Preview only show first 10 pages with watermark. For full document please download

Ciri Anatomi Dan Laju Pengeringan Alami Tiga Jenis Kayu Cinnamomum Andianto

CIRI ANATOMI DAN LAJU PENGERINGAN ALAMI TIGA JENIS KAYU CINNAMOMUM ANDIANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

   EMBED


Share

Transcript

CIRI ANATOMI DAN LAJU PENGERINGAN ALAMI TIGA JENIS KAYU CINNAMOMUM ANDIANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Ciri Anatomi dan Laju Pengeringan Alami Tiga Jenis Kayu Cinnamomum adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Oktober 2009 Andianto NIM. E ABSTRACT ANDIANTO. Anatomical characteristic and air drying rate of three Cinnamomum wood species. Under direction of IMAM WAHYUDI and ISTIE SEKARTINING RAHAYU. Genus of Cinnamomum is well known enough as medicinal plant since it produces several active substances for many medicinal purposes. The bark, known as kulit kayu manis, and wood were extracted and utilized for food and pharmacy industries. Since the family consists of many species, wood identification as well as its drying rate should be examined well to proper utilization. Therefore, the aim of this research was to study the anatomical characteristic and drying rate of three Cinnamomum species, namely C. burmanii, C. parthenoxylon, and C. subavenium which were obtained from Solok (West Sumatera), Donggala (Central Sulawesi), and Maros (South Sulawesi). Wood and leaves were also collected as the sample. The wood then was utilized for anatomical and drying observations, while the remains for herbarium comparison. Both observations were carried out using the standard procedures. The result indicated that all species have similar wood characteristic such as brown to yellowish in colour; texture fine to rather fine; odoriferous while fresh; sapwood and heartwood indistinct; growth ring distinct; diffuse in porous; solitary and radial multiples of 2(-3) cells; simple perforation plates; intervessel pits alternate; oil and mucilage cells present. Specific character for each species as follow: vessel-ray pitting was much reduced to apparently simple; pits rounded or angular in C. burmanii; tyloses are absent in C. parthenoxylon; and in case of C. subavenium intervessel pittings are alternate, and the pits are polygonal in shape. Drying observation indicated that C. parthenoxylon wood is more easy to be dried with the rate of 5.14% per day compared to C. subavenium (2.55% per day) as well as C. burmanii (2.40% per day) from wet- to equilibrium conditions. Key words : Cinnamomum, anatomical characteristic, air drying rate 33 RINGKASAN ANDIANTO. Ciri Anatomi dan Laju Pengeringan Alami Tiga Jenis Kayu Cinnamomum. Di bawah bimbingan IMAM WAHYUDI sebagai ketua dan ISTIE SEKARTINING RAHAYU sebagai anggota. Keberadaan jenis pohon kayu manis (Cinnamomum sp.) yang awalnya banyak tumbuh di hutan, dewasa ini sudah banyak dibudidayakan pada lahan perkebunan dan pekarangan terutama untuk jenis C. burmanii. Pemanfaatan jenis Cinnamomum pada umumnya lebih menitikberatkan pada bagian kulit, sementara bagian pohon lainnya untuk tujuan yang sama masih sangat terbatas kecuali pada C. parthenoxylon. Di salah satu daerah sentra produk kulit kayu manis (Kabupaten Solok, Sumatera Barat), kayu C. burmanii umumnya digunakan untuk keperluan kayu bakar, dikarenakan kayu ini cenderung cepat mengering dan mudah retak atau pecah. Penelitian ini bertujuan mengetahui struktur anatomi serta besarnya laju pengeringan alami khususnya dari tiga jenis kayu Cinnamomum, yaitu C. burmanii, C. parthenoxylon, dan C. subavenium. Pengecekan ulang nama jenis pohon dilakukan dengan membandingkan contoh daun dengan koleksi herbarium yang ada, sedangkan pengamatan struktur anatomi dan pengeringan dilakukan langsung pada contoh kayu. Kedua pengamatan ini dilaksanakan dengan menggunakan prosedur standar. Hasil