Preview only show first 10 pages with watermark. For full document please download

Puisi Ghazal Zaman Abassiyah

PUISI GHAZAL ZAMAN ABASSIYAH Jurnal Ilmiah Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas ( ) Menyetujui, Pembimbing Akademik,

   EMBED


Share

Transcript

PUISI GHAZAL ZAMAN ABASSIYAH Jurnal Ilmiah Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas ( ) Menyetujui, Pembimbing Akademik, Drs. Juhdi Syarif M.Hum NIP PROGRAM STUDI ARAB FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2013 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas NPM : Program Studi Fakultas Jenis Karya : Sastra Arab : Ilmu Pengetahuan Budaya : Makalah Non Ilmiah demi pengembangan ilmu pengetahuan, memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalti-free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Puisi Ghazal Zaman Abassiah beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 28 Februari 2013 Yang menyatakan (Diajeng G.F.P) Puisi Ghazal Zaman Abbasiah Diajeng Ghassani Febriannisa Pamungkas Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Depok, 16424, Indonesia Abstrak Puisi Arab telah ada sejak zaman Jahilliyah hingga zaman Modern. Tema-tema puisi berkembang dari zaman ke zaman dan berubah makna seiring dengan berkembangnya zaman itu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan puisi Ghazal zaman Abassiah dengan puisi-puisi di zaman Jahilliah, Permulaan Islam, dan Umayyah, juga untuk medeskripsikan hal-hal apa saja yang membuat perubahan makna tema puisi dari zaman ke zaman. Pengumpulan data dengan menggunakan metode studi pustaka. Metode studi pustaka digunakan dengan mengumpulkan data secara kualitatif yang kemudian data tersebut dikelompokkan kepada data primer dan sekunder. Hasilnya ditemukan bahwa perubahan makna yang terjadi dalam tema puisi dari zaman ke zaman disebabkan karna ada nya faktor lingkungan masyarakat juga sistem kepemerintahan/ kepemimpinannya. Kata Kunci : Abassiyah; Jahilliyah; Islam; Modern; Puisi Ghazal; Umayah. Ghazal Poetry of Abbasid Era Abstract Arabic poetry has been around since Jahilliyah era to Modern era. The themes of poetry evolved over time and changing the meaning along with the development of that era. This research is a qualitative descriptive study aimed to describe what distinguishes poetry Ghazal Abassiah era with poetry at age Jahilliah, onset of Islam and the Umayyad, also for description the things what makes Ghazal theme changed meaning over time. Fetching data has commenced and using literature method. Literature method used was a qualitative data collection and then the data is grouped to the primary and secondary data. The results found it changes that occur in the meaning of poetry themes over time due to environmental factors, especially the system of governance / leadership. Key Word : Abassiyah; Ghazal Poetry; Jahilliyah; Islam; Modern. A. Pendahuluan Pada zaman kekuasaan Abassiyah telah terjadi perkembangan dan perubahan yang cukup besar dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Peristiwa yang secara tidak langsung berdampak pula pada perkembangan puisinya. Salah satunya adalah Puisi Ghazal yang merupakan tema puisi yang populer pada zaman Abassiah ini pun mendapatkan dampak dari perkembanganperkembangan yang terjadi pada masa ini. Puisi Ghazal merupakan puisi yang bertemakan wanita. Puisi ini menggambarkan keindahan wanita dari bagian-bagian tubuh wanita, seperti rambut, mata, leher ataupun parasnya. Puisi Ghazal sudah ada dari zaman Jahilliyah, permulaan Islam, hingga modern. Puisi ini terus berkembang dari tahun ke tahun, hingga memiliki perubahan gaya bahasa dan maknanya. Perkembangan puisi ghazal pada zaman Abassiyah disebabkan para petinggi negara ataupun bangsawan memberikan upah yang tinggi kepada para penyair apabila mereka membuat puisi Ghazal. Hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat para penyair secara tidak langsung masuk kedalam kehidupan yang mewah dan seringkali berfoya-foya dengan kaum wanita. Pada zaman ini banyak sekali wanita cantik dan menarik yang telah dilatih untuk bernyanyi dan menari agar dapat dipertunjukkan di tempat hiburan atau kedai-kedai arak/ minuman keras, seringkali menunjukkan gairah seks si penyair kepada sang wanita dalam puisi ini. Walaupun banyak juga puisi-puisi Ghazal yang masih sopan dan tidak terlalu bebas akan tetapi puisi seperti ini tidak terlalu menonjol.