Preview only show first 10 pages with watermark. For full document please download

Ekstraksi Oleoresin Capsaicin Dari Cabai Merah, Cabai Keriting, Dan Cabai Rawit Laras Wahyu Setyaningrum

EKSTRAKSI OLEORESIN CAPSAICIN DARI CABAI MERAH, CABAI KERITING, DAN CABAI RAWIT LARAS WAHYU SETYANINGRUM DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

   EMBED

  • Rating

  • Date

    May 2018
  • Size

    1.9MB
  • Views

    8,825
  • Categories


Share

Transcript

EKSTRAKSI OLEORESIN CAPSAICIN DARI CABAI MERAH, CABAI KERITING, DAN CABAI RAWIT LARAS WAHYU SETYANINGRUM DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ekstraksi Oleoresin Capsaicin dari Cabai Merah, Cabai Keriting, dan Cabai Rawit adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2013 Laras Wahyu S NIM F ABSTRAK LARAS WAHYU SETYANINGRUM. Ekstraksi Oleoresin Capsaicin dari Cabai Merah, Cabai Keriting, dan Cabai Rawit. Dibimbing oleh CHILWAN PANDJI. Cabai memiliki berbagai kandungan yang berguna bagi tubuh. Zat aktif pada cabai disebut capsaicin. Zat ini yang berperan utama dalam memberi rasa pedas pada cabai. Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan cabai dalam bentuk oleoresin. Ekstraksi dilakukan pada tiga jenis cabai dan tiga perlakuan. Yaitu cabai merah, cabai keriting, dan cabai rawit dengan perlakuan perulangan ekstraksi sebanyak satu kali, dua kali, dan tiga kali pada masing-masing cabai. Sebanyak 100 gram bahan ditambahkan kedalam pelarut etanol dengan perbandingan 1:5. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi berpengaduk dengan kecepatan pengadukan 200 rpm, suhu 50 o C, selama 4 jam. Analisis yang dilakukan adalah pengujian mutu oleoresin cabai yaitu penghitungan rendemen, kadar capsaicin, kadar sisa pelarut, tingkat kepedasan dan nilai warna. Hasil penelitan menunjukan bahwa interaksi antara jenis cabai dan jumlah perulangan ekstraksi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil yang diperoleh. Namun cabai rawit menunjukan tingkat kepedasan, kadar capsaicin, dan rendemen yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh EOA. Kata kunci: Oleoresin, cabai, capsaicin ABSTRACT LARAS WAHYU SETYANINGRUM. Capsaicin Oloerasin Extraction form Red Pepper, Curly Pepper and Cayenne Pepper. Supervised by CHILWAN PANDJI. The chili has a variety of content that is useful to the body. The active substance in chili peppers called capsaicin. This substance that plays a key role in giving a sense of the spicy. In this research, in the form of oleoresin chili processing. Extraction performed on three types of chili and three treatments. Red chili, curly chili, and cayenne pepper with looping leaching treatment, one-time, two times, and three times on each chili. Material preparation is done before the study began. Chili washed, then dried to achieve moisture content of 8-10%. Peppers that have been dried in the ground, and sieved with a sieve of 50 mesh. The study begins with the proximate test to determine the content of the chili. Extraction is done by using 96% ethanol. A total of 100 grams of material was added into ethanol with a ratio of 1:5. Extraction is done by maceration method stirred with a stirring speed of 200 rpm, temperature 50 C, for 4 hours. Results maceration then filtered and the filtrate evaporated by using a rotary evaporation at 70 C to form a viscous liquid. Analysis is conducted quality testing of chilli oleoresin is counting yield, capsaicin content, residual solvent levels, the level of spiciness and color values. Keywords: Chilli, oleoresin, capsaicin EKSTRAKSI OLEORESIN CAPSAICIN DARI CABAI MERAH, CABAI KERITING, DAN CABAI RAWIT LARAS WAHYU SETYANINGRUM Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 Judul Skripsi: Ekstraksi Oleoresin Capsaicin dari Cabai Merah, Cabai Keriting, dan Cabai Rawit Nama : Laras Wahyu S NIM : F Disetujui oleh Drs Chilwan Pandii Apt MSc Pembimbing L ) Tanggal Lulus: Judul Skripsi : Ekstraksi Oleoresin Capsaicin dari Cabai Merah, Cabai Keriting, dan Cabai Rawit Nama : Laras Wahyu S NIM : F Disetujui oleh Drs Chilwan Pandji Apt MSc Pembimbing Diketahui oleh Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan limpahan rahmat-nya, sehingga penyusunan skripsi berjudul Ekstraksi Oleoresin Capsaicin dari Cabai Merah, Cabai Keriting, dan Cabai Rawit berhasil diselesaikan. Tema yang diangkat dalam penelitian yang dilaksanakan selama Mei sampai Agustus 2013 ini adalah proses ekstraksi oleoresin. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada: 1. Drs Chilwan Pandji Apt MSc selaku Pembimbing Akademik atas perhatian dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi 2. Dr Endang Warsiki STP MSi dan Dr Dwi Setyaningsih STP MSi selaku dosen penguji 3. Ibu Rini Purnawati STP MSi selaku laboran yang telah banyak membantu 4. Seluruh keluarga besar atas doa, semangat, dan kasih sayangnya 5. Keluarga besar TIN 46 atas keceriaan dan kenangan indah tak terlupakan 6. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, November 2013 Laras Wahyu DAFTAR ISI PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Oleoresin 2 Capsaicin 4 METODE 4 Waktu dan Tempat 4 Bahan 5 Alat 5 Metode Penelitian 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Uji Proksimat 7 Rendemen Oleoresin 8 Kadar Sisa Pelarut 9 Tingkat Kepedasan 10 Nilai Warna 11 Analisis Kandungan Capsaicin 12 SIMPULAN DAN SARAN 14 Simpulan 14 Saran 14 DAFTAR PUSTAKA 14 LAMPIRAN 16 DAFTAR TABEL 1 Hasil Uji Proksimat 7 2 Standar minimum residu pelarut 9 DAFTAR GAMBAR 1 Struktur Kimia Capsaicin 4 2 Diagram alir proses ekstraksi oleoresin (modifikasi dari: Dewi 2012) 6 3 Hubungan jenis cabai dan pengulangan ekstraksi terhadap rendemen 8 4 Hubungan jenis cabai dan pengulangan ekstraksi terhadap kadar sisa 9 pelarut 5 Hubungan jenis cabai dan pengulangan ekstraksi terhadap tingkat 11 kepedasan 6 Hubungan jenis cabai dan pengulangan ekstraksi terhadap nilai warna 12 DAFTAR LAMPIRAN 1 Metodologi analisis proksimat serbuk cabai 16 2 Metodologi analisis kualitas mutu oleoresin 18 3 Data hasil penelitian 20 4 Foto Hasil Ekstraksi Oleoresin 21 5 Tabel anova respon rendemen oleoresin (α = 1%) 22 6 Tabel anova respon kadar sisa pelarut (α = 1%) 24 7 Tabel anova respon nilai warna (α = 1%) 26 8 Contoh tabel uji tingkat kepedasan 28 9 Hasil uji Kandungan Capsaicin dengan metode GCMS 29 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai (Capsicum sp.) merupakan salah satu bahan pangan yang mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Cabai berasal dari Peru, namun penyebarannya bermula dari Benua Amerika, kemudian ke Benua Asia, Afrika, dan Eropa. Cabai merah merupakan salah satu jenis tanaman dari suku terungterungan (Solanaceae atau Nightshade). Tanaman ini merupakan tanaman semusim yang mudah tumbuh di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Kebutuhan akan cabai ini semakin meningkat setiap tahunnya. Pada umumnya masyarakat luas menggunakan cabai sebagai bahan masakan yang dapat memberikan rasa pedas dan pembangkit selera makan. Selain sebagai bahan pangan, cabai dapat pula dijadikan sebagai baahan baku pembuatan herbal. Sejak dahulu cabai telah dimanfaatkan sebagai obat-obatan di seluruh dunia. Tingginya kebutuhan akan cabai ini menyebabkan harga cabai melambung pada saat-saat tertentu. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan bahan rempah tersebut yang terbatas di luar musim panen. Sedangkan ketika musim panen tiba, kelebihan pasokan menyebabkan harga jual cabai jatuh. Selain itu kerusakan juga banyak terjadi pada cabai-cabai yang tidak terjual. Sejauh ini sudah terdapat beberapa teknologi untuk menambah umur simpan komoditas cabai. Salah satunya adalah dengan mengolah rempah segar menjadi serbuk. Dengan proses pengolahan tersebut, cabai segar dikeringkan hingga kadar air tertentu kemudian dihaluskan menjadi serbuk. Dengan dilakukan pengolahan ini maka penyimpanan