pengamatan mengindikasikan bahwa ketiga jenis Cinnamomum memiliki ciri umum dan anatomi yang sama, antara lain warna kayu coklat kekuningan; tekstur halus hingga agak halus; bau harum pada kayu segar; perbedaan kayu gubal dan teras tidak jelas; lingkar tumbuh jelas; susunan pembuluh baur, solitar dan gandaan radial 2(-3), bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh selang-seling; terdapat sel minyak/lendir. Kulit kayu C. parthenoxylon lebih tebal dibandingkan kedua jenis yang lain, selain itu permukaannya kasar beralur dan memiliki lentisel yang jelas. Tekstur kayu C. parthenoxylon lebih kasar, agak keras, kesan raba lebih kesat serta bau harum tidak seperti kayu manis. Secara mikroskopis, ketiga jenis Cinnamomum dapat dibedakan berdasarkan perbedaan komposisi jari-jari heteroseluler, bentuk noktah antar pembuluh dengan jari-jari, diameter dan panjang rata-rata pembuluh, kehadiran tilosis dan serat bersekat, tebal rata-rata dinding serat dan panjang ratarata serat. Laju pengeringan udara dari kondisi basah ke kondisi setimbang dengan lingkungannya pada C. parthenoxylon lebih tinggi dibandingkan lainnya yaitu sebesar 5,14% per hari, C. subavenium 2,55% per hari dan C. burmanii 2,4% per hari. Kata kunci : Cinnamomum, ciri anatomi, laju pengeringan alami 34 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB. 35 CIRI ANATOMI DAN LAJU PENGERINGAN ALAMI TIGA JENIS KAYU CINNAMOMUM ANDIANTO Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Hasil Hutan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Judul Tesis Nama : Ciri Anatomi dan Laju Pengeringan Alami Tiga Jenis Kayu Cinnamomum : Andianto NIM. : E Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Ketua Istie Sekartining Rahayu, SHut., MSi Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Dede Hermawan, MSc. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : Tanggal Lulus : 37 PRAKATA Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala curahan rahmat dan ridho-nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah anatomi kayu, dengan judul Ciri Anatomi dan Laju Pengeringan Alami Tiga Jenis Kayu Cinnamomum. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS dan Istie Sekartining Rahayu, SHut., MSi. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing. Selain itu penulis sampaikan pula penghargaan kepada Kepala Puslitbang Hasil Hutan beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan bantuannya baik moril maupun materil selama pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih tak lupa disampaikan kepada rekan, teman sejawat, serta bapak, ibu dan seluruh keluarga atas segala bantuan dan doanya. Semoga tesis ini bermanfaat adanya. Bogor, Oktober 2009 Andianto 38 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 18 September 1968 di kota Cirebon Provinsi Jawa Barat, merupakan anak ke dua dari lima bersaudara dari Ayah bernama Badri dan Ibu Nining Soniasih. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri I Jakarta tahun Setelah lulus penulis mengikuti pendidikan D3 pada Akademi Ilmu Kehutanan (AIK) Provinsi Jawa Barat di Bandung. Pada tahun 1990 melanjutkan pendidikan Strata-1 (S1) pada Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Jogjakarta (INTAN) dan lulus sebagai sarjana Kehutanan pada tahun Selanjutnya pada tahun 2007 hingga sekarang penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pendidikan Pascasarjana Strata-2 (S2) di Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 1994 hingga sekarang, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Departemen Kehutanan. Penulis menikah dengan Indriyani dan telah dikaruniai seorang putra yang bernama Muhammad Bimo Ridho Inanto dan seorang putri yang bernama Irdina Kamilia Indarti. 39 DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN. Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Jenis-jenis Cinnamomum Struktur Anatomi Kayu Cinnamomum Kadar Air Kayu dan Kaitannya dengan Proses Pengeringan 5 III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Pelaksanaan Penelitian Pengambilan Bahan Contoh Uji Penelitian Identifikasi Herbarium Pembuatan Preparat dan Pengamatan Struktur Anatomi Penetapan BJ Kayu Penetapan TJS Penetapan KA Penetapan Laju Keluarnya Air selama Pengeringan Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Anatomi Cinnamomum burmanii Blume Cinnamomum parthenoxylon Meissn Cinnamomum subavenium Miq BJ,TJS,KA dan Laju Pengeringan Udara V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN i ii iii iv 40 DAFTAR TABEL No. Halaman 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian Contoh daftar pengamatan ciri anatomi Perbandingan ciri anatomi Kunci identifikasi tiga jenis Cinnamomum BJ, KA, lamanya hari dan kecepatan pengeringan udara DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Posisi contoh uji dalam batang pohon Cara pengambilan contoh uji preparat sayat dan maserasi pada kayu teras (T) Cara pengambilan contoh uji BJ dan KA kayu segar (2 x 2 x 2 cm), serta laju keluarnya air selama pengeringan udara (2 x 10 x 30 cm) Bagan alir penelitian Bentuk pohon dan batang Cinnamomum burmanii Blume Bentuk pohon dan batang Cinnamomum parthenoxylon Meissn Bentuk pohon dan batang Cinnamomum subavenium Miq Penampang lintang Penampang radial Penampang tangensial Noktah antar pembuluh dan serat bersekat Noktah antar pembuluh dengan jari-jari Grafik penurunan KA selama pengeringan DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Analisis ragam dimensi sel pembuluh dan serat Suhu dan kelembaban udara sekitar lokasi pengeringan Hasil pengukuran KA kayu segar (jenuh air) Hasil pengukuran BJ dan TJS Hasil pengukuran KA selama pengeringan udara (1s/d 23 Maret 2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan kayu manis (Cinnamomum sp.) yang awalnya banyak ditemukan di hutan, dewasa ini sudah banyak dibudidayakan di lahan perkebunan dan pekarangan khususnya jenis C. burmanii. Menurut Rismunandar (1989), sejak abad XVIII Cinnamomum sp sudah diusahakan penanamannya oleh Belanda terutama di Ceylon (Srilangka) menjadi lebih teratur, yakni dalam bentuk perkebunan. Hal serupa juga terjadi di Indonesia dalam bentuk hutan atau kebun rakyat seperti halnya di Provinsi Sumatera Barat dan Jambi. Selama ini bagian tumbuhan yang umum dimanfaatkan dari Cinnamomum sp. adalah bagian kulit yang digunakan untuk keperluan berbagai jenis industri seperti industri makanan/minuman, obat-obatan maupun farmasi. Pemanfaatan bagian-bagian lain seperti akar, tunggak sisa-sisa penebangan maupun kayu untuk tujuan yang sama baru diketahui berlaku pada jenis C. parthenoxylon (Pakanangi/ Kisereh). Pemanfaatan kayu untuk tujuan industri perkayuan bisa dikatakan masih jarang, kecuali di Kabupaten Solok Sumatera Barat dimana kayu jenis C. burmanii dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Cinnamomum sp. terdiri dari 54 jenis dimana 12 diantaranya terdapat di Indonesia (Heisner dalam Nurdjannah, 1992). Dengan beragamnya jenis Cinnamomum sp. yang ada, maka deskripsi masing-masing jenis perlu diketahui dengan tepat untuk menghindari kekeliruan dalam pemilihan dan pemilahan jenis untuk suatu tujuan tertentu. Apalagi mengingat adanya persyaratan standarisasi bahan baku obat yang sudah ditetapkan. Perkembangan industri obat/farmasi di tanah air akhir-akhir ini tergolong pesat. Hal ini berdampak pada kegiatan eksploitasi tumbuhan obat di alam secara besar-besaran. Tidak adanya deskripsi yang jelas akan masing-masing jenis akan mengakibatkan timbulnya masalah dalam pemilihan dan pemilahan akibat tercampurnya jenis yang hampir serupa namun tidak memiliki khasiat yang diharapkan (Sudibyo, 1991). Oleh karena itu deskripsi lengkap meliputi ciri anatomi, karakter fisik, kandungan bahan aktif, dan lain sebagainya pada setiap jenis perlu dilakukan. 