(khalid. 1997:50) Sehubungan dengan puisi ghazal di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai berkembangnya puisi Ghazal pada zaman Abbasiah. Penulis juga tertarik untuk meneliti puisi Ghazal di zaman lain, untuk mengetahui apakah terdapat perkembangan puisi Ghazal dari zaman ke zaman, sesuai dengan perkembangan sosial, agama dan lingkungannya. B.Rumusan Masalah Setelah memaparkan latar belakang diatas, muncul beberapa pertanyaan, sebagai berikut: 1. Tema-tema puisi Ghazal seperti apa yang berkembang pada zaman Abassiah. 2. Apa perbedaan puisi-puisi zaman Abbasiah dengan puisi-puisi zaman Jahilliyah, permulaan Islam dan Umayyah. C.Tujuan Penulisan Dari rumusan masalah di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki tujuan sebagain berikut: 1. Menjelaskan tema-tema puisi Ghazal seperti apa yang berkembang pada zaman Abassiyah 2. Menjelaskan seperti apa perbedaan antara puisi-puisi pada zaman Abbasiah dengan puisi puisi pada zaman Jahilliyah, permulaan Islam dan Umayyah. D.Metode Penulisan Metode penelitian yang digunakan penulis dengan cara penelitian pustaka. Penulis membaca, mencari dan mengumpulkan sumber-sumber literatur terbaik yang terdapat pada buku-buku dan jurnal yang terkait. Penulis membandingkan puisi Ghazal zaman Abassiyah dengan puisi Ghazal zaman Jahilliyah, pernulaan Islam dan Umayyah. E.Hasil Penelitian Lintasan Puisi Ghazal dalam Sejarah Puisi Arab pertama kali muncul pada zaman Jahilliyah. Pada zaman kemunculannya ini Puisi mendapat posisi yang tinggi di hati masyarakatnya. Pada zaman Jahilliyah pula lah Puisi bertema Ghazal ini muncul. Puisi Ghazal merupakan puisi yang menggambarkan wanita, Puisi ini telah muncul sejak zaman Jahiliyah, akan tetapi banyak perbedaan dan perkembangan yang terjadi dalam karya puisi Ghazal ini seiring dengan berkembangnya zaman juga lingkungan yang mempengaruhi. Puisi zaman Jahilliyah Zaman Jahiliyah merupakan zaman sebelum diutusnya nabi Muhammad SAW. Zaman ini merupakan zaman yang sangat kacau. Orang-orang menyekutukan Allah dan terjadi kebobrokan moral yang sangat besar. Kebobrokan yang terjadi adalah bayi perempuan yang baru lahir dikubur hidup-hidup, perzinaan semakin merajalela, berhaji tanpa menggunakan pakaian sedikitpun, orang-orang mengagungkan para penyair dan mereka dijadikan sebagai pemimpin. Zaman Jahilliyah merupakan zaman munculnya puisi Arab. Puisi pada Zaman Jahilliyah mempunyai kedudukan yang tinggi di hati masyarakatnya, bahkan orang-orang yang pandai berpuisi sering dibangga-banggakan dan dianggap mempunyai pengetahuan supernatural (sesuatu yang tidak dapat diterangkan dengan akal sehat) seperti yang disebut berikut : puisi pada Zaman Jahilliyah mempunyai kedudukan yang tinggi dan pengaruh yang kuat, sehingga setiap suku akan merasa bangga jika lahir seorang penyair dalam sukunya. Mereka akan mengadakan pesta besar-besaran. Penyair tidak saja dianggap sebagai juru bicara dalam suku, yang dapat membuat sukunya hidup dalam keadaan damai dan sejahtera atau dapat membuat sukunya menang dalam peperangan, tapi juga dianggap sebagai orang yang mempunyai pengetahuan supernatural, sehingga dapat berdialog dengan jin atau ssetan, sehingga dapat membebaskan sukunya dari gangguan kedua makhluk halus tersebut. (Sutiasumarga, Kesusasteraan Arab,2000:14) Puisi Arab yang paling terkenal pada Zaman Jahilliyah adalah puisi-puisi al-mualla