Preview only show first 10 pages with watermark. For full document please download

Lp Invaginasi

   EMBED

  • Rating

  • Date

    June 2018
  • Size

    673.7KB
  • Views

    2,326
  • Categories


Share

Transcript

1 DEFINISI Invaginasi disebut juga intususepsi (intussusception) secara terminology berasal dari bahasa latin “infus” yang artinya dalam atau masuk dan “suscipere” yang artinya menerima. Invaginasiadalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi/ strangulasi. strangulasi. Umumnya bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususepien) (intususepien) (Pillitteri, 2007). INSIDENSI Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Invaginasi pada anak dan bayi  jarang terjadi tetapi merupakan persoalan yang serius karena merupakan persoalan yang serius karena merupakan penyebab terbanyak obstruksi usus pada anak-anak. Kelainan ini umumnya ditemukan pada bayi usia antara 3-12 bulan dengan rataraa kejadian pada usia 7-8 bulan. dua pertiga pada usia kurang dari 1 tahun,  jarang terjadi pada usia kurang kurang dari 3 bulan bulan dan usia lebih lebih dari 36 bulan. bulan. Estimasi insiden adalah 1-4 : 1000 kelahiran hidup, dengan laki-laki disbanding perempuan rasionya 3:1. Insidens pada bulan Maret –Juni  –Juni meninggi dan pada bulan September  – September  – Oktober   juga meninggi. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan musim kemarau dan musim penghujan dimana pada musim  – musim tersebut insidens infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi. Sehingga banyak ahli yang menganggap bahwa hypermotilitas usus merupakan salah satu faktor penyebab (White et all, 2011). ETIOLOGI Terbagi dua : 1. Idiophatic Menurut kepustakaan 90 –95  –95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai “infatile idiphatic intussusceptions”. intussusceptions”. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dari dinding ileum terminal berupa hyperplasia jaringan folikel submukosa yang diduga sebagai akibat 2 infeksi virus. Penebalan ini merupakan titik awal (lead point) terjadinya invaginasi. Sedangkan teori etiologi yang lain kemungkinan karena adanya kekuatan yang imbalance di sepanjang dinding usus. Bisa karena adanya massa sebagai lead point  atau sesuatu yang menyebabkan pola peristaltic usus menjadi kacau, misalnya ileus 2. Kausal Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya kelainan usus sebagai penyebab invaginasi seperti : inverted Meckel’s diverticulum, diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, leiosarkoma, hemangioma hemangioma,, blue blue rubber  blep nevi, lymphoma, duplikasi usus. Gross mendapatkan titik awal invaginasi berupa: divertikulum Meckel, polip, duplikasi usus dan lymphoma pada 42 kasus dari 702 kasus invaginasi anak. Ein’s dan Raffensperger , pada pengamatannya mendapatkan “Specific leading points” p oints” berupa eosinophilik, eosinop hilik, granuloma dari ileum, ileum , papillary papilla ry lymphoid hyperplasia dari ileum hemangioma dan perdarahan submukosa karena hemophilia atau Henoch’s purpura. Lympho sarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak yang berusia diatas enam tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal. FAKTOR  – FAKTOR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN TERJADINYA INVAGINASI sebagai faktor predisposisi ditengarai sebagai berikut: - penyakit respiratorius bagian atas, bbiasanya karena virus yang menyebabkan komponen limfatik pada dinding intestinal ( Peyer’s patches) membesar secara signifikan. pembesaran ini menyebabkan penebalan pada dinding usus dimana memperbesar terjadinya invaginasi - diare, dimungkinkan dimungkinkan karena karena kekuatan perisaltik yang tidak sama sama besarnya besarnya pada segmen usus sehingga memicu terjadinya invaginasi - Penyakit ini sering terjadi pada umur 3 –12  –12 bulan, di mana pada saat itu terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian 3 makanan ini dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang  – kadang terjadi setelah/ selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata kuman rota virus adalah agen penyebabnya, pengamatan 30 kasus invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam fesesnya sebanyak 37 %. namun  jenis vaksin rotavirus yang berkaitan dengan terjadinya invaginasi ini sekarang toidak dipakai lagi. Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati peninggian insidens adenovirus dalam feses penderita invaginasi. - kistik fibrosis, adanya penumpukan material yang melekat pada bagian dalam usus halus, menyebabkan juga terjadinya invaginasi - diduga tindakan masyarakat tradisional berupa pijat perut 4 JENIS INVAGINASI Jenis invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang terlibat, 1. pada ileum dikenal sebagai jenis ileo ileal dimana usus halus masuk ke bagian usus halus sendiri. kejadiannya 15%. 2. Pada kolon dikenal dengan jenis colo colica dimana usus besar masuk ke bagian usus besar sendiri dan sekitar ileo caecal disebut ileocaecal dimana usus halus masuk ke kolon, jenis  – jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan invaginasi tunggal dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan. kejadian colocolica 10%, sedangkan ileocaecal 75%. 3. Jika dijumpai dindingnya terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut disebut jenis invaginasi ganda, sebagai contoh adalah jenis  – jenis ileo – ileo colica atau colo colica. PATOFISIOLOGI Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang 5 arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir  adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapt sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan ddari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi (Tumen 1964). Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun total dan strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan neurogenik obstruksi paralitik (Meingot’s 90 ; Bailey 90). Menurut etiologinya ada 3 keadaan : 1. sebab didalam lumen usus 2. sebab pada dinding usus 3. sebab diluar dinding usus (Meingot’s 90) Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak tinggi , obstruksi usus halus letak rendah dan obstruksi usus besar. Berdasarkan waktunya dibagi : 1. Acuta intestinal obstruksi 6 2. Cronik intestinal obstruksi 3. Acut super exposed on cronik Sekitar 85 % dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus dan 15 % terjadi di usus besar (Schrock, 82).  Aethiologi obstruksi usus halus menurut Schrock 88 adalah : 1. Adhesion 2. Hernia 3. Neoplasma 4. Intussusception 5. volvulus 6. benda asing 7. batu empedu 8. imflamasi 9. strictura 10. cystic fibrosis 11. hematoma GAMBARAN KLINIS Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai berikut : 1. Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba –tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut tiap 15-30 menit, lamanya sekitar 1-2 menit, dan selanjutnya interval serangan menjadi lebih sering. Diluar serangan, anak/ bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses invaginasi. 2. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung. Muntah terjadi 3 jam setelah terjadi nyeri perut, mula-mula terdiri atas sisa-sisa makanan yang ada dalm lambung, kemudian berisi empedu atau bilions vomiting. Sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali. 7 3. Proses invaginasi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lender (red currant jelly stool ). Hal ini terjadi karena adanya iskemia mukosa usus di daerah invaginasi. Red currant jelly  stool terdiri dari pengelupasan mukosa, darah, dan mucus jaringan usus Kemudian defekasi hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses. 4. Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai suatu massa tumor berbentuk bujur di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah. Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut “dance’s sign” ini akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut proses invaginasi. 5. bising usus terdengar meninggi selama serangan kolik, menjadi normal kembali di luar serangan. 6. Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus, ini memperlihatkan gejala berak darah dan lendir, tanda ini baru dijumpai sesudah 6 –8 jam serangan sakit yang pertama kali, kadang –kadang sesudah 12 jam. Berak darah lendir  ini bervariasi jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur. 7. Sesudah 18  – 24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga pasien dijumpai dengan tanda  – tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang  jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi. 8. Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri, pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus, ganggren, perforasi, peritonitis umum, shock dan kematian. 8 9. Pemeriksaan colok dubur didapati:  Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti pseudo-portio bila invaginasi sudah mencapai region sigmoid.  Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lender  Intussusceptum yang keluar dari rectum jarang ditemukan, keadaan tersebut harus dibedakan dari prolapsus rectum. Pada invaginasi didapatkan intussusceptum bebas dari dinding anus sedangkan pada prolapses berhubungan cesara sirkuler dengan dinding anus. Pada inspeksi sukar  sekali membedakan prolapses rectum dari invaginasi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari sekitar penonjolan untuk menentukan ada tidaknya celah terbuka. Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala  – gejala invaginasi tidak khas, tanda –tanda obstruksi usus berhari –hari baru timbul, pada penderita ini tidak jelas tanda adanya sakit berat, defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami prolaps melewati anus, hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi tonus yang melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul. Suatu keadaan disebut dengan invaginasi atipikal, bila kasus itu gagal dibuat diagnosa yang tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan 9 terjadi karena ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada penderita. DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi. Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari : 1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba  – tiba, nyeri bersifat serang  – serangan., nyeri menghilang selama 10  – 20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru. 2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas. 3. Buang air besar campur darah dan lendir  Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias invaginasi. Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur  di bawah satu tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak – anak yang mulai berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari / malam, ada muntah, buang air besar  campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan invaginasi. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah leukosit (leukositosis > 10.000/mm 3). PEMERIKSAAN RADIOLOGI 1. Photo polos abdomen dibuat dalam 2 arah, posisi supine dan lateral decubitus kiri (posisi penderita yang dibandingkan dengan bagian kiri di atas meja dan sinar dar arah mendatar). Posisi ini digunakan untuk mengetahui invaginasi dan mendeteksi perforasi. Hasilnya didapatkan distribusi udara didalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat 10 tanda – tanda obstruksi usus dengan gambaran “air fluid level”. Dapat terlihat “ free air “ bila terjadi perforasi. 2. pada pemeriksaan USG didapatkan gambaran yang jelas adanya invaginasi. Invaginasi pada usus biasanya terdapat pada region sub hepatic. gambaran USG pada invaginasi akan didapt bentukan target sign atau doughnut sign, yang terdiri dari hypoechoic outer ring  dan hyperechoic center. Hypoechoic  doughnut  adalah bagian yang udem, apex dari intussusceptum, membentuk gambaran bulan sabit pada doughnut sign sedangkan hyperechoic center  terdiri dari mesenterium. 3. pemeriksaan roentgen dengan pemberian barium enema yang diikuti oleh X ray : dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila gejala –gejala klinik meragukan, pada barium enema akan tampak gambaran cupping, coiled spring appearance. pemberian barium enema dilakukan jika keadaan umum pasien memungkinkan serta tidak didapatkan tanda-tanda perforasi dan peritonitis. 11 12 DIAGNOSA BANDING  Gastroenteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.  Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri. 13  Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam.  Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.  Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah. KOMPLIKASI Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan aliran air dan natrium dari lumen ke darah. Karena 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, dan tidak adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen yang cepat. muntah serta defekasi disertai darah dan lender merupakan sumber utama kehilangan cairan dan elektrolite.Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstt rasel yang mengakibatkan syok hipotensi, syok hipovolemik, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi  jaringan dan asidosis metabolic. PENATALAKSANAAN Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih baik. Penatalaksanaan yang utama pada penderita invaginasi adalah rehidrasi, ditambah dengan pemberian per oral untuk sementara dihentikan maka mutlak penderita diberi cairan secara intravena. Pemberian cairan intravena bias berupa normal salain dan natrium laktat atau natrium asetat dengan perbandingan 4:1, ditambahkan dengan elektrolit seperti kalium, magnesium, dan zinc (50-100 mg/ hari), juga diberikan vitamin B12 karena adanya gangguan absorbs vitamin B12 akibat obstruksi pada ileum. Yang harus diperhatikan adalah jumlah urin agar tidak terjadi overload cairan. Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan penanganan yang dinilai berhasil dengan baik : 14 1. Reduksi secara nonoperatif  Dengan menggunakan barium enema atau udara atau NaCl yang dimasukkan melalui rektal kemudian diikuti oleh X-Ray. Mula-mula tampak bayangan barium bergerak berbentuk cupping  pada tempat invaginasi. Dengan tekanan hidrostatik sebesar 1 meter air, barium didorong kea rah proksimal. Tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan perut sewaktu dilakukan reposisi hidrostatatik ini. Pengobatan dianggap berhasil jika barium sudah mencapai ileum terminalis. Pada saat itu pasase usus kembali normal. Seirin dengan pemeriksaan zat kontras kembali trlihat coiled spring  appearance. Gambaran tersebut disebabkan sisa-sisa barium pada haustra sepanjang bekas tempat invaginasi. Telah disebutkan pada bab terdahulu bahwa barium enema berfungsi dalam diagnostik dan terapi. Barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai kontra indikasi seperti :  Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada foto abdomen  Dijumpai tanda – tanda peritonitis  Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam  Dijumpai tanda – tanda dehidrasi berat.  Usia penderita diatas 2 tahun Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak menangis atau gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif  sangat membantu.  Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan difiksasi dengan plester, melalui kateter bubur barium dialirkan dari k ontainer yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran bubur barium dideteksi dengan alat floroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat diidentifikasi dan dibuat foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon transversum dan bagian proksimal kolon descendens.  Bila kolom bubur barium bergerak maju menandai proses reduksi sedang berlanjut, tetapi bila kolom bubur barium berhenti dapat diulangi 2  – 3 kali dengan jarak waktu 3  – 5 menit. Reduksi dinyatakan gagal bila tekanan barium dipertahankan selama 10  – 15 menit tetapi tidak dijumpai 15 kemajuan. Antara percobaan reduksi pertama, kedua dan ketiga, bubur  barium dievakuasi terlebih dahulu. Reduksi barium enema dinyatakan berhasil apabila :  Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai massa feses dan udara.  Pada floroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan sebagian usus halus, jadi  adanya refluks ke dalam ileum.  Hilangnya massa tumor di abdomen.  Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur serta norit test positif. Penderita perlu dirawat inap selama 2 –3 hari karena sering dijumpai kekambuhan selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung kepada beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama, penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknis pelaksanaannya, 16 2. Reduksi dengan operasi Kadang-kadang reposisi barium tidak berhasil, misalnya pada umur kurang dari 3 bulan dan invaginasi ileo-ileal. Bayangan kontras dalam bentuk cupping tidak mencapai ileum terminalis sehingga memerlukan operasi. Reposisi langsung dengan operasi tanpa dilakukan dengan reposisi barium terlebih dahulu jika telah terjadi perforasi, peritonitis, dan tanda-tanda obstruksi. Keadaan ini biasanya berlangsung selama 48 jam. Demikian pula pada kasus-kasus relaps. Kejadian invaginasi berulang setelah reposisi barium sekitar 11% dan 3% pada operasi tanpa resesksi usus. Biasanya reseksi dilakukan jika aliran darah tidak pulih kembali setelah dihangatkan dengan larutan fisiologik. Jika terjadi invaginasi ulang maka langsung dilakukan reposisi secara operatif. a. Memperbaiki keadaan umum Tindakan ini sangat menentukan prognosis, janganlah melakukan tindakan operasi sebelum terlebih dahulu keadaan umum pasien diperbaiki. Pasien baru boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa perfusi jaringan telah baik, hal ini di tandai apabila produksi urine sekitar 0,5 –1 cc/kg BB/jam. Nadi kurang dari 120x/menit, pernafasan tidak melebihi 40x/menit, akral yang tadinya dingin dan lembab telah berubah menjadi hangat dan kering, turgor kulit mulai membaik dan temperature badan tidak lebih dari 38ºC. 17 Biasanya perfusi jaringan akan baik apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk, sisanya dapat diberikan sambil operasi berjalan dan pasca bedah. Yang dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum adalah : a) Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi (resusitasi). b) Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan sonde lambung. c) Pemberian antibiotika dan sedatif. Suatu kesalahan besar apabila buru  – buru melakukan operasi karena takut usus menjadi nekrosis padahal perfusi jaringan masih buruk. Harus diingat bahwa obat anestesi dan stress operasi akan memperberat keadaan umum penderita serta perfusi jaringan yang belum baik akan menyebabkan bertumpuknya hasil metabolik di jaringan yang seharusnya dibuang lewat ginjal dan pernafasan, begitu pula perfusi jaringan yang belum baik akan mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan – kelainan itu akan irreversible. b. Tindakan untuk mereposisi usus Tindakan selama operasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan cara “milking” dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung pada keterampilan dan pengalaman operator. Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara transversal (melintang), pada anak –anak dibawah umur 2 tahun dianjurkan insisi transversal supraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih tinggi.  Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal dengan alasan lebih mudah untuk eksplorasi malrotasi usus, mereduksi invaginasi dan tindakan apendektomi bila dibutuhkan. Tidak ada batasan yang tegas kapan kita harus berhenti mencoba reposisi manual itu. Reseksi usus dilakukan apabila : pada kasus yang t idak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomosis ”end to end”, apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan “exteriorisasi” atau enterostomi. 18 : Pre Operative  Sebelum dilakukan tindakan reduksi, maka terhadap penderita : dipuasakan, resusitasi cairan, dekompressi dengan pemasangan pipa lambung. Pada kasus dehidrasi berat bias diberikan cairan 20 cc/kg, cairan yang dipakai bias langsung dengan menggunakan koloid diberikan melalui syringe. Jika akses secara vena sulit bias dilakukan itraosseus. Pembedahan bisa ditunda, selama masih dilakukan dekompresi abdomen, rehidrasi, dan koreksi elektrolit. Tetapi harus diingat bahwa asidosis metabolic yang mungkin t erjadi tidak akan bias dikoreksi sampai segmen usus yang nekrosis direseksi terlebih dahulu. Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus dan hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit maka saat ini antibiotika berspektrum luas dapat diberikan. Narkotik seperti Demerol dapat diberikan (1mg/kg BB) untuk menghilangkan rasa sakit. Tehnik Operasi   Invaginasi bila mungkin di reduksi intraabdominal dengan melakukan milking mulai dari usus distal sampai ke usus bagian proksimal.  