44 Cinnamomum sp. termasuk ke dalam famili Lauraceae. Dalam dunia perdagangan kayu yang dihasilkan oleh tumbuhan ini masuk dalam kelompok kayu medang. Penelitian tentang ciri anatomi kayu Cinnamomum sp. khususnya yang tumbuh di Indonesia masih terbatas karena pemanfaatannya yang kurang popular. Mengingat potensi dan keragaman tumbuhan Cinnamomum yang ada serta masih terbatasnya penelitian tentang hal tersebut, maka penelitian tentang ciri anatomi kayu masing-masing jenis Cinnamomum sp. perlu dilakukan. Kurang populernya kayu Cinnamomum sp. sebagai bahan baku kayu pertukangan diakibatkan karena kayu tersebut mudah pecah atau retak. Hal ini terkait dengan sifat higroskopisitas pada kayu, yaitu kemampuan untuk menyerap dan melepaskan uap air. Higroskopisitas kayu sangat dipengaruhi oleh kandungan air yang terdapat dalam kayu dan juga kelembaban udara yang ada di sekitar kayu. Kemampuan kayu untuk dialiri oleh fluida juga bergantung kepada struktur anatomi kayu khususnya susunan dan morfologi sel-sel penyusun kayu, serta adatidaknya bahan-bahan penghambat (endapan mineral dan tylosis). Cacat kayu akibat pengeringan berupa retak dan pecah berkaitan dengan proses keluarnya air dari dalam kayu. Oleh karena itu pengetahuan akan struktur anatomi serta laju keluarnya air dari dalam kayu sangat diperlukan karena akan berguna sebagai informasi awal dalam kegiatan pengeringan yang akan dilakukan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka pengetahuan tentang struktur anatomi kayu sebagai ciri pembeda antar-jenis Cinnamomum sp. dan besarnya laju pengeringan alami pada setiap jenis kayu Cinnamomum sp. perlu diketahui sebagai informasi pendukung dalam upaya peningkatan nilai tambah pemanfaatannya. Permasalahan ini dituangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Apakah kayu dari jenis-jenis Cinnamomum dapat dibedakan berdasarkan ciri struktur anatominya? 2. Apakah laju keluarnya air dari dalam kayu selama proses pengeringan alami dari kondisi basah hingga kondisi kering udara berbeda antar-jenis kayu Cinnamomum sp.? 45 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur anatomi serta besarnya laju keluarnya air selama proses pengeringan alami pada ketiga jenis kayu Cinnamomum sp. yang diteliti. 1.4 Hipotesis Hipotesis yang ingin diuji melalui penelitian ini adalah: 1. Ketiga jenis kayu Cinnamomum sp. yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan struktur anatomi kayunya. 2. Laju keluarnya air selama proses pengeringan alami dari tiga jenis kayu Cinnamomum sp. berbeda satu sama lain. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang cara membedakan ketiga jenis kayu Cinnamomum sp. berdasarkan ciri anatomis dan nilai laju keluarnya air dari dalam kayu selama proses pengeringan alami dan sebagai upaya peningkatan nilai tambah pemanfaatan kayu. 46 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis-jenis Cinnamomum Indonesia memiliki ± jenis tumbuhan, namun hanya 1000 jenis yang diketahui dapat digunakan sebagai bahan baku obat (Hamid et al, 1990). Sebanyak 87 jenis tumbuhan berkhasiat obat adalah jenis pohon hutan (Jafarsidik, 1986). Ciri morfologi jenis-jenis tumbuhan berkhasiat obat dapat ditelusuri dalam berbagai pustaka taksonomi tumbuhan, tetapi pertelaan (diskripsi anatomi) bagian pohon tertentu seperti kayu, pepagan/kulit dan akar belum banyak diketahui. Cinnamomum termasuk dalam suku Lauraceae. Secara hirarki taksonomi berturut-turut jenis ini termasuk ke dalam Kingdom Plantae, Divisi Magnoliophyta, Klas Magnoliopsida, Ordo Laurales, Suku/famili Lauraceae dan Genus Cinnamomum. Menurut Rismunandar (1989), suku Lauraceae memiliki ciri: pohon dengan kulit batang hingga ranting yang mengandung minyak atsiri, daunnya tunggal, berseling dan berwarna hijau. Pucuk daun ada yang berwarna kemerah-merahan. Bunga kecil