qat (yang digantungkan). Disebut al-mualla qat, karena puisi puisi itu digantungkan di dinding Ka bah. Pada Zaman Jahilliyah menggantung sesuatu di dinding Ka bah bukanlah hal yang asing. Setiap kali ketika ada urusan ataupun hal yang penting, pasti digantung di dinding Ka bah, misalnya ketika terjadi konflik antara Nabi Muhammad SAW dan Suku Qurays. Suku Qurays sepakat untuk tidak berhubungan dengan Bani Hasyim. Mereka tidak akan kawin dan melakukan jual beli dengan Bani Hasyim. Kesepakatan itu ditulis dan digantung di dinding Ka bah. (Sutiasumarga, Kesusasteraan Arab,2000:16) Adapun tema-tema yang terdapat pada zaman Jailliyah adalah: 1. Al-Hamasat :Tema puisi ini adalah tema yang mengagung-agungankan kepkepahlawanan seseorang. 2. Al-Fakhr :Tema puisi ini tidak berbeda jauh dengan tema Hamasat akan tetapi tema ini membangga-banggakan kelebihan yang dimiliki oleh penyair atau sukunya. 3. Al-Madah :Tema yang berisi puji-pujian kepada seseorang, akhlak mulianya, perilakunya yang terpuji ataupun keberaniannya. Pada zaman Jahilliyah tema puisi ini seringkali dibuat dengan memuji seseorang agar mendampatkan hadiah. Jika kata-kata dalam pujiannya bagus dan indah maka bagus pula hadiah yang akan ia dapatkan. 4. Ar-Ritsa :Tema puisi yang mengungkapkan rasa putus asa, kesedihan dan kepedihan seseorang. 5. Al-Hija :Tema yang menunjukkan tentang rasa amarahnya atau kebenciannya terhadapa seorang penyair ataupun terhadap suku lain. Masyarakat pada zaman Jahilliyah memiliki rasa kesukuan yang tinggi sehingga tema puisi ini memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakatnya. 6. Al-Wasfu :Tema yang mendeskripsikan tentang keadaan alam yang ada disekitar penyair dan juga mendeskripsikan minumminuman keras dan juga tempat-tempat judi. 7. Al-I tidzar :Tema puisi yang menyatakan permintaan maaf agar dapat diampuni. Puisi ini sama susahnya dengan puisi Madah akan tetapi jika Madah dibuat untuk mendapatkan imbalan, I tidzar dibuat untuk mendapatkan ampunan. Penyair harus dapat merangkai katakata yang indah agar permohonan maafnya dikabulkan. 8. Al-Ghazal :Tema yang membicarakan tentang wanita, seperti menggambarkan tentang wajahnya, matanya, tubuhnya dan sebagainya. Pada tema ini juga ada yang mengungkapkan tentang kerinduan dan perasaan penyair kepada seorang wanita selain itu juga rasa kesedihan dan rasa sakit hatinya atau ke sengsaraannya terhadap seorang wanita dan ada juga puisi yang menggambarkan kecantikan wanitanya ataupun kegagalannya dalam bercinta. Kadang terdapat Ghazal yang menjauhkan diri dari hal-hal yang buruk, akan tetapi terdapat juga karya-karya Ghazal yang hina dan jauh dari akhlak yang mulia. (Sutiasumarga, Kesusasteraan Arab,2000:16) Puisi zaman Permulaan Islam Zaman permulaan Islam adalah zaman ditandai dengan Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul (pada umurnya yang ke-40). Islam mulai menunjukkan kebesarannya. Dalam agama Islam, kita diperintahkan untuk melakukan pekerjaan yang baik dan meninggalkan pekerjaan yang buruk. Hal ini juga tertulis dalam al-qur an surat al-mu min ayat 40 yang berbunyi م ن ع م ل س ي ئ ة ف ال ي ج زى إ ال م ث ل ها و م نن ع م نل نال حا م نن ن أ و و و ن ثى و ه و م ؤ م ن ف أ ولئ ك ي د خ ل ون ال ج ن نة ي نون فيهنا ي ن ب نا أ Artinya: Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan yang saleh laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab. Pada surat al-mu min ayat 40 ini sangat tetrlihat bahwa agama Islam tidak mengajarkan untuk melakukan kejahatan, melainkan kita diperintahkan untukbanyak melakukan kebaikan. Allah telah menjanjikan surga tanpa hisab bagi orang-orang yang beriman dan melakukan banyak kebaikan. Nabi Muhammad sendiri bukan seorang penyair. Walaupun setiap kata yang diucapkannya sangat indah, Nabi Muhammad bukan merupakan seorang penyair. Hal ini telah dijelaskan dalam al- Qur an surat Yasin ayat 69 yang berbunyi: (وما عل مناه