cabai tidak akan memakan banyak tempat. Selain itu kadar air yang rendah akan menyebabkan mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan pada cabai tidak tumbuh. Namun kelemahan sistem penyimpanan berupa serbuk adalah stabilitas kelembaban ruang penyimpanan yang dapat menyebabkan perubahan kadar air pada serbuk cabai dan menyebabkan tumbuhya mikroorganisme perusak. Capsaisin adalah zat utama yang mengakibatkan rasa pedas pada cabai. Capsaisin yang telah diekstraksi dari cabai akan diperoleh dalam bentuk oleoresin. Oleoresin adalah suatu ekstrak berbentuk gel atau pasta yang memiliki kandungan utama dari bahan yang diekstrak. Selain digunakan sebagai bahan pangan yaitu sebagai flavour, oleoresin capsaicin juga dapat dimanfaatkan dibidang farmasi dalam pembuatan berbagai obat-obatan. Penggunaan oleoresin dapat mengurangi biaya transportasi karena volum per satuan berat akan berkurang dan penyimpanannya lebih mudah. Sehingga dalam kurun satu tahun terjadi peningkatan permintaan oleoresin dalam jumlah tinggi di berbagai negara termasuk di Eropa dan Amerika Serikat. Sebagai negara agraris yang memiliki jumlah produksi cabai tinggi, potensi pengolahan cabai menjadi oleoresin perlu ditindak lajuti. Oleh sebab itu diperlukan suatu penelitian untuk menemukan bahan serta metode terbaik untuk dapat menghasilkan oleoresin cabai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh EOA (The Essential Oil Association). 2 Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah pengaruh jenis cabai, jumlah perulangan ekstraksi, dan interaksinya terhadap respon rendemen, nilai warna, kadar sisa pelarut, tingkat kepedasan, dan kadar capsaicin yang terkandung? 2. Perlakuan manakah yang memberikan mutu oleoresin terbaik dari respon penurunan rendemen, nilai warna, kadar sisa pelarut, tingkat kepedasan, dan kadar capsaicin yang terkandung? 3. Bagaimanakah sifat oleoresin hasil ekstraksi pada kondisi perlakuan terbaik? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis cabai serta metode terbaik untuk menghasilkan rendemen oleoresin tertinggi. Selain itu juga untuk mengetahui kualitas mutu oleoresin yang dihasilkan disesuakan dengan standar mutu yang telah ditentukan oleh EOA. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai proses pengolahan cabai segar menjadi oleoresin cabai secara sederhana. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan untuk mengetahui kandungan oleoresin capsaicin yang terkandung pada bahan. Kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi proses persiapann bahan baku, ekstraksi, dan pengujian kualitas mutu oleoresin. Pengujian terdiri atas uji kadar sisa pelarut, nilai warna, kadar kepedasan, dan uji kandungan oleoresin dengan menggunakan metode GCMS. Faktor yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah jenis cabai yang digunakan sebagai bahan baku, yang terdiri atas cabai merah, cabai keriting, cabai rawit, dan perulangan ekstraksi dengan taraf satu kali pengulangan, dua kali pengulangan, dan tiga kali pengulangan. Respon yang diukur adalah rendemen hasil, jumlah kadar sisa pelarut, nilai warna, tingkat kepedasan, dan kandungan oleoresing dengan meggunakan metode GCMS. TINJAUAN PUSTAKA Oleoresin Oleoresin merupakan campuran antara resin dan minyak atsiri yang memiliki aroma dan pembawa rasa yang tidak mudah menguap. Oleoresin merupakan kumpulan senyawa kimia dengan susunan yang cukup komplek. Oleoresin ini berwujud cairan kental yang mengandung kadar minyak atsiri 15-30% (Abubakar 2005). Oleoresin rempah-rempah memiliki banyak manfaat. Misalnya saja dalam industri makanan, kosmetik, dan farmasi. Semakin meluasnya penggunaan oleoresin maka dibutuhkan proses produksi yang terus meningkat. Menurut Somaatmadja, kelebihan penggunaan oleoresin adalah: 1. Kualitas makanan yang tercampur oleoresin lebih terkontrol, hal ini terjadi karena kandungan kimia yang ada di oleoresin tidak terlalu banyak dibanding kandungan bahan aslinya. 