berkelamin dua (sempurna) berwarna hijau atau kuning. Bentuk buah buni, berbiji satu, berdaging bulat memanjang. Menurut Kostermans (1957), suku Lauraceae terdiri dari 31 marga di antaranya adalah Cinnamommum, Sassafras, Litsea, Eusideroxylon, Cryptocarya dan Cassytha. Marga Cinnamomum terdiri dari 8 jenis yaitu C. burmanii Bl., C. camphora Nees & Eberm., C. cassia Bl., C. culilawan Bl., C. javanicum Bl., C. parthenoxylon Meissn., C. sintok Bl., dan C. zeylanicum Breyn. (Heyne, 1987). Menurut Heisner dalam Nurdjannah (1992), 12 jenis diantara 54 jenis pohon kayu manis terdapat di Indonesia. Kayu dari marga Cinnamomum memiliki berat jenis rata-rata antara 0,36 hingga 0,65 (Oey, 1990). Cinnamomum merupakan genus pohon yang selalu menghijau (evergreen), dan selalu memiliki kandungan minyak aromatik pada daun dan kulit. Cinnamomum terdiri dari lebih 300 species (jenis) yang tersebar pada daerah tropis dan subtropis seperti Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia, Osenia dan Australia. Di Indonesia jenis-jenis ini secara ektensif tumbuh di Sumatera, Jawa, dan Jambi (Hasanah et al, 2004). C. zeylanicum dalam dunia 47 perdagangan dikenal dengan Ceylon cinnamon. C. burmanni yang asli Indonesia, dalam perdagangan diberi nama Padang kaneel atau cassiavera eks. Padang. C. sintok Blume banyak ditemukan di Jawa Barat dan Tengah, sedangkan C. culilawan Blume asli dari Ambon (Rismunandar, 1989). 2.2 Struktur Anatomi Kayu Cinnamomum Pada jenis Cinnamomum iners, C. porrectum, C. sintoc dan C. verum yang telah diteliti disebutkan bahwa jenis-jenis ini memiliki ciri batas lingkar tumbuh tidak jelas hingga samar ditandai dengan dinding yang tebal dan pipih pada serat kayu akhir, juga terkadang dengan parenkim pita marjinal terputus; susunan pembuluh baur, frekuensi pembuluh 20-50/mm 2, pengelompokan pembuluh soliter dan ganda radial 2-3(-4) terkadang dalam gerombol kecil, rata-rata diameter tangensial (-200) mikron, bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh selang- seling, tilosis biasanya ada; parenkim jarang hingga banyak, vasisentrik hingga aliform; parenkim apotrakeal baur; jari-jari 2-3(-5) seri, heteroseluler dengan 1(-2) jalur sel tegak hingga sel bujur sangkar marjinal (Lemmens et al, 1995). Menurut Metcalfe dan Chalk (1950), ciri anatomi kayu suku Lauraceae memiliki ukuran pembuluh sedang, jarang dengan gandaan pembuluh empat atau lebih, perporasi sederhana, noktah antar pembuluh selangseling, bentuk parenkim paratrakea jarang sampai vasisentrik dan jarang aliform. Lebar jari-jari umumnya 2-3 sel, namun ada yang sampai delapan sel pada beberapa jenis. 2.3 Kadar Air Kayu dan Kaitannya dengan Proses Pengeringan Kayu mempunyai sifat higroskopis yaitu dapat melepaskan dan menghisap uap air sesuai perubahan dalam kelembaban relatif dan suhu udara di sekitarnya. Air dalam kayu terdapat di dalam rongga sel dan rongga noktah, serta di dalam dinding sel. Air yang terdapat di dalam rongga (lumen) sel maupun noktah disebut dengan air bebas, sedangkan yang berada pada dinding sel disebut dengan air terikat. Kondisi dimana rongga sel telah kosong namun dinding sel masih jenuh dengan air disebut dengan Titik Jenuh Serat (TJS). Pada saat dimana air yang terkandung dalam kayu setimbang dengan suhu lingkungan dan kelembaban yang Jarang yang berganda radial 4 48 ada di sekitarnya disebut dengan Kadar Air Kesetimbangan (KAK) (Bowyer et al, 2003). Dalam pengeringan alami, kayu akan mengalami penurunan kadar air selama waktu tertentu hingga mencapai kadar air yang setimbang dengan kelembaban sekitarnya (KAK). Proses penurunan kadar air kayu dapat berlangsung secara lambat ataupun cepat yang digambarkan melalui kecepatan pengeringan. Kecepatan pengeringan kayu secara alami dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti suhu udara, kelembaban dan kecepatan angin, serta jenis kayu. Kecepat