الشع ينب ى لن إن هنو إال ن و ن ون المبنين )ين 96 Artinya: Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. Perkembangan puisi pada zaman permulaan Islam diiringi juga oleh perkembangan agama Islam itu sendiri yang menjadikan puisi puisi yang bermunculan pada zaman ini masih dalam lingkaran agama. Tema-tema puisi yang berkembang pada zaman Islam sama dengan yang tema-tema puisi yang berkembang pada zaman Jahilliyah yaitu 1. Al-Washf : Tema ini masih bertemakan tentang gambaran, akan tetapi tidak lagi menggambarkan tentang minuman keras, perjudian, dan tempat-tempat minum, melainkan menggambarkan sesuatu yang tidak diharamkan oleh agama. 2. Al-Fakhr :Tema puisi ini tidak lagi digunakan untuk membangga-banggakan diri atau sukunya. 3. Al-Madah :Merupakan tema puji-pujian yang tidak berlebihan, apa adanya, dan dibuat atas dasar kemauan bukan untuk mencari imbalan atau keuntungan. 4. Al-hija :Bukan mengenai cemoohan yang jelek dan yang dapat menimbulkan permusuhan dalam masyarakat. 5. Al-Ghazal :Tema ini tetap menggambarkan tentang wanita akan tetapi medeskripsikannya bukan dari segi keburukannya, melainkan dari segi akhlahnya, perilaku mulianya dan keimanannya kepada Tuhan YME. 6. Ar-Ritsa : Pada zaman Jahiliyyah tema al-ritsa ini berisi tentang ratapan akan cintanya dan kehidupannya. Akan tetapi pada zaman permulaan Islam temanya berubah menjadi ratapan terhadap para syuhada yang wafat dalam perjuangan menyebarkan agama Islam. Pada zaman ini muncul pula tema-tema baru, yaitu tema tentang dakwah Islam. Tema-tema tersebut adalah agama Islam, kaum muslimin, Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan khalifah,kemuliaan akhlak, mendorong untuk berjihat, dan penggambaran tentang alat-alat perang. Puisi zaman Umayyah Puisi pada zaman ini dilatarbelakangi oleh masalah sosial politik, mazhab dan sektesekte, masalah identitas kebangsaan. Faktorfaktor di atas berpengaruh kuat terhadap perkembangan bahasa dan sastra : Berikut ini adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan sastra pada zaman Bani Umayyah: 1) Sistem Pemerintahan Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam di masa Khulafa al-rasyidun yang berazaskan musyawarah untuk segala bentuk problem umat, termasuk diantaranya adalah masalah suksesi, sistem pemerintahan yang diletakkan oleh Mu awiyah berasaskan monarki absolut. Suksesi atas dasar musyawarah diganti dengan putra mahkota yang akan melanjutkan kekuasaan berikutnya. Sistem ini diyakini lebih aman daripada sistem musyawarah karena akan menghindarkan perbedaan pendapat dan meminimalisir kecenderungan perpecahan. Akan tetapi, fakta menunjukkan bukti sebaliknya. Sistem ini justru membangkitkan kemarahan pihak-pihak lain seperti kaum Qurais dan sebagainya. Sehingga munculah fanatisme golongan yang didukung oleh para penyair maupun orator. Implikasinya, muncul puisi-puisi pujian yang mendukung seseorang dan muncul pula puisi-puisi politik. 2) Munculnya primordialisme Pada masa ini muncul fanatisme golongan yang memuji kelebihan golongan tertentu, seperti golongan Adnaniyah dan Qahtaniyah. Kedua kelompok ini terlibat dalam pertikaian sepanjang masa pemerintahan Bani Umayyah. Fanatisme golongan telah menghidupkan kembali tradisi jahiliyah yang sangat identik dengan persatuan kelompok dengan puisi-puisi fakhr nya, yang dilantunkan di pasar- pasar sastra, sehingga mereka membuat suq al-marbad di Basra dan suq al-kinasah di Kufah. Bersamaan dangan fanatisme golongan, muncul pula fanatisme kebangsaan (arab oriented). Daerah-daerah taklukan yang berbahasa non-arab, seperti Irak dengan bahasanya Persia, Damaskus dengan bahasa Romawi, dan Mesir dengan bahasa Qibti dipaksa untuk memakai bahasa Arab dalam berbagai keperluan administrasi kenegaraan. Belum merasa cukup dengan usaha ini, orang-orang Umayyah mengirim putra-putranya untuk dididik di pedalaman Badui untuk mendapatkan cita rasa bahasa Arab yang murni. Mereka memotivasi perkembangan sastra dengan menghormati para penyair. Tentu saja hal ini berpengaruh besar bagi perkembangan bahasa puisi khususnya. 3) Hedonisme Setelah kuatnya konstruksi negara secara internal, dinasti Umayyah melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah sekitar untuk menyebarkan Islam. Seiring dengan kemakmuran yang tercipta akibat hasil harta rampasan dan pajak, banyak orang terutama pejabat, yang menduplikasi peradaban negara taklukan dan masuk ke dalam budaya baru, yaitu hedonisme. Istana-istana diisi oleh para penyanyi, seperti Quraid, Jamilah, dan Salamah. Para pejabat tidak segan memberikan hadiah yang diambil dari Bait al-mal untuk keperluan membayar pujian yang didedikasikan pada mereka. 4) Partai Politik dan Sekte Agama Munculnya partai-partai politik pada masa ini dipicu oleh peristiwa arbitrase yang dilakukan dalam perang Siffin dan berlanjut dengan peristiwa-peristiwa lain. Zainal Abidin mencatat empat partai yang eksis pada masa ini. 1) Partai Umawy, 2) Partai Aly, 3) Partai Khowarij, dan 4) Partai Zubair (mereka adalah pengikut Abdullah ibn Zubair yang keluar dari pemerintahan umayyah pada masa Yazid ibn Mu awiyah dan mendirikan khalifah sendiri, akan tetapi partai ini paling pendek umurnya, dengan terbunuhnya Abdullah pada masa Abdul Malik ibn Marwan. Sementara di bidang agama juga terjadi perpecahan yang dikenal dengan aliran ilmu kalam, yaitu Qodariyah, Jabbariyah, Mu tazilah dan sebagainya. Baik partai politik maupun aliran keagamaan yang tumbuh pada masa ini memiliki para penyair dan orator yang membela keyakinan mereka dan membalas serangan para pesaingnya. Tidak pelak lagi, Damaskus sebagai pusat pemerintahan dan para pejabat menjadi basis bagi pertumbuhan sastra yang berorientasi politis. Hubungan khalifah dan pejabat dengan para penyair bersifat simbiosis mutualisme. Khalifah berusaha mendekatkan para penyair dengannya untuk meminta bantuan mereka menyerang dan bertahan dari serangan musuh. Sementara para penyair mendapatkan kehormatan dengan menemani khalifah dalam setiap majelis dan memperoleh kesenangan. Damaskus, telah menjadi tempat favorite bagi para penyair pujian. Sementara di Irak, kecenderungan puisi politik, fanatisme kesukuan dan mazhab lebih mendominasi. Hal ini disebabkan oleh banyak peperangan dan fitnah. Lalu muncul puisi-puisi satiris dan politis yang dibawakan oleh para penyair di al marbad Basrah dan al Kinasah Kufah dan di masjid-masjid di kedua kota itu sebagaimana mereka berkumpul di pasar Ukkaz pada masa Jahiliyah. Sementara di kawasan Hijaz, berkembang juga puisi politik dan fanatisme golongan sebagaimana di Syam dan Irak, hanya saja juga masih terdapat puisi dengan jenis al-ghazal atau percintaan. Berkembangnya puisi politik di kawasan ini disebabkan ketakutan Mu awiyah dan khalifah sesudahnya terhadap daya destruktif dan ancaman orang-orang Quraisy terhadap pemerintahannya. Taktik politik Mu awiyah adalah menyibukkan mereka dengan pemberian harta, meracuni dengan kultur foya-foya agar mereka lupa dan tidak berfikir untuk melakukan kudeta. Lalu, lagu, santai, foya-foya, dan mengagumi keindahan menjadi alat politik yang jitu untuk menidurkan suku Quraisy dari keterjagaan politik. Di sisi yang lain, penduduk Hijaz melihat ini sebagai peluang untuk lebih menikmati hidup. Setelah Gerakan Dakwah Islam melemah di kawasan ini dan diikuti dengan lemahnnya pengawasan pemerintah karena pusat pemeritahan berpindah ke Damaskus, banyak pemuda Makkah dan Madinah yang cenderung berfoya-foya sehingga meluaslah jenis puisi ghazal. (Haji Zainal Abidin, Abdul Qadir,1987) Tema-tema puisi pada zaman Umayyah ini memilik banyak kesamaan dengan zaman Jahilliyah dan zaman permulaan Islam. Tema tema ini adalah : 1. Al Hija : Tema ini berperan untuk mengobarkan fitnah diantara sekte yang berkembang di masyarakat. Penyair yang sering menggunakan