2. Penggunaan oleoresin lebih ekonomis, karena oleoresin merupakan ekstrak dari rempah-rempah. Sehingga untuk mendapatkan rasa yang diinginkan akan memerlukan lebih sedikit oleoresin dibanding serbuk rempah-rempah aslinya. Selain itu dibandingkan dengan minyak atsiri, oleoresin memiliki kelebihan yaitu tahan panas. Pada proses ekstraksi, pada umumnya dibutuhkan proses pemanasan. Zat volatil yang banyak terkandung dalam minyak atsiri akan menguap dan hilang pada suhu tinggi. Sedangkan oleoresin mengandung bahan tidak menguap dalam jumlah besar dan akan terus memberikan rasa, walaupun minyak atsirinya sudah menguap (Cripps 1973). Komposisi bahan yang terlarut dalam oleoresin berbeda tergantung jenis pelarut yang digunakan dalam ekstraksi dan tergantung jenis bahan yang diekstrak (Farrel 1985). Disamping mengandung resin dan minyak sebagai komponen utama, oleoresin terdiri atas campuran kompleks senyawa organik yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Terpen yaitu senyawa hidrokarbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit ispropen. Meskipun jumlahnya signifikan, namun terpen hanya memiliki nilai citarasa yang kecil bila dibandingkan dengan oxygenated derivates. 2. Turunan terpen teroksidasi (oxygenated derivates) yaitu alkohol, aldehidehid, keton, dan ester. Senyawa tersebut memberikan kontribusi besar pada perbedaan citarasa. 3. Senyawa aromatic dengan gugus fungsi yang bervariasi. 4. Senyawa yang mengandung nitrogen atau sulfur. Menurut Purseglove et al. (1981), EOA telah mengeluarkan standar perdagangan oleoresin yang meliputi : Intensitas warna : max 4000 (EOA No. 239) Kepedasan : min SHU Sisa pelarut : sesuai FDA (30 ppm untuk etanol) Menurut Bombardelli (1991) ekstraksi senyawa aktif dari tanaman obat adalah proses pemisahan secara fisik atau kimiawi dengan menggunakan cairan atau padatan dari bahan padat. Menurut Ravindarn et al (2007), pada dasarnya ektraksi oleoresin terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah proses kontak bahan baku dengan pelarut sehingga terjadi perpindahan komponen aktif dari bahan baku kedalam pelarut. Tahap selanjutnya adalah pemisahan larutan dengan bahan baku, sehingga dihasilkan larutan ekstrak dan ampas. Tahap terakhir adalah proses distilsi pelarut, sehingga menjadi oleoresin. 3 4 Capsaicin Tumbuhan tidak hanya melakukan metabolisme primer, tetapi juga melakukan metabolisme sekunder menggunakan jalur metabolisme tertentu, yang akan menghasilkan pembentukan senyawa kimia khusus yang disebut metabolit sekunder (Herbert 1995). Produk metabolit sekunder yang terdapat pada buah cabai salah satunya adalah capsaicin. Capsaicin merupakan kelompok senyawa yang bertanggung jawab terhadap rasa pedas dari cabai (Sukrasmo et al. 1997). Zat ini tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak dan mudah rusak oleh proses oksidasi. Capsaisin memiliki rumus molekul C18H27NO3 dengan nama IUPAC 8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide, terdiri dari unit vanillamin dengan asam dekanoat, yang mempunyai ikatan rangkap pada rantai lurus bagian asam. Struktur molekul capsaicin disajikan pada Gambar 1 (Andrew and Ternay 1979 dalam Sigit 2007). Gambar 1 Struktur kimia capsaicin Lingga (2012) menyatakan, umumnya cabai segar mengandung % capsaisin. Capsaisin terdapat pada biji, kulit, dan daging buah cabai. Zat ini banyak digunakan sebagai biological pesticide dalam melawan serangga dan rodent. Sebagai pestisida, capsaisin digunakan di dalam ruangan (karpet dan furniture) dan juga di luar ruangan (lahan buah dan sayur). Selain itu capsaisin digunakan dalam pembuatan gas air mata. Derajat kepedasan cabai dinyatakan dalam ppm atau ppb. Di dalam dunia industri, ukuran standar untuk mengukur kekuatan cabai yaitu Scouville Unit. Capsaisin murni memiliki Scouville Unit 16 juta.(pepper 2012) METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan sejak tanggal 10 Mei 30 Juli Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Kimia, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 5 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cabai merah, cabai keriting, dan cabai rawit.. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol teknis 96%. Sedangkan bahan yang digunakan untuk pengujian adalah aseron teknis dan sirup gula. Alat Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, alat pengering (blower), alat pengecil ukuran (hammer mill), saringan 50 mesh, peralatan maserasi, vacuum evaporator. Alat-alat yang digunakan untuk pengujian adalah oven 50 o C, cawan aluminium, peralatan gelas, tabung ulir, spectrofotometri, dan alat GCMS. Metode Penelitian Penelitian diawali dengan proses persiapan bahan baku. Cabai segar dipisahkan dari benda asing yang tercampur dan dipisahkanan antara tangkai dan buahnya. Kemudian cabai dicuci hingga bersih dan dikeringkan. Pengeringan dilakukan pada green house selama satu minggu atau hingga mencapai kadar air antara 8-10%. Cabai yang telah kering digiling dengan menggunakan hammer mill, kemudian di ayak hingga diperoleh bubuk cabai berukuran 50 mesh. Serbuk ketiga jenis cabai yang diperoleh diuji kandungannya dengan menggunakan uji proksimat. Uji proksimat dilakukan dengan stadar SNI Uji yang dilakukan adalah uji kadar air, uji kadar lemak, uji kadar protein, uji kadar serat kasar, uji kadar abu dan uji kadar karbohidrat. Metode uji yang dilakukan dapat dilihat pada Lampiran 1. Ekstraksi dilakukan dengan metode perkolasi. Sebanyak 100 gram bahan dimasukkan kedalam erlenmeyer 2000 ml. Kedalam erlenmeyer dimasukan pelarut etanol sebanyak 500 ml. Pengadukan dilakukan menggunakan magnetic stirer dengan kecepatan pengadukan 200 rpm. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan hot plate dengan suhu 50 o C. Ekstraksi dilakukan selama 4 jam. Selanjutnya, larutan hasil ekstraksi dipisahkan antara ampas dan filtratnya dengan menggunakan penyaring vakum. Ampas yang tersisa kembali diekstrak dengan kondisi ekstraksi yang sama. Jumlah perulangan ekstraksi yang menjadi taraf penelitian adalah perulangan ekstraksi satu kali, perulangan ekstraksi dua kali, dan perulangan ekstraksi tiga kali. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan sesuai kelompok jumlah ekstraksi yang dilakukan kemudian dipisahkan pelarutnya dengan menggunakan alat rotary evaporator dengan suhu 70 o C hingga terbentuk oleoresin yang pekat. Diagram alir proses ekstraksi disajikan pada Gambar 2. 6 Cabai Segar Ekstraksi dengan etanol ( 1:5 b/v ) Pengadukan 4 jam, 200 rpm, 50 o C Penyaringan Ampas Filtrat Penyaringan Oleoresin Gambar 2 Diagram alir proses ekstraksi oleoresin (modifikasi dari: Dewi 2012) Dari hasil ektraksi, tiap sampel oleoresin yang diperoleh diuji kualitas mutunya sesuai dengan standar perdagangan amerika atau EOA. Uji kualitas mutu yang dilakukan adalah uji rendemen, uji kadar sisa pelarut, uji nilai warna, uji tingkat kepedasan, dan uji analisa dengan menggunakan metode GCMS. Metode uji kualitas mutu dilampirkan pada Lampiran 2. Respon yang diamati pada penelitian ini meliputi hasil rendemen, kadar sisa pelarut, nilai warna, tingkat kepedasan dan analisis kandungan. Hasil rendemen disajikan dalam satuan persen (%). Setelah melalui proses ekstraksi pemisahan, hasil oleoresin ditimbang. Bobot total oleoresin dibagi bobot kering jumlah bahan yang digunakan. Kadar sisa pelarut diukur dengan menimbang sejumlah bahan kemudian memanaskan dalam oven bersuhu 50 o C hingga dicapai bobot tetap. Jumlah bobot yang hilang dihitung sebagai jumlah etanol tersisa. Nilai warna dihitung dengan metode spektrofotometri dengan panjang gelombang 640 nm. Tingkat kepedasan diuji dengan uji organoleptik ambang batas rasa sesuai modifikasi yang dilakukan Farrel (1985). Analisis kandungan oleoresin diuji dengan menggunakan metode GCMS dengan pelarut methanol. Metode pengujian secara lengkap terlampir (Lampiran 2). Rancangan