Milking dilakukan secara perlahan terutama pada bagian proksimal usus yang invaginasi.  Bila reposisi berhasil, lakukan pemeriksaan viabilitas usus yang mengalami invaginasi, perubahan warna dan edema usus yang mengalami invaginasi pada mulanya dapat tidak tampak, basahi usus tersebut dengan NaCl 0,9 % hangat sehingga gambaran usus lebih  jelas.  Bila usus tampak nekrotik, biarkan sejenak dan lakukan penilaian ulang untuk menghindari dilakukannya reseksi usus yang mungkin tidak perlu dilakukan. Hal ini dapat terjadi pada < 5% kasus. Faktor etiologi seperti divertikel Meckel atau polip intestinal dapat terjadi pada 3-4% kasus invaginasi pada anak.  Bila invaginasi tidak dapat di reduksi secara sempurna, segmen yang tidak dapat di reduksi dapat di reseksi dan dilakukan end-to-end anastomosis.  Reseksi juga dilakukan pada usus yang nekrosis. 19 Kom plikasi Operasi   Invaginasi berulang  Ileus berkepanjangan Post Operative:  Pada kasus tanpa reseksi Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada saluran cerna selama 1 –2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah oedem dari segera terdengar. intestine menghilang, pasase dan peristaltik akan Kembalinya fungsi intestine ditandai dengan menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube. Abdomen menjadi lunak, tidak distensi. Dapat juga didapati peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan turun secara perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada kasus dengan reseksi perawatan menjadi lebih lama. 20 ASUHAN KEPERAWATAN UMUM PADA INVAGINASI (White et all , 2011; Doengoes et all, 2010; Luxner, 2005; Pillitteri, 2007) 1. Pengkajian a. Pengkajian fisik secara umum b. Riwayat kesehatan c. Observasi pola feses dan tingkah laku sebelum dan sesudah operasi d. Observasi tingkah laku anak/bayi e. Observasi manifestasi terjadi intususepsi: 1) Nyeri abdomen paroksismal 2) Anak menjerit dan melipat lutut ke arah dada 3) Anak kelihatan normal dan nyaman selama interval diantara episode nyeri 4) Muntah 5) Letargi 6) Feses seperti jeli kismis mengandung darah dan mucus, tes hemocculi positif. 7) Feses tidak ada meningkat 8) Distensi abdomen dan nyeri tekan 9) Massa terpalpasi yang seperti sosis di abdomen 10) Anus yang terlihat tidak biasa, dapat tampak seperti prolaps rectal. 11) Dehidrasi dan demam sampai kenaikan 410C 12) Keadaan seperti syok dengan nadi cepat, pucat dan keringat banyak f. Observasi manifestasi intususepsi yang kronis 1) Diare 2) Anoreksia 3) Kehilangan berat badan 4) Kadang – kadang muntah 5) Nyeri yang periodic 6) Nyeri tanpa gejala lain g. Kaji dengan prosedur diagnostik dan tes seperti pemeriksaan foto polos abdomen, barium enema dan ultrasonogram 21 2. Masalah Keperawatan 1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri invaginasi usus. 2) Defisiensi volume cairan berhubungan dengan muntah, perdarahan dan akumulasi cairan dan elektrolit dalam lumen. 3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, lingkungan yang asing. 4) Inefektif termoregulasi berhubungan dengan proses inflamasi, demam. 5) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri insisi pembedahan. 3. Perencanaan a. Preoperasi Diagnosa keperawatan : nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik invaginasi usus. Tujuan: berkurangnya nyeri sesuai dengan toleransi yang dirasakan anak. Kriteria Hasil : anak menunjukkan tanda  – tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan yang minimum. Intervensi : 1) Observasi perilaku anak sebagai indikator nyeri, dapat peka rangsang dan sangat sensitif untuk perawatan atau letargi atau tidak responsive. 2) Perlakuan anak dengan sangat lembut. 3) Jelaskan penyebab nyeri dan yakinkan orangtua tentang tujuan tes diagnostik dan pengobatan. 4) Yakinkan anak bahwa analgesik yang diberikan akan mengurangi rasa nyeri yang dirasakan. 5) Jelaskan tentang intususepsi dan reduksi hidrostatik usus yang dapat mengurangi intususepsi. 6) Jelaskan resiko terjadinya nyeri yang berulang. 7) Kolaborasi: berikan analgesik untuk mengurangi rasa nyeri. 22 Diagnosa keperawatan: Defisiensi volume dengan muntah, akumulasi cairan cairan berhubungan perdarahan dan elektrolit dan dalam lumen. Tujuan: volume sirkulasi (keseimbangan cairan dan elektrolit) dapat dipertahankan. Kriteria Hasil: tanda – tanda syok hipovolemik tidak terjadi. Intervensi: 1) Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardi, takipnea, demam. 2) Pantau masukan dan haluaran. 3) Perhatikan adanya mendengkur atau pernafasan cepat dan dangkal jika berada pada keadaan syok. 4) Pantau frekuensi nadi dengan cernat dan ketahui rentang nadi yang tepat untuk usia anak. 5) Laporkan adanya takikardi yang mengindikasikan syok. 6) Kurangi suhu karena demam meningkatkan metabolisme dan membuat oksigenasi selama anestesi menjadi lebih sulit. 7) Kolaborasi: a) Lakukan pemeriksaan laboratorium: Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin. b) Berikan plasma/darah, cairan, elektrolit, diuretic sesuai indikasi untuk memelihara volume darah sirkulasi. Diagnosa keperawatan: ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, lingkungan yang asing. Tujuan: rasa cemas pada anak dapat berkurang Kriteria hasil: anak dapat beristirahat dengan tenang dan melakukan prosedur tanpa cemas. Intervensi: 1) Beri pendidikan kesehatan sebelum dilakukan operasi untuk mengurangi rasa cemas. 23 2) Orientasikan klien dengan lingkungan yang masih asing. 3) Pertahankan ada orang yang selalu menemani klien untuk meningkatkan rasa aman. 4) Jelaskan alasan dilakukan tindakan pembedahan. 5) Jelaskan semua prosedur pembedahan yang akan dilakukan. b. Post operasi Diagnosa keperawatan: nyeri akut berhubungan dengan agen injuri insisi pembedahan. Tujuan: berkurangnya rasa nyeri sesuai dengan toleransi pada anak. Kriteria Hasil: anak menunjukkan tanda  – tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan yang minimum. Intervensi: 1) Hindarkan palpasi area operasi jika tidak diperlukan. 2) Masukkan selang rektal jika diindikasikan, untuk membebaskan udara. 3) Dorong untuk buang air untuk mencegah distensi vesika urinaria. 4) Berikan perawatan mulut untuk memberikan rasa nyaman. 5) Lubrikasi lubang hidung untuk mengurangi iritasi. 6) Berikan posisi yang nyaman pada anak jika tidak ada kontraindikasi. 7) Kolaborasi: a) Berikan analgesi untuk mengatasi rasa nyeri. b) Berikan antiemetik sesuai pesanan untuk rasa mual dan muntah. Diagnosa keparawatan: inefektif termoregulasi berhubungan dengan proses inflamasi, demam. Tujuan: termoregulasi tubuh anak normal. Kriteria Hasil: tidak ada tanda – tanda kenaikan suhu. Intervensi: 24 1) Gunakan tindakan pendinginan untuk mengurangi demam, sebaiknya 1 jam setelah pemberian antipiretik. a) Meningkatkan sirkulasi udara. b) Mengurangi temperatur lingkungan. c) Menggunakan pakaian yang ringan / tipis. d) Paparkan kulit terhadap udara. e) Gunakan kompres dingin pada kulit. 2) Cegah terjadi kedinginan, bila anak menggigil tambahkan pakaian. 3) Monitor temperatur. 4) Kolaborasi: berikan antipiretik sesuai dengan berat badan bayi. 5) Evaluasi a) Nyeri pada abdomen dapat berkurang b) Syok hipovolemik dapat teratasi dengan segera melakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit. c) Obstrusi usus dapat teratasi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal. DAFTAR PUSTAKA Chandrawati, Pertiwi Febriana. Invaginasi . http://fra-7m16stor05.cloudzer.net/dl/0e1271a9-7885-4c0e-a1f2-e5e58d1f160e Doengoes, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances., and Murr, Alice C. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning, Individualizing, and Documenting Client  Care 3rd  ed . Philadelphia: F.A Davis. http://nursingcrib.com/nursing-notes-reviewer/intussusception/ http://nursingfile.com/nursing-care-plan/nursing-interventions/nursinginterventions-for-intussusception.html http://www.unboundmedicine.com/nursingcentral/ub/view/Diseases-andDisorders/73639/all/intussusception Luxner, Karla L. 2005. Delmar’s Pediatric Nursing Care P lans 3rd  ed . New York: Thomson Delmar Learning. Pillitteri, Adele. 2007. Maternal and Child Health Nursing: Care of the Childbearing and Childrearing Family . Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. White, Lois., Duncan, Gena., Baumle, Wendy. 2011. Foundations of Maternal  and Pediatric Nursing Third Edition. New York: Cengage Learning.