benteng agar mereka memiliki agama yang sah - berbuah pada penokohannya dalam lingkungan Budhis Kampung Melayu, Pak Tan adalah mantan pimpinan Vihara dan saat ini aktif dalam lingkungan penggemar sepeda sehat. Pengabdian Pak Tan merupakan keutangan yang sangat besar bagi masyarakat di sekitarnya. Jika setiap kepala keluarga berstrategi dalam sistim keutangan yang mereka jalankan, tanpa mereka sadari mereka telah menciptakan harmoni bagi masyarakatnya, perbuatan yang baik dan dijalankan secara konsisten akan menciptakan keutangan yang menguntungkan pelaku, suatu ikatan yang memiliki konsekwensi sosial dengan sanksi yang jelas. Mereka yang aktif dalam sistim keutangan adalah mereka yang akan mendapatkan bantuan dari pembayar keutangan disaat penyelenggaraan pesta kawin kelak. Dan sebaliknya, bagi mereka yang tidak terlibat dalam keutangan bahkan memiliki reputasi buruk dalam keutangan, maka masyarakat menghukum dengan cara tidak akan 107 menghadiri bahkan tidak memberi bantuan pada saat pesta pernikahan mereka. Bukan sanksi yang berat, tetapi menyangkut harga diri dan eksistensi sebagai kepala keluarga yang tidak berhasil. Pak Jangkung yang tidak ingin terjerat dalam sistim keutangan dapat mengabaikan undangan terbuka dan tidak memberi Ang Pao pada penyelenggara pesta perkawinan, Pak Jangkung sadar, apabila tindakan ini selalu dia lakukan maka sanksi masyarakat berkaitan dengan kondisi tersebut tidak hanya berpengaruh pada pesta perkawinan anaknya kelak, tetapi berpengaruh juga terhadap hampir semua kesempatan keutangan yang dia miliki, misalkan: peristiwa kelahiran, peristiwa kematian, pesta ulang tahun atau perawatan di Rumah Sakit. Bukankah sikap itu menjurus pada pengucilan dirinya oleh masyarakat yang memperhitungkan keutangan?. Untuk menghindari hal tersebut, Pak Jangkung berusaha untuk memilah dengan siapa dia terlibat keutangan sebagai bentuk keutangan yang tertutup, lingkaran eksklusif ini dijaga sebagai upaya menyelaraskan sikap pihak lain yang berseberangan dengannya. Berbeda dengan Pak Pandan, dia tidak dapat menghindar dari undangan meskipun sedang sakit, figur yang lekat dengan komunitas gambang Keromong ini dipaksa dihadirkan oleh penyelenggara pesta agar memeriahkan pesta, dia menjadi daya tarik tamu lain untuk datang. Melihat fakta seperti ini tampak bahwa konstruksi individu dalam keutangan betul-betul merupakan upaya keras individu dalam menjaga relasinya terhadap masyarakat, dibutuhkan upaya yang keras dan konsisten agar berbuah baik sesuai dengan yang dia harapkan. Apakah keutangan harus selalu dibayar?, masyarakat Cina Benteng Udik percaya bahwa kematian adalah bentuk kesialan, mereka menyebutnya swee. Anggapan ini berakar pada tradisi Cina saat perayaan Pehcun, pada minggu pertama bulan Juli, keluarga yang berduka tidak boleh membuat bacang atau kwecang yaitu makanan berbahan ketan yang dibungkus daun bambu dalam bentuk yang khas sebagai pantangan karena ada kesialan. Keluarga yang mengalami kematian dianggap kotor dan perlu dikucilkan dari dunia abadi Cio Tao, untuk itu keluarga